Liburan Bersama Keluarga

Karena Facebook kakakku tiba-tiba terblokir... terpaksa foto-foto ini aku upload di blog.
sebelumnya mohon maaf kalau di sini wajahku kucel...
kemarin aku mengalami dehidrasi berat, begitu menyengat terik matahari di Piramid dan saat itu aku sedang berpuasa Syawal, dan tidak sahur sebelumnya (bangun-bangun sudah subuh, hehehe). jadi belum ada setetes air pun yang masuk ke dalam tubuhku saat itu.


Bersama adik dan sepupu (Dari kiri : Sundus (adik), Salma (adik), Muhammad (sepupu), Mariam (adik), Muhammad (sepupu. btw, namanya sama-sama Muhammad), Umar (sepupu), Aku, Ali (Adik).
Mariam dan Sundus menaiki unta
Aku dan Kuda
Aku dan Salma
Bersama adik adik tercintaku *^_^*
Di dalam Museum bersama adik dan sepupu
Bersama adik dan sepupu
Salma dan Piramid
Mariam dan Piramid
Aku dan Mariam di museum kapal
Salma (15th) dan Mariam (21th)
»»  Baca Selengkapnya...

Hilangnya Kesempatan


Ahad, 19 Agustus 2012

Aku terbangun oleh suara Wahid yang memanggilku, saat itu juga suara takbir menggema seluruh isi kamar, kesadaranku sedikit demi sedikit mulai kembali. Aku bergegas mandi dan merapikan diri untuk sholat Eid di masjid sebelah asramaku.

Aku duduk dengan khidmat mendengar khutbah sang imam. Si imam sempat lupa tidak melakukan lima takbir di rakaat ke dua sehingga dia menggantinya dengan sujud sahwi.

Di tengah khutbah aku sempatkan diriku membnalas SMS dari Maria. Aku baru menyadarinya ada pesan singkat darinya yang dikirim sejak pukul 4 :34 pagi.
« Salam Zain ! maaf kita tidak bisa bertemu denganmu saat Ramadan lagi. Kita semua sangat merindukanmu ! Selamat Eid ! apa rencanamu hari ini ? jika kamu punya waktu senggang, kami ingin melihatmu J .. »

Ada rasa penyesalan yang menghinggapi diri ini. Andai saat itu aku mengetahui ada SMS dari Maria, aku akan segera membalasnya. Aku baru mengetahui kalau tujuan dia mengirimiku SMS untuk mengajakku ke kota Fayoum, kota tempat tinggal neneknya. Hari ini keluarga Maria ingin mengunjungi nenek sehari penuh.

Sudah bertahun-tahun aku tinggal di Mesir, namun belum pernah sekalipun pergi ke kota Fayoum. Andaikan jadi, mungkin aku bisa berwisata sekaligus bershilaturrahim.

Aku mulai menyalahkan diriku sendiri, aku begadang kemarin malam menyelesaikan tugas-tugasuku, dua hari berturut-turut mencetak warna dan hitam-putih untuk bulletin edisi lebaran. Kita tidak ingin mengecewakan para pelanggan yang beriklan di bulletin kami. Dan kami baru saja tiba di asrama saat fajar menyingsing.

Andai malam itu aku tidak begadang mungkin aku mendengar suara ponselku dan dengan segera membalas SMS Maria, namun aku mencoba berpikir positif. Toh ada untungnya aku tidak pergi bersama mereka. Jika aku pergi bersama mereka, akulah yang malu nantinya karena aku pasti tertidur sepanjang perjalanan, karena hari ini aku hanya tidur 1-2 jam. Tentu memalukan bukan jika hal itu terjadi?

Hhh… pikiran positif membuat kita bersyukur terhadap kesempatan yang hilang di depan mata karena kesalahan-kesalahan kita.
Tidak ada gunanya merenungi nasib yang sudah terlewat.
Zhie


»»  Baca Selengkapnya...

Cinta-Nya


Senin, 13 Agustus 2012 (25 Ramadhan )

Saat itu, aku tak menyadari kalau Mariam mengirimiku sebuah pesan. Aku terlambat, terlambat membuka pesan itu…

Salam Zain! Bagaimana kabarmu? Alhamdulillah keadaanku baik-baik saja. Keluargaku sangaaat menyukaimu. Mereka bercerita pada anggota keluargaku yang lain kalau ada seorang pemuda Indonesia yang sangat sopan, baik dan agamis.
Kami ingin bertemu denganmu lagi Zain! Bisakah kamu berbuka puasa di sini lagi, sholat Tarawih dan Tahajjud di sini ?
Bisakah kamu tinggal bersama kami sepanjang malam di sini ? apa tidak apa-apa kamu tinggal jauh dari asrama dan temanmu ?

