Acara Tunangan




Malam ini, aku menghadiri acara tunangan R. aku sempat tersesat beberapa kali, karena Metro, kereta bawah tanah di dekat rumahnya ditutup karena adanya kerusuhan. Aku harus berjalan beberapa kilo namun selalu tersesat di metro lain (Oum El Masrieen).

Aku takut, takut tidak bisa melihat wajah bahagianya. Aku tanya beberapa pejalan kaki, namun hasilnya Nihil. Dan tak henti-hentinya lidah ini berdzikir menyebut namaNya. Adzan isya pun berkumandang. Aku sholat di Metro. Dua rakaat pertama dadaku terisi jeritan dan tangisanku padaNya. Aku ingin melihatnya Ya Allah . . . ingin melihatnya sekali lagi . . .

Dan keajaiban pun datang, seorang bapak tua memegang tanganku, aku tidak tahu siapa dia sebelumnya. Dia hanya tanya darimana asalku, aku menjawab dari Indonesia. Dia langsung memegang tanganku sambil berjalan beberapa kilo. Aku melihat tubuh gemuk itu sudah mulai keletihan, saya berkata kalau saya bisa berjalan sendiri namun da menolah, bapak berparas bijak itu masih menggandeng tanganku.

Setibanya di depan jembatan dia berkata, “kamu lihat jembatan itu,” ucapnya sambil menunjuk suatu jembatan. Kalau kamu lewat ke atas kamu akan berada di Metro. Namun, jika kamu melewati bawah jembatan, akan ada tangga ke atas. Kamu akan menemukan jalanmu di sana.”

Benar, saat melewati jembatan itu pikiranku terbuka. Dan langsung mengetahui jalan mana yang seharusnya aku ambil.

Aku memasuki rumah R. terlihat hiasan balon dan ucapan selamat.dimana-mana. Banyak orang yang tak dikenal disana. Keluarga jauhnya berdatangan. R lama sekali turun dari lantai dua, lama untuk berdandan. Aku sempatkan untuk mengobrol dengan Tom.

Badan Tom amat tinggi, mungkin lebih dari 2 meter. Aku mengobrol dengannya. Dan aku hampir tak bisa memahami bahasa Inggrisnya. Seperti berbicara bahasa Inggris melewati hidung. Jadi inikah aksen bahasa inggris penduduk asli.

Saat menonton film barat, aku masih bisa memahaminya walaupun tanpa teks. Namun kali ini, aku hanya bisa menangkapnya beberapa. Bagaimana dengan Mariam? Apa dia mampu berbicara dengannya? Sepanjang aku tahu, bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus terutama dalam hal listening.

Aku bisa katakan keluarga ini sangat berani dan luar biasa. Keluarga R hampir semuanya tidak bisa berbahasa Inggris. Kecuali ayahnya tentunya. Beliau sudah beberapa kali berkeliling Eropa.

Aku memikirkan ratusan bahkan ribuan kali saat memikirkan untuk menikahi R. Tentang bagaimana cara dia berkomunikasi dengan keluargaku, karena keluarga kami jarang yang bisa berbahasa Arab dan Inggris dan bagaimana caraku bergaul dengan adik-adiknya yang selalu berbicara bahasa Amiyah.

Juga aku berpikir, jika aku menikahinya, bagaimana karir dokter giginya? Sangat sulit jika dia harus bekerja di Indonesia karena dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Juga mendengar kalau dia bermimpi untuk bekerja sebagai dokter di pemerintahan (PNS). Mendengar semua itu, aku berpikir ribuan kali untuk mencari solusinya, apakah aku harus tinggal di Mesir?

Namun, melihat mereka berdua, sirna sudah pikiran-pikiran yang sempat aku bangun untuknya. Tom tidak bisa berbahasa Arab juga Mariam pun belum terlalu bisa berbahasa Inggris. Namun kulihat keluarga mereka bahagia-bahagia saja. Dan sempat aku tanya bagaimana rencananya untuk bekerja di pemerintah? Dia berkata mungkin hanya dua tahun bekerja di Mesir. Selanjutnya dia dan Tom akan pindah ke Birmingham. Meninggalkan mimpi dan impiannya.

