Senin, 13 Agustus 2012 (25 Ramadhan )
Saat itu, aku tak menyadari kalau Mariam mengirimiku sebuah
pesan. Aku terlambat, terlambat membuka pesan itu…
Salam
Zain! Bagaimana kabarmu? Alhamdulillah keadaanku baik-baik saja. Keluargaku
sangaaat menyukaimu. Mereka bercerita pada anggota keluargaku yang lain kalau
ada seorang pemuda Indonesia yang sangat sopan, baik dan agamis.
Kami ingin bertemu denganmu lagi Zain! Bisakah kamu
berbuka puasa di sini lagi, sholat Tarawih dan Tahajjud di sini ?
Bisakah kamu tinggal bersama kami sepanjang malam di
sini ? apa tidak apa-apa kamu tinggal jauh dari asrama dan temanmu ?
Aku baru
membukanya satu hari setelahnya, dan baru membalasnya dua hari setelahnya (15
Agustus). Banyaknya kegiatan membuatku tidak bisa membuka e-mail setiap hari.
dan sampai akhir Ramadhan aku tidak bisa bertemu Mariam kembali…
Aku membaca pesan itu berkali-kali. Tak bosan-bosannya aku
memandang tulisan itu. Keluarga Mariam
menyukaiku, sampai mereka begitu antusias menceritakan sosok diriku. Hatiku
luluh.
Namun satu sisi
aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Kepribadian sopan, baik dan agamis
itu ? apa itu sungguh kepribadianku? Atau hanya topeng yang aku pasang
saat berada di depan mereka?
aku tak ingin jika kepribadian itu hanyalah topeng, aku tak
ingin topeng itu selalu aku pakai di depan mereka. Aku juga tak ingin tersiksa
karena selalu berusaha menjadi orang lain. Aku ingin nyaman bersama mereka
dengan diriku seutuhnya.
Tahukah kamu kawan, pertemuanku dengan Mariam sedikit
merubah jalan hidupku, seolah dia mampu mendekatkan aku kepada Allah. Tidak
hanya Mariam namun keluarganya juga. Padahal mereka tidak pernah menceramahiku
juga tidak pernah memberiku tausiah maupun sebagainya.
Hanya dengan memikirkan mereka, seolah aku ingin berlama-lama
tenggelam dalam lembaran ayat al-Qur’an, ingin berlama-lama duduk di masjid,
ingin berlama-lama berdiri menunaikan sholat sunnah.
Dan sepertinya Allah pun turut meluruskan langkah kita. Saat
kita pergi ke kajian dan berjanji bertemu berdua usai kajian, ada saja yang
menghambat kita untuk berduaan. Entah ponsel kita rusak dan tidak bisa
menentukan ke tempat mana kita akan bertemu. Dan akhirnya kita pulang
sendiri-sendiri tanpa bertemu sebelumnya.
Namun saat Mariam mengajak Salma, adiknya untuk ikut kajian,
akhirnya kita bisa bertemu bertiga. Allah menjaga kami, DIA tidak ingin kami
berduaan, karena jika dua orang yang bukan mahram bertemu, akan muncul
orang ketiga yaitu Syaitan (hadits nabi).
Dan aku berpikir
apakah itu arti cinta sesungguhnya? Cinta yang yang mampu mendekatkan seorang
hamba kepada PenciptaNya?
Zhie
Posting Komentar