Aku baru membukanya satu hari setelahnya, dan baru membalasnya dua hari setelahnya (15 Agustus). Banyaknya kegiatan membuatku tidak bisa membuka e-mail setiap hari. dan sampai akhir Ramadhan aku tidak bisa bertemu Mariam kembali…

Aku membaca pesan itu berkali-kali. Tak bosan-bosannya aku memandang tulisan itu.  Keluarga Mariam menyukaiku, sampai mereka begitu antusias menceritakan sosok diriku. Hatiku luluh.

Namun satu sisi aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Kepribadian sopan, baik dan agamis itu ? apa itu sungguh kepribadianku? Atau hanya topeng yang aku pasang saat berada di depan mereka?

aku tak ingin jika kepribadian itu hanyalah topeng, aku tak ingin topeng itu selalu aku pakai di depan mereka. Aku juga tak ingin tersiksa karena selalu berusaha menjadi orang lain. Aku ingin nyaman bersama mereka dengan diriku seutuhnya.

Tahukah kamu kawan, pertemuanku dengan Mariam sedikit merubah jalan hidupku, seolah dia mampu mendekatkan aku kepada Allah. Tidak hanya Mariam namun keluarganya juga. Padahal mereka tidak pernah menceramahiku juga tidak pernah memberiku tausiah maupun sebagainya.

Hanya dengan memikirkan mereka, seolah aku ingin berlama-lama tenggelam dalam lembaran ayat al-Qur’an, ingin berlama-lama duduk di masjid, ingin berlama-lama berdiri menunaikan sholat sunnah.

Dan sepertinya Allah pun turut meluruskan langkah kita. Saat kita pergi ke kajian dan berjanji bertemu berdua usai kajian, ada saja yang menghambat kita untuk berduaan. Entah ponsel kita rusak dan tidak bisa menentukan ke tempat mana kita akan bertemu. Dan akhirnya kita pulang sendiri-sendiri tanpa bertemu sebelumnya.

Namun saat Mariam mengajak Salma, adiknya untuk ikut kajian, akhirnya kita bisa bertemu bertiga. Allah menjaga kami, DIA tidak ingin kami berduaan, karena jika dua orang yang bukan mahram bertemu, akan muncul orang ketiga yaitu Syaitan (hadits nabi).

Dan aku berpikir apakah itu arti cinta sesungguhnya? Cinta yang yang mampu mendekatkan seorang hamba kepada PenciptaNya?

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Ujian Dua Pound


Sabtu, 4 Agustus 2012

Malam mulai menggelayuti angkasa, aku berjalan melewati suasana Ramses yang riuh. Terlihat begitu ramai meski malam sudah menampakkan wajahnya. Jalanan hampir dipenuhi angkutan umum. Orang-orang masih memadati jalanan Ramses, mebeli dan menawar barang, atau sekedar membeli makanan.

Aku menyebrang jalan yang dipenuhi sesak mobil angkutan umum. Tanpa aku sadari, sosok keibuan muncul mendekatiku, memelas dengan suara lirihnya, “Nak… aku ingin pulang tapi aku tidak mempunyai uang untu menaiki angkutan umum, bisakah aku meminta uang 2 pound?”

Saat itu juga aku menyadari bahwa Allah sedang mengujiku. Pas sekali uang yang tersisa di kantongku dua pound. Aku pun sangat membutuhkan uang itu untuk naik angkutan umum. Aku juga belum sholat Isya dan Tarawih, aku ingin cepat-cepat pulang untuk melaksanakan sholat dan segera istirahat.

Dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin memberikan uang itu ke ibu itu dan aku yang pulang berjalan kaki. Namun masalahnya, aku tidak tahu rute jalan dari Ramses ke asramaku. Aku buta arah. Dan lagi jaraknya sangat jauh sekali.

Peristiwa ini sangat mirip dengan pak Jalal di film Para Pencari Tuhan. Saat itu pak Jalal kehabisan harta, yang tersisa hanyalah 500.000 ribu rupiah. Dan saat yang bersamaan, ada orang yang benar-benar membutuhkan uang dengan jumlah yang sama. Aku benar-benar yakin saat itu Allah sedang mengujiku.

Hari ini memang aku sengaja tidak membawa uang banyak, hanya belasan pound. Aku sengaja, karena jika aku membawa uang banyak aku pasti boros.

Hari ini aku ke pengajian di Ma’adi dan berbuka puasa di sana. Menu buka puasa yang paling enak yang pernah aku rasakan. Nasi kuning dengan beberapa potongan nugget dan kufta dengan rasa bakso ikan. Aku bertemu Mariam dan Salma di sana.