Dari melihat mereka berdua, aku akhirnya mendapat pengalaman kalau bahasa dan pekerjaan tidak menjadi masalah. Asalkan mempunyai keinginan untuk menikah dan berani untuk melakukannya secepat mungkin itu sudah cukup.

*******

Dan seperti yang saya duga. Mereka bertemu di situs perjodohan muslim dunia, Muslima(dot)com. Karena tidak mungkin R mau langsung menikah dengannya jika hanya berkenalan lewat facebook.

Melihat kepribadian R, saya yakin dia akan melakukan hal seperti itu. Sayangnya aku kurang peka. Karena dimanapun usai kelulusan kuliah yang diinginkan hampir setiap wanita adalah menikah.

Esoknya, Tom akan mengucapkan Syahadat di masjid al-Azhar. Aku masih sedikit bingung bukankah dia sudah masuk Islam, kanapa mengucapkan Syahadat lagi? Benarkah ini yang kedua kalinya atukah dia bari masuk Islam setelah bertemu Mariam, dan esok adalah deklarasi Syahadat pertama kalinya bagi dia?

R dan Tom mengingatkan pada ibu Aisha di novel Ayat-Ayat Cinta. Yang mana ibunya seorang dokter yang cerdas, muda dan cantik namun memutuskan menikah dengan seorang bapak-bapak yang baru memasuki Islam. Dia menikah untuk da’’wah. Menikah untu menunjukkan cahaya Islam pada suaminya.

Aku bisa mengerti jika alasannya seperti itu, jika ada perempuan muallafah datang kepadaku, mungkin aku akan melakukan hal serupa. Meninggalkan R dan menikahi perempuan muallafah itu demi agamaku.

Malam itu, aku belum pernah melihat R senyum selebar itu, gigi yang dihiasi kawat gigi terlihat oleh mata ini. Saat denganku, dia tidak pernah senyum selebar itu. Selalu tersenyum tanpa harus memperlihatkan gigi pputihnya. Ataukah, kali ini dia senyum selebar itu karena ada kawat gigi itu?

Malam itu, entah kenapa tak ada rasa kesedihan di hati ini. Yang ada hanyalah kebahagian melihat R dan Tom duduk berdampingan. Terima kasih Allah, aku tahu Engkau yang menolongku membahagiakan perasaanku ini.

Ibu R mempromosikan diriku pada anggota keluarga lainnya, bercerita tentang kepribadianku, kelembutanku dan hal lainnya. Mereka terkesima melihat penjelasan ibu, mereka seringkali berucap SubhanAllah, MashaAllah saat mendengarkan penjelasan tentang diriku. Aku hanya tersipu malu.

Sepulangnya dari rumah R. Saat berjalan menuju asrama. Suasana malam yang sunyi dan dingin mengingatkan kenanganku bersama R. Sekitar setahun yang lalu, saat itu sedang musim ujian dan dia datang ke asramaku. Melihat kondisiku dan asramaku. Mungkin itu pertama dan terakhir kalinya dia mengunjungi asramaku. Saat itu dia mengenakan sweater merah. Aku berniat mengajaknya ke restoran Cina dekat asrama dan dia berkata, “Tidak sekarang Zain. Namun aku yakin pasti bisa ke sana setengah tahun dari sekarang.” Saat ini, sudahkah dia mengunjungi restoran itu, karena setahun sudah terlewat.

Juga saat kita dan teman-teman makan Kusyari usai acara di yayasan Jepang. Aku membayar makanan R juga lantas dia berkata, “Zain, aku tidak suka seperti itu.” Dan akhirnya kita selalu membayar makanan kita sendiri-sendiri.

