Buta Karena Kata


Kamis, 25 Oktober 2012 (9 DzulHijjah 1433)

Terkadang... perkataan orang lain membuat kita lupa bagaimana cara bersyukur. membuat kita merasa kurang dan selalu menuntut.

aku sangat sakit hati saat teman-teman berkomentar, "Ah, Mariam jelek.", "Ah, Mariam gak cantik.", "Mariam saat berjalan sama temannya, kecantikannya kebanting, Jay."

aku sungguh sakit hati dan berpikiran untuk mencari gadis Mesir yang jauh lebih cantik, yang bisa membungkam mulut teman-temanku. hari-hariku selalu terbayang perkataan teman-temanku.

mungkin sudah menjadi fitrah lelaki dan menjadi kebanggaan tersendiri memiliki seorang sitri yang cantik. yang bisa dibanggakan di depan lelaki lain. aku tahu perasaan itu benar-benar salah. namun kenapa aku terpengaruh?

aku bisa maklumi perkataan teman-temanku. karena di sekitar kita banyak gadis Mesir yang berwajah cantik jelita. mungkin berkali-kali lipat paras Mariam. saat kita melihat gadis yang kecantikannya luar biasa, wanita yang jelita pun akan terlihat jelek.

Namun... pagi ini aku disadarkan oleh tweet temanku.

"Meski aku tidak bisa memilih pada siapa aku jatuh hati, setidaknya aku bisa memilih siapa yg patut kuperjuangkan"

"sungguh Allah akan mencabut nikmat hamba-hambanya yang tidak pandai bersyukur"

"Malam ini aku bersujud bukan untuk berdoa memohon sesuatu.. Melainkan berterimakasih atas kebahagiaan yang telah-Dia beri padaku"

sungguh... hatiku terketuk. aku merasa amat berdosa karena kufur nikmat. seolah saat ini tubuhku dipenuhi lumpur kotor. aku tidak bersyukur karena dipertemukan dengan Mariam. aku juga tak bersyukur karena telah menjadi anggota keluarga dokter agamis itu. aku tak bersyukur atas semua limpahan rahmatNya yang tak diraih orang lain.

pagi itu aku menyesal di hadapan Allah. aku ungkapkan ucapan kasih tak terkira dalam sujudku. aku terselungkup rendah. sangat rendah. aku benar-benar kecil di hadapanNya. aku tak bisa apa-apa tanpa kebesaranNya.

Allah menegurku dengan cara yang lembut. Allah menuntunku ke setapak yang sejuk. Allah memapahku ke jalan yang sangat halus saat diri ini mulai tersesat.

sebelumnya aku hampir tidak pernah melihat tweet temanku itu. namun pagi ini tweet-nya muncul secara tiba-tiba dan membuatku ingin membaca tulisan-tulisan lainnya. sungguh indah rencana Allah. Entah akan jadi apa sosok ini tanpa teguran halusNya. mungkin diri ini semakin terperosok lebih dalam dan semakin hitam.

aku beruntung memiliki Allah. Allah yang selalu ada untukku, Allah yang selalu siap menegurku kapanpun, Allah yang mengingatkanku.


dan lagi-lagi, aku harus mengucapkan terima kasih kepadanya... Karena hari ulang tahunku (hari ini) bertepatan dengan hari Arafah. bagiku... ini adalah hadiah terindah dari Allah untukku.

Terima kasih Allah :')

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Berusaha Menjadi Bening


Kamis, 27 September 2012

malam itu... aku merasa bahagia. entah harus dengan apa aku melukiskannya. hari itu aku mengunjungi Japan Foundation untuk menonton anime yang berbicara tentang peristiwa Hiroshima Nagasaki.

aku datang sendiri karena Mariam sibuk dengan kuliahnya akhir-akhir ini. Toh aku tak ingin mengganggunya, dia dokter masa depan, banyak yang akan bergantung kepadanya kelak. dan tanpa aku sadari Mariam duduk di belakangku. aku baru menyadarinya saat film sudah mulai ke inti. aku sapa dia dengan senyum, dia pun melakukan hal yang sama.

usai menonton, aku baru menyadari kalau Mariam pergi bersama teman perempuannya. aku lupa namanya, namun wajahnya sangat cantik, mungkin lebih cantik dari Mariam. namun aku tak begitu tertarik dengannya. karena aku sudah jatuh hati kepada kepribadian Mariam. kepribadian yang mengalahkan kecantikan wajah bidadari sekalipun.

pihak Japan Foundation menyiapkan berbagai kue dan minuman untuk para pengunjung. saat itu aku bingung kue mana yang aku pilih. dan tiba-tiba dari belakang aku mendengar suara lembut memanggilku, "Zain... ini..."

dengan senyumnya yang lembut, dia memberikan aku sepiring kue yang dia pilih. berharap aku menerima dan memakan kue pilihannya.