Kami pulang bersama dengan naik taksi, karena sangat jarang kita menemukan angkutan umum, dan kalaupun ada pasti sudah penuh duluan.

saat memasuki taxi, si sopir menyalakan musik keras-keras. Aku duduk di depan, Mariam dan Salma duduk di belakang. Dengan senyumnya Mariam membisikiku dari belakang, “Zain… Stupid Egyptian Song.” Aku tertawa mendengarnya.

Di tengah perjalanan Mariam bertanya kepada ada sopir, “apa ada kembaliannya kalau aku membayar dengan pecahan 50 Pound?” si sopir bilang tidak ada dan terpaksa Mariam turun di pom bensin untuk menukarkan uang.

Ini tidak bisa dibiarkan. Mau ditaruh dimana mukaku. Masa naik taxi dibayarin cewek. Tapi bagaimanapun aku hanya membawa uang belasan pound. Aku berharap harga taxinya tidak sampai sepuluh pound, dengan begitu aku bisa membayarnya.

Lagu yang di putar supir taxi berubah. Dari musik yang bising menjadi musik bayati. Musik kesukaan Mariam. Dan dia begitu antusias  dengan lagu itu dan bertanya kepada supir lagu siapakah itu. Dan akupun begitu antusias, melototin argo taxi tanpa henti berharap argometer itu berhenti dan tidak melebihi sepuluh pound.

Dan do’aku terkabul! Argo taxi Cuma mencapai 7,25 pound! Aku membayarnya 8 pound. “Zain! Kenapa membayar taxi itu? Aku tadi berencana membayarnya.” Aku hanya tersenyum tanpa kata.

“Kalau begitu giliranku yang membayar Metro untukmu.” Dan lagi-lagi aku tak bisa membiarkan hal itu terjadi, aku yang membayar Metro itu. Lagian Metro murah banget Cuma 1 pound. Masa 1 pound saja minta dibayarin sama perempuan…

Dan itulah salah satu alasanku kehabisan uang. Uang yang tersisa hanyalah dua pound. Sejumlah uang yang sangat aku butuhkan untuk pulang. Dan sejumlah uang yang sangat dibutuhkan sesosok ibu yang memelas di hadapanku.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Khitbah



Rabu, 8 Agustus 2012

Saat membaca judul ini, mungkin sebagian orang akan berpikir aku sudah mengkhitbah atau melamar Mariam. Sebelum rasa kecewa menghinggapi diri pembaca, aku katakan bahwa tulisan ini bukan bercerita tentang hal itu.

Aku hanya ingin menumpahkan kekecewaanku kepada orang-orang terdekatku yang terkadang belum mengerti aku. Saat aku berbicara lewat telepon salah satu keluargaku berkata, “Bagaimana Mariam? Sudah ditembak?” seketika itu juga aku muak dan jijik mendengar kata-kata itu(maaf).

Hal itu pun terjadi sebelumnya, saat aku dekat dengan Kheloud tiba-tiba ada sms dari salah seorang keluargaku, “Kheloud sudah ditembak?” aku langsung melempar ponselku ke kasur dan aku hapus segera. Kata-kata itu sungguh membuatku jijik(maaf). Bagaimana mungkin prinsip keluargaku sudah seperti ini? Bukan prinsip islami yang kini menghiasi kami.

Mereka menghalalkan pacaran yang sudah jelas-jelas dilarang agama. Bukankah ayat al-qur’an dan hadits nabi melarang keras untuk berpacaran? Jika kedua hal itu saja mereka tinggalkan, kepada apa lagi mereka berpedoman menjalankan agama ini.

Aku teringat kejadian beberapa tahun yang lalu saat aku masih di Indonesia. Ibu berkata,” ini dari siapa, dari pacarmu ya din?” Astaghfirullah..!! ingin rasanya aku menegur orang yang membesarkanku itu, namun kenapa aku tak mampu?

Ibu seolah-olah menghalalkan pacaran dan begitu senang jika aku mempunyai pacar. Aku sedih. Bahkan ibu pun mempunyai pikiran seperti itu. Seolah perjuanganku untuk tidak pacaran tiada artinya.

Jika aku mau, aku sudah pacaran berkali-kali dan mantanku sudah tersebar dimana-mana. Sudah banyak perempuan yang PDKT denganku mulai mengirimi salam sampai secara terang-terangan mengatakan suka lewat sms dan surat. Namun aku tetap teguh menjaga prinsipku, aku tidak ingin pacaran sekalipun. aku tidak ingin melawan syariat Allah.