Juga saat kita belajar bersama di masjid Al-Kautsar, Maadi. Belajar tentang kristologi dan cara mengislamkan orang non-muslim. Sepulangnya, kita naik taksi bersama di malam hari, dan bergantian membayar taksinya.

Beruntungya dirimu Tom. Mendapatkan berlian seberharga R.

Saat aku berbincang dengan Tom beberapa saat dan melihat gestur tubuhnya, akhirnya aku tahu kenapa R memilih Tom. Salah satunya karena kepribadiannya. Ya, kepribadian. Kepribadian yang sama persis dengan . . . diriku.

»»  Baca Selengkapnya...

Apa Lagi Kali Ini . . .



Karena banyak mahasiswa Indonesia di Mesir yang mengetahui blog ini, saya akan memberi privasi pada beberapa nama. saya takut akan menjadi sebuah kehebohan di Mesir. takut akan "ocehan2" itu akan berbalik menyerang hati dan ikatanku pada beberapa orang.

R akhirnya bertunangan, dengan seorang muallaf dari Birmingham. Pada Jum’at, 20 Februari 2013. Aku sedikit terkejut dan perasaanku . . . sedikit sakit. Ya cuma sedikit.

Mungkin ada efeknya juga ejekan teman-teman yang mengatakan kalau R tidak cantik dan jelek. Komentar teman-teman membuat perasaanku padanya berkurang. Dan wajah R pun cepat tua, orang-orang selalu berkomentar, “kok lebih muda kamu, Zain?” “kok pacarmu kayak emak-emak?” namun, saat itu aku berusaha menerima dia apa adanya namun tetap saja, perasaan itu sedikit demi sedikit memudar.

Dan saat menerima berita R, hatiku tidak terlalu banyak tergores. Atau mungkin, karena sudah ada seseorang lagi yang diam-diam hadir di hatiku, sehingga rasa itu tidak terlalu sakit. (akan kuceritakan masalah ini di tulisan berikutnya)

Namanya Thomas, seorang pemuda yang baru memeluk Islam bulan Mei lalu. Dan baru berkenalan dengan R bulan Agustus lalu lewat internet. Akupun sedikit kurang percaya kenapa baru 4 bulan berkenalan mereka berdua langsung bertunangan. Dugaanku, mereka bertemu di situs perjodohan antar muslim. Ini baru dugaankuku, tapi ketepatannya sangat besar.

Logikanya, jika kamu seorang perempuan, muslim sejak lahir dan ada seseorang muallaf yang tinggalnya amat jauh dari negaramu meminangmu, akankah kamu menerima pinangannya? Sedangkan kalian baru sekedar kenal lewat online. Pasti tidak bukan?

Kamu pasti berpikir dan mengalami keraguan yang besar apa benar dia masuk Islam? Jangan-jangan dia berkedok Muslim agar bisa menikahi wanita muslimah. Kamu juga berpikir ribuan kali karena kalian tinggal di negera yang amat berjauhan, kalau ada apa-apa pasti tidak bisa mengadu ke orang terdekat. Dan kesimpulanku, mereka bertemu di situs perjodohan muslim.

Sedikit teringat masa-masa itu, tahun lalu aku termotivasi untuk rajin ke kuliah karena dia, karena keluarga Mesirku juga. Karena aku ingin membanggakan mereka.

Namun, Allah berkata lain. Tahun ini, beberapa “ujian” menimpaku bertubi-tubi. Kegagalanku di kuliah dan R yang bertunangan.  apa yang Allah inginkan kali ini?

Namun, aku masih menanti. Menanti maksud dan hikmah Allah. Jika memang ujian-ujian ini bisa mencuci bersih diri ini, aku terima ya Allah. Asalkan Engkau masih ada di sampingku. Memberiku ketegaran.