tahukah kamu Mariam... saat itu aku merasa sangat bahagia dan tersipu. kamu melayaniku dengan baik. bagi seorang lelaki sepertiku... hal sederhana seperti itu mampu meluluhkan hatiku.

namun... saat itu, aku tak mau kembali seperti dulu. aku tak mau lagi mendapat teguran dari Allah. aku tak ingin bermesraan dan memadu kasih sebelum waktunya.

saat aku bersama Kheloud... seolah dosa terus mengalir deras dalam aliran darahku. aku tak mau mengulanginya.

maafkan aku karena membuatmu kecewa tidak menerima sepiring kue yang telah kamu sediakan untukku.  mungkin kamu kecewa... aku juga. namun aku tidak ingin memadu kasih sebelum waktunya. aku tak ingin lagi terjerat belenggu syaitan untuk kedua kalinya.

aku ingin menjagamu, juga menjaga cinta suci yang telah Allah berikan kepadaku.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Yang Terlahir


Ahad, 14 oktober 2012

Allah... mendengarnya membuatku ingin segera memilik bayi. kisahnya saat mendengar suara tangis bayinya untuk pertama kali. kekhawatiran saat melihat  sosok bayi di hadapannya, pertama kali sosok mungil itu tampil dihadapannya dia langsung mengecek jumlah semua jari kaki dan jari tangannya, dan rasa syukur tak terkira saat semua jemari itu lengkap. bagaimana hati sang ayah saat darah dagingnya cuma berjari empat? aku tak bisa membayangkan perihnya.

malam ini aku dan teman-teman menjenguk senior kita yang melahirkan jum'at lalu. bercerita panjang lebar tentang pengalamannya. membandingkan rumah sakit Indonesia dan rumah sakit Mesir. dia berkata, "rumah sakit Indonesia terlalu lebay, harus bayar ini-itu, bayar penginapan yang berhari-hari, bayar biaya persalinan, biaya konsultasi, dan lain-lain. mungkin jika ditotal habis lebih dari sepuluh juta. kalau di Mesir, semua biaya cuma satu setengah juta."

"keluarga saya di Indonesia kaget, "Haaah!! Rumah sakit apa itu?" saya hanya tertawa dan berkata kalau rumah sakit di Mesir lebih murah dan peralatannya lebih canggih, ungkap pemuda asal Sulawesi itu."

"saat sudah memiliki anak, ingin rasanya cepat-cepat pulang kerja, ingin melihat si bayi. kalau dibilang khawatir juga iya, senang juga iya saat melihat bayi kita sendiri. dan istri nomor kesekian. prioritas utama dalah si bayi. mungkin hampir semua ayah mengalami perasaan seperti itu."

dan beruntung mbak Ambar melahirkan anaknya secara lancar. dua jam setelah sampai di rumah sakit si bayi langsung terlahir. ini tidak lebih karena jasa suaminya juga. dia berkata, kalau di Indonesia mungkin surga di telapak kaki ibu memang ungkapan yang cocok. karena ada si nenek yang akan mengurus si bayi. atau ada bantuan dari keluarga si istri.

"namun di Mesir ini aku rasa surga ada di telapak kaki bapak juga. kita jauh dari orang tua, tak ada yang membantu, sangat berat. empat bulan pertama aku harus ada di sisi Ambar (istrinya), karena bulan pertama sampai bulan keempat adalah rawan keguguran."

"dokter tidak mengizinkannya untuk terlalu berat berjalan atau berbuat sesuatu yang membuat dirinya capek. tentunya dia harus sering-sering di kamar. aku harus membuat suasana di mana dia tidak bosan ada di rumah."

"terkadang di pagi buta dia menginginkan ubi bakar. di Mesir hampir tidak ada tukang ubi keliling di pagi buta. aku berlari dari ujung ke ujung mencari penjual ubi. aku tak ingin membuat Ambar lama menungguku. aku ingin segera kembali di sampingnya. namun setelah sekian lama berlari tak kutemukan juga si penjual ubi. dan beruntungnya ada satu penjual ubu mentah. aku beli dan aku rebus sendiri."

"menginjak bulan lima ke atas, aku sering-sering mengajaknya berjalan untu memperlancar persalinan. karena bulan-bulan itu adalah titik aman, jadi aku mulai memberanikan diri mengajaknya berjalan. dan alhamdulillah proses bersalinnya begitu lancar."

tangan berotot itu masih menimang bayi mungil seberat tiga kilo itu. saat melihat bayi itu ditimang, pikiranku kemana-mana. aku juga ingin memiliki bayi, bayi dari rahim Mariam. mendengar kisah dan pengalamannya begitu berat, namun seolah aku sudah siap mental untuk menjaga Mariam dan bayi kita sepenuh hati.

seorang pengunjung bertanya, "bagaimana anda mempersatukan dua budaya yang berbeda? anda yang dari Sulawesi sementara Ambar dari Ponorogo, Jawa?"