Aku akui sungguh berat untuk tidak pacaran. Saat melihat orang pacaran kita juga ingin merasakannya. Saat mengetahui perempuan-perempuan dihadapan kita secara terang-terangan menyatakan suka. Tinggal satu langkah lagi kita bisa pacaran namun aku menolak dengan alasan syariat. Rasa menyesal ini… pasti akan digantikan oleh Allah nantinya dengan keindahan.

Apa yang membuatku bertahan untuk tidak berpacaran sampai saat ini? Tentu saja karena istri masa depanku. Aku ingin orang yang menjadi kekasih pertamaku adalah istriku, aku ingin menyerahkan seluruh diriku hanya untuk istriku.

Aku tak ingin suatu hari nanti tiba-tiba aku mulai merindukan mantan, dan membanding-bandingkan  antara istri dan mantan-mantanku. Kalian tahu? Hal itu sungguh menyakitkan hati perempuan. Aku tak ingin melakukannya. Maka satu-satunya cara menghindari hal itu adalah TIDAK PACARAN. Jika kita tidak pernah pacaran bagaimana mungkin kita membanding-bandingkan istri kita dengan mantan-mantan kita?

*******

“Lha terus kalau belum ditembak statusnya belum jelas donk?” lagi-lagi pertanyaan membuat diriku muak.

Di dalam agama kita status itu ada tiga: Lajang, menikah, dan duda/janda. Tidak ada dalam kamus agama kita status berpacaran.

Jika mereka berpikir tanpa adanya status, orang yang kita kasihi akan lenyap atau lari ke pelukan orang lain, toh meski dengan pacaran tidak menutup kemungkinan pasangan kita akan lari ke pelukan orang lain bukan?

Perasaan cinta kepada Mariam ini, aku tak ingin menodainya. Aku tak ingin mengotorinya dengan pacaran, dengan sesuatu yang dilarang al-qur’an dan hadits. Aku ingin mensucikan rasa cinta ini. Aku ingin mencintainya dengan cara benar, dengan cara yang dihalalkan oleh Allah, yaitu dengan mengkhitbahnya dan menikahinya.

*******

Sekarang aku baru mengetahui bagaimana rasanya menjadi seorang lelaki yang ingin melamar perempuan. Selalu terbayang wajah “mengerikan” kedua orang tuanya. Dan selalu terbayang penolakan dari kedua orang tuanya. Hal ini yang membuat si lelaki selalu menunda berkunjung ke rumah orang tua si perempuan.

Dan beruntungnya Mariam memperkenalkan aku dengan keluarganya. Sehingga rasa takut menghadapi orang tua lenyap sudah. Aku tidak tahu secara mendetail bagaimana kronologi keluarganya sampai mau meluangkan waktunya untukku. Apa mungkin Mariam cerita panjang lebar tentang diriku kepada orang tuanya? Sehingga mereka penasaran dengan sosokku?

Untuk cuprit (jika membaca tulisan ini), mungkin S juga mengalami apa yang aku rasakan. Takut membayangkan sikap dan penolakan dari orang tuamu, padahal belum tentu kan orang tuamu seperti itu.

Mungkin kamu bisa memakai cara Mariam. Kamu cerita tentang S kepada orang tuamu. Sedikit banyaknya orang tuamu pasti penasaran dan ingin melihat sosok S.

ini salah satu cara untuk menanamkan kepercaya diri kepada S dan cukup membantu S menentukan langkah selanjutnya dengan segera. Kalau rasa nyaman sudah terjalin antara S dan keluargamu, dia akan semakin  mudah menentukan langkah. Insha Allah.

*******
Dan… saat satu keraguan musnah, timbul keraguan yang lain. Saat bayang wajah dan penolakan dari orang tua Mariam lenyap di benakku, timbul keraguan yang lain. Apakah orang tuanya rela melepas anaknya kepadaku?

Meski mereka begitu ramah kepadaku dan mereka menganggapku sebagai anak mereka, namun apakah mereka rela menjadikan aku sebagai suami Mariam? Orang seperti aku yang pengetahuan agamanya masih rendah, yang menghidupi diri sendiri saja masih sulit. Mereka pasti tidak tega melihat Mariam hidup dalam kemiskinan. Apalagi Mariam adalah seorang calon dokter gigi, tentu aku sebagai seorang suami harus mensupport dia, harus bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, harus menyekolahkan dia sampai jenjang yang paling tinggi.

Rasa percaya diriku sedikit memudar, namun aku tetap pasrah kepada Allah. Dia yang maha membolak-balikkan hati. Dia yang Maha Pemberi Rizky. Jika Mariam adalah perempuan yang terbaik menurutMu Ya Allah, jika dia perempuan yang membuatku dekat kepadaMu Ya Allah. Jadikanlah dia pasangan hidupku ya Allah… terangilah jalan pernikahan kami. Amiin.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

abcs