NB : ada untungnya juga lho R bertunangan. Yaa aku masih belum selesai ujian, sementara dia sudah bekerja. Terlalu lama kalau dia menungguku. Lebih baik seperti ini. Membuat orang lain menunggu itu sesuatu yang menyiksa.
ada hal lainnya, Februari besok ada festival. Tentu saja aku akan berpartisipasi di dalamnya Insha Allah. Namun aku tidak akan bisa malakukan hal maksimal di festival itu. Karena aku harus jaim, bagaimana kalau R dan ibu R mengetahui hal ini? Karena mereka kurang suka saat aku menjadi cosplayer, singer ataupun butler. Well, karena R sudah bertunangan aku tidak harus jaim lagi Yeaa!!
»»  Baca Selengkapnya...

MAC

Add caption


Well, karena banyak kesibukan di luar . . .
mengajar bahasa Inggris dan kursus bahasa Perancis . . .
juga mengikuti MAC (Model America Congress) . . .
aku jarang menginap di asrama, aku sering mengiap di luar, rumah teman-teman . . .
kalaupun menginap di asrama, aku tak bisa menulis karena keyboard laptopku bermasalah . . .

aku sedikit cerita tentang MAC.
yep itu adalah simulasi tentang kongres di Amerika.
bergabung di situ seakan-akan kita menjadi DPR-nya Amerika . . .
aku memilih menjadi bagian Yudisial atau kehakiman . . .
mengurusi hal-hal yang berbau kemanusiaan . . .

untuk bergabung ke tim itu, kita harus dites terlebih dahulu . . .
melewati setumpuk pertanyaan dan soal . . .
di antara ratusan pendaftar, hanya kitalah yang diterima . . .
Alhamdulillah!!

sebelum Hari Raya Idul Adha . . .
seseorang menelponku . . .
menyuruhku untuk datang ke Universitas Kairo . . .
ada tes dan interview . . .

suasana begitu ramai saat itu . . .
beberapa pemuda-pemudi Mesir mengenakan pakaian berwarna biru bertuliskan MAC . . .

aduh . . .
kok jadi malas nulis . . .

intinya 2-3 minggu setelah Hari Raya Idul Adha . . .
mereka menelponku kembali dan bilang kalau saya diterima Alhamdulillah!
dan pertemuan pertama kita lakukan pada hari Jum'at, 22 November 2013 dari jam 2 siang sampai malam .
aku satu-satunya orang Asia di kelas itu! ^_^

. .
Add caption
Add caption

Add caption

»»  Baca Selengkapnya...

Apa, kali ini . . .


          
     Lagi . . . perasaan tidak enak itu muncul di dadaku. Setelah sekian lama terkubur kini menyeruak memunculkan sosoknya. Sosok yang tak terlihat dan tak bisa di sentuh, Rasa Gelisah. Begitu dalam dan tidak nyaman.

               Hari ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tempat kuliah, setelah libur panjang. Meminta tanda bukti kuliah untuk pengurusan visa. Bertemu lagi bapak Syu’un (bagian kemahasiswaan) yang acuh, keras dan tak mau mendengarkan alasan. Begitu sakit hati ini. Dia langsung membalikkan muka, badan dan kursi. Tak mau mendengarkan keluhan mahasiswa, tak mau repot. Tak lupa dia meluncurkan ejekannya saat kita pergi.

               Bapak itu juga yang tak mau memberikanku surat izin untuk Umroh. Bapak jangkung kurus dengan rambut tipis keputihan. Yang sangat terkenal dengan kecuekan dan keacuhannya.

               Entah inikah yang namanya trauma atau apa, hatiku berat untuk melangkahkan kaki kembali ke tempat kuliah. Tahun pertama dan kedua aku trauma karena selalu diejek dan disiksa mahasiswa Mesir. Mereka sungguh tak beradab memperlakukan mahasiswa asing. Membuatku jarang masuk kuliah. Dan di tahun itu, aku terlalu sibuk dengan organisasi di luar kuliah, membuat pikiranku terpecah dan tidak bisa fokus kuliah. Namun, di tahun-tahun itu, Allah masih mengizinkan aku untuk lulus.

               Tahun ketiga, aku mulai bosan menjadi orang biasa. Aku ingin ingin meraih predikat Mumtaz (Cumlaude). Di tahun itu, aku menanggalkan semua organisasi. Aku tak lagi disibukkan dengan kegiatan di luar. Dan frekuensi kehadiranku ke tempat kuliah semakin meningkat. 

Tahun ajaran baru, aku menjadi orang Asia pertama yang hadir di kuliah, mahasiswa masih sedikit yang hadir saat itu, dosen pun tak semua hadir, mungkin atmosfer liburan masih membekas di jiwa mereka. Meski begitu, aku tetap setia menunggu meski kelas kosong.

Di tahun ketiga, aku lebih sering mencatat perkataan dosen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saat itu, pertama kalinya diri ini merasakan cinta pada Al-Azhar dan Universitasku. Begitu menyenangkan melangkahkan kaki ke kuliah, begitu damainya mendapat ilmu baru.

Saat teman-teman dan ibuku berangkat Umroh, tak lupa aku titip do’a kepada meraka. Untaian doa untuk akademisku. Aku ingin meraih Mumtaz di sisa tahun ini.

Saat ujian berlangsung, aku terlihat agak santai dari tahun sebelumnya. Karena buku diktat kuliah sebagian sudah aku habiskan. Aku sudah mempelajarinya jauh-jauh hari. Saat masa ujian aku mengulangi beberapa bab yang mungkin terlupa. Aku melihat sekelilingku, teman-teman seperti kesulitan karena tak terlalu siap menghadapi ujian.

Hari itu, saat ujian berlangsung, masjid asrama tiba tiba penuh sampai keluar. Di hari-hari biasa begitu sepi. Mungkin hanya terisi beberapa shaf, tak sampai keluar masjid. Di hari itu, aku tak lupa mendoakan teman-temanku agar lulus ujian. Karena malaikat akan mendoakan kita hal yang serupa saat kita mendoakan orang lain.

Dan hasil ujian pun keluar, aku tak lulus. Hatiku perih. Aku tanya kenapa, namun aku belum menemukan jawabannya sampai sekarang. Logikaku saat ini tak mampu memecahkan “arti” di balik semua ini.

Di tahun pertama dan kedua, saat aku jarang masuk kuliah, jarang mencatat penjelasan dosen, dan tak pernah belajar kecuali malam sebelum ujian, namun, Allah memberikan aku kelulusan.

Namun, saat ini, saat aku berkorban menanggalkan semua organisasi, saat aku sering ke kuliah dan mencatat penjelasan dosen, saat aku mulai menyukai universitasku, saat aku dengan tulus mendo’akan kelulusan teman-temanku, saat aku mempunyai tujuan untuk meraih nilai sempurna. Allah mengujiku.

Begitu berat aku menerimanya. Kenapa begitu terbalik? Kenapa saat aku berusaha lebih, Allah malah berkata sebaliknya?

Hari ini, saat aku mengunjungi kuliah, aku tak lagi merasakan kesenangan yang aku alami sebelumnya. Mungkin, aku mengalami trauma. Melangkahkan kaki di kuliah begitu memberi beban bagi mentalku.

Entah apa yang Allah ingin tunjukkan kepadaku, kali ini . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Hhhh . . .

Sedang malas menulis . . .
ada banyak ide dan cerita yang ingin segera aku tuangkan . . .
namun, entah . . .
mulai bosan berlama-lama duduk di layar laptop sambil mengetik beberapa untaian kata . . .
entah sampai kapan . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Cecap Kegagalan

Rabu, 21 Agustus 2012

               Seorang paman sibuk mencari kunci di rak meja. Kosong. Dia hampir menutup rak itu namun ada kunci yang terselip. Dia mengambil kunci itu dan membuka lemari di sampingnya. Mengambil sebuah buku yang entah ada angka sebagai judulnya. Aku tak melihatnya dengan jelas angka-angka itu. Atau lebih tepatnya aku tak begitu mepedulikannya.

                “Berapa nomor bangku ujianmu?” paman itu bertanya

                Aku tak begitu mengingat pasti nomor bangku ujianku. Kalau tidak salah, “4329, Paman.”

                “Nama kamu , Austchi Chlor?”

                Aku berpikir, nama bangsa mana itu? “Bukan,Pak. Tapi Muhammad Zainuddin.”

                “Kamu membawa 5 Mata Kuliah, dan ini mata kuliah yang kamu bawa . . .”

                Paman itu menyebut Mata kuliahku yang bernilai jelek. Pikiranku kosong mendengar pernyataan paman itu. Dan kakiku seakan tak bernyawa dan mulai limbung. Allah, apa aku tidak lulus tahun ini Ya Allah…

                Aku meminta paman itu mengulang mata kuliahku yang bernilai jelek. Aku merasakan sedikit heran saat paman itu mengucap. Mata kuliah yang aku anggap biasa, kenapa aku gagal. Sedangkan mata kuliah yang aku anggap sulit, malah lolos.

                Aku meninggalkan kuliah, berjalan tanpa adanya kesadaran di benakku. Aku tak berhasrat memberhentikan angkutan umum. Aku hanya melihat angkutan umum itu bersliweran sesuka hati. Aku tak memiliki daya untuk sekedar mengangkat tangan tuk menghentikan mobil.

                Hasil ujian fakultas lain sudah ditempel. Teman-teman Asramaku semuanya lulus. Dan tinggal fakultasku yang nilainya belum ditempel. Karena rasa penasaran terus memburuku, aku akhirnya bertanya pada paman yang bekerja di kuliah. Entah dia bekerja sebagai cleaning service atau tukang penjual teh. Sudah menjadi rahasia umum, kalau hasil ujian belum ditempel, kita bisa meminta paman-paman itu untuk memperlihatkan nilai kita.

                Aku sampai di asrama. Semua temanku berwajah ceria. Beban yang dulu menghimpit mereka akhirnya terlepas, berganti senyum bahagia. Namun, berbeda dengan aku. Aku memaksa topeng wajahku melukis senyum bahagia. Namun, jauh di lubuk hatiku, aku menyimpan beban berat. Hatiku teriris.

                Aku tak ingin menangis di hadapan mereka. Aku juga tak ingin memasang wajah sedih pada mereka. Aku tak ingin membuat mereka sedih karena kepiluan yang aku alami. Menjadi lelaki itu begitu sulit, tak bisa menangis di depan orang banyak. Tidak bisa jujur pada kesedihan diri.

                Aku juga merasakan hal itu pada kakakku. Menyimpan semua kepiluan sendiri. Selalu bersikap tenang di hadapan kita. Karena dia sadar kalau dia adalah anak tertua. Jika si sulung saja goyah, bagaimana nasib adik-adiknya.

                Aku yang paling tua di antara teman asrama, dan hanya aku yang gagal. Memalukan bukan, aku tak bisa menjadi contoh yang baik.

                Saat ini, aku sudah mendapat beasiswa. Aku juga sudah tinggal di asrama yang makan dan tempat tinggal gratis. jika aku gagal, semuanya akan lenyap. Beasiswa dan asramaku terancam. Ya Allah, apa aku harus membebani keluargaku lagi?

                Dan tiba-tiba aku terbayang keluarga Mariam yang mendo’akan kelulusanku. Hatiku semakin teriris. Aku tak sanggup melihat bagaimana ekspresi wajah mereka melihat kegagalanku. Mereka pasti kecewa. Aku menghianati kepercayaan mereka. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Saat kesedihan itu datang, yang ada dipikiranku hanyalah Allah, Allah dan Allah. Hanya dengan mengingatNya hatiku bisa tenang. Hanya dengan mengucap namanya, kesedihanku berangsur reda.

                Kadang aku berpikir, kenapa kegagalan itu datang saat aku mulai bisa berdiri. Kenapa saat aku tak lagi bersama keluarga dan mereka yang bisa mendorongku dan membangkitkanku kembali? Kenapa bukan saat sekolah menengah pertama atau di bawahnya?

                Semenjak TK sampai SMA, aku selalu menyabet peringkat atas. Dan aku sama sekali tak mengira saat aku sudah sampai di atas, kini aku jatuh terperosok ke lubang yang dalam. Dalam dan gelap. Apakah Allah ingin mengajari aku tentang kegagalan? Kenapa harus sekarang, saat resiko besar akan menimpaku. Kenapa bukan saat aku masih belia, saat resiko-resiko masih kecil dan belum berkembang.

                Kegagalan saat kita berada di atas jauh lebih menyakitkan.

                Kini, aku tak mempunyai muka menghadapi wajah teman-teman, Mariam dan keluargnya. Ayahnya seorang akademisi, pasti dia kecewa berat denganku. Dan Mariam akan bekerja tahun ini, tentu tak mungkin baginya menungguku terlalu lama. Aku juga tak mungkin memaksanya.

                Namun, aku teringat kata seseorang, “Untuk bisa memiliki hati seseorang, tak perlu meminta orang tersebut. Kita hanya perlu meminta kepada Allah, Sang Pemilik Hati.”


                Dan sebagaimana firman Allah yang entah terletak di surat mana (aku lupa), “Jangan berputus asa dengan Rahmat Allah.” Selama nilai ujian belum ditempel, aku tak ingin berputus asa. Allah juga melarangku untuk berputus asa. Aku mencoba menyimpan secercah asa di hatiku. Mungkin saja yang dilihat paman itu bukan namaku, atau mungkin itu bukan nilai akhir yang kemungkinannya bisa berubah. Aku masih menggantungkan harapan kepadaMu Ya Allah. Dan Menanti keajaibanMu datang menyapaku.

»»  Baca Selengkapnya...

Kenangan Lalu

           
    Ramadhan 2013 ini, Yusuf tak lagi bersama kami. Dia berlibur ke Indonesia. Tiba-tiba, kenanganku bersamanya begitu merebak, memenuhi momoriku.

                Saat itu, aku teringat dia menjadi salah satu Kru Informatika. Di awal Ramadhan, aku menemaninya shalat Tarawih di al-Azhar. Dia ada janji dengan kru lain di tempat itu. Aku masih bisa merasakan dinginnya lantai masjid AL-Azhar saat itu. Aku duduk di bangku panjang dan memandangi gemintang yang bertaburan.

                Di Ramadhan lain, aku menemaninya Sidang Redaksi. Kami terlambat. Atau lebih tepatnya, kami sengaja memperlambatkan diri. Karena kami tahu, acaranya pasti molor. Kami sholat Maghrib di masjid kawasan Rab’ah yang saat ini begitu ramai dan terkenal karena terjadinya demo dan pembunuhan. Memikirkan suasana tahun lalu, kawasan ini begitu damai. Di masjid itu, ada seorang dermawan yang mengajak kita berdua berbuka. Kami tak menolaknya, karena kami belum berbuka sama sekali. Dan mungkin itu hari keberuntunganku, selama bertahun-tahun di Mesir baru kali itu aku memakan Bebek.

                Ramadhan tahun lalu, aku habiskan tunggal di lantai lima, tempat tinggal Yusuf dan teman-teman lain. Merepotkan penduduk sana. Sahur dan berBuka di sana.

                Aku juga ingat masa-masa itu, saat kita beberapa kali pergi ke Restoran Cina, yang selama Ramadhan buka setelah Ashar sampai Subuh. Saat itu, kita mencoba menu-manu baru yang belum pernah kita pesan sebelumnya.

                Dan beberapa kali kita pergi ke SIC (Sekolah Indonesia Cairo). Saat Ramadhan tiba, para pejabat KBRI mengundang para mahasiswa untuk shalat Tarawih berjama’ah. Dan setelah itu akan dihidangkan makanan Indonesia seperti Bakso, Soto, Pempek, Siomay, Mi Ayam, dan lain-lain.

                Saat itu, yang ada di pikiran (Kebanyakan)Mahasiswa, adalah menu makanannya. Kalau menurut aku, aku lebih nyaman sholat Tarawih di masjid Mesir karena bacaannya panjang dan lebih menenangkan.

Namun, menu makanan yang disediakan pejabat KBRI menggiurkan. Aku dan Yusuf pun ikut terlena. Saat mendengar menu hari itu Pempek atau Siomay, dengan semangat “Tukang Becak” kita langsung mengikuti rombongan yang pergi ke SIC. (Derita Mahasiswa Mesir -_-)

Saat kepulangannya ke Indonesia, dia sengaja tak memberitahukan orang banyak. Dan memilih untuk pulang tengah malam. Dan saat itu, Aku ketiduran. Aku terbangun, dan Yusuf lenyap. Di kamarnya tak ada koper besar, tak ada lagi laptop tempat kita menonton Kamen Rider bersama. Ya Allah, aku membayangkan betapa kesepiannya dia saat itu. Pergi tengah malam tanpa ada yang menemani. Kenapa dia tak membangunkan aku saat itu.

                Dan Ramadhan 2012, aku pertama kalinya berkunjung ke Rumah Mariam dan bertemu kedua orang tuanya secara langsung. Aku melakukan persiapan yang matang sebelum pergi ke sana. Beberapa hari sebelumnya, aku mencari masjid yang Tarawihnya dua jam. Persiapan kalau Tarawih di rumah Mariam lebih lama dari itu. Sangat memalukan jika aku tidak kuat berdiri selama itu. Memalukan bagiku yang seorang Muslim, juga memalukan bagiku sebagai satu-satunya orang Indonesia.

                Dan Ramadhan itu juga aku mengalami penyesalan yang mendalam. Saat itu, mungkin seorang temanku di Indonesia sedang membutuhkanku. Namun, karena koneksi internetku yang lemot, juga karena saat itu aku pergi bersama Yusuf, entah kemana. Ke Saraj mall atau ke SIC, aku lupa.

                Saat Idul Fitri menyapa, dia sudah menikah dan mengundangku ke acara resepsi pernikahannya. Saat itulah aku mengalami penyesalan yang mendalam. Mungkin Ramadhan itu, dia ingin berkonsultasi padaku. Namun, aku kurang peka. Dia dilamar saat Ramadhan dan menikah saat Idul Fitri. Di awal, dia ragu tentang kesetiaan suaminya. Namun, sekarang keraguan itu hilang. Dan dia terlihat bahagia sekarang. Aku turut merasa tentram.

                Di Ramadhan 2012 juga, seorang teman berbagi keluh kepadaku. Bertanya apa yang mesti dilakukan untuk membuat “Matahari”nya bisa turut memberi kehangatan bersama keluarganya. Aku tak tahu, apa untaian kataku memberi guna. Aku sangat senang jika aku bisa melakukan sesuatu untuknya.

                Yup, aku bertemu dengannya beberapa tahun yang lalu. Aku pun tak ingat tanggal dan tahun berapa kita pertama kali bertemu. Persahabatan kita begitu mengalir. Dia memanggilku Onta, aku memanggilnya Cumi-Cumi. Kita belum pernah bertatap muka. Selalu berkomunikasi lewat dunia maya. Namun, aku harus meminta maaf padanya karena saat dia membutuhkanku untuk Chatting, untuk bertanya beberapa hal. Aku tak ada di sana.


Kadang aku berpikir, apa mereka bahagia bersahabat denganku? Aku tak bisa selalu ada saat mereka membutuhkanku. Sekali lagi, maaf teman-teman. Namun, aku harus berterima kasih atas kenangan yang kalian berikan. Kalian sungguh memberi kesan bagi perjalananku.

»»  Baca Selengkapnya...

abcs