"itu yang menjadi salah satu kendala saat itu. keluargaku menolah, 'mengapa sih harus orang jawa? padahal di sini banyak sepupumu dari Bugis.' ingin rasanya aku menjawab dengan dalil agama, namun aku rasa percuma jika menjelaskan dalil agama kepada mereka. aku harus menjawab pertanyaan mereka dengan logika. ' Jika kalian takut rumah tangga kita akan rusak karena perbedaan budaya. lihat keluargaku yang menikah dengan sepupu-sepupunya, toh mereka malah dari suku yang sama, namun tetap juga rumah tangga mereka ada yang cacat."

"aku kemudian ke rumah Ambar di Ponorogo. si Ambar bertanya 'apa yang akan kamu bicarakan saat bertemu orang tuaku nanti?' aku akan memperkenalkan diriku, sudah. kalau mereka menyuruh aku duduk ya aku duduk. Toh Allah akan mempermudah jalan kita Insha Allah.' "

"orang-orang di sekitarku berkata, 'menikah itu tidak main-main lho.' aku berkata kepada mereka bahwa untuk urusan menikah aku tidak pernah main-main. dalam hal ta'arruf dan melamar memang tidak aku rencanakan. aku langsung bertindak. kalau direncanakan lama-lama akan berat di otak dan berat juga di tenaga."

mendengar perkataannya jantungku berhenti berdetak. seolah aku menemukan jawabanku. akan lebih berat jika aku berlama-lama merencanakan kapan waktu yang tepat untuk melamar Mariam. mungkin akan semakin berat di mentalku jika aku terlalu lama menunggu. tinggal melakukan dengan segera dan memasrahkan diri kepada Allah.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Kelulusan Mariam





Kamis, 4 Oktober 2012

Sore


aku kembali membuka akunku dan kulihat beberapa foto Mariam mengenakan pakaian toga. Allah... apakah aku melewatkan upacara kelulusannya?

kenapa Mariam tidak memberitahuku?

Ya Allah... rasa sesal menyelimuti diriku seketika. aku tak bisa menepati janjiku pada Mariam beberapa bulan yang lalu. Aku tidak bisa memandang Mariam memakai pakaian kelulusannya dengan mataku sendiri.

satu minggu yang lalu aku memutus koneksi. aku tidak ingin terlalu sibuk dengan internet. aku tak ingin semua jiwa pikiranku tersangkut internet. dan aku mendapat perasaan tidak enak saat terlalu sering menggunakannya. aku ingin menenangkan hati dan berusaha merapat kembali dengan Nya. aku tidak ingin terlalu jauh dengan Nya. dan aku beritahu hal ini kepada Mariam.

mungkinkah hal itu yang membuat Mariam tidak memberitahuku? Karena tidak ingin menggangguku?

Allah... jika memang hal itu alasannya, begitu baiknya dirimu Mariam...
namun tetap saja aku merasa menyesal karena tak bisa menghadiri upacara tersebut. Upacara yang hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Malam


aku kembali membuka e-mailku dan kutemukan balasan dari Mariam. dia menjelaskan kalau foto-foto itu hanyalah latihan untuk persiapan Sabtu besok. perasanku lega. namun tetap aku tidak bisa menghadiri upacara itu. kursinya terbatas. yang bisa hadir hanya ayah, ibu dan Salma. bahkan Sundus dan Ali pun tidak bisa hadir.

rasa sesal muncul kembali di dalam diriku. namun aku bisa memaklumi. aku tidak mungkin kan menggantikan kursi ayah dan ibu yang sudah membesarkan Mariam. aku juga tidak mungkin menggantikan kursi Salma, adik tercintanya yang selalu ada di sampingnya.

namun aku bahagia ayah dan ibu sungguh perhatian  kepada Mariam. mereka mau hadir saat upacara kelulusannya. mereka berdua juga sangat khawatir dan menelpon berkali-kali saat Mariam pulang larut.

sangat berbeda dengan Kheloud. orang tuanya tidak peduli lagi dengannya. tidak ada yang hadir di saat-saat penting itu. dan saat Kheloud pulang larutpun tidak ada keluarganya yang menelpon. niat untuk menjemputpun tidak ada.

Hhhh... semoga Allah merahmati kalian berdua.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Cinta Dalam Kertas


Kamis, 27 September 2012



“BABY I LOVE YOU! ALL I NEED IS YOUR DU’A”
Tulisan itu begitu masuk ke dalam relung hatiku. Seketika perasaanku penuh membuncah, penuh akan rasa cinta. Tanganku bergerak memandangi pesan berhuruf capital itu. Aku mendongakkan kepalaku, memandang atap Bank Qahirah, bercat putih agak kekuningan. Pandanganku seolah menembus langit mencipta sebuah do’a yang ingin kusampaikan kepada si pengirim tulisan itu.

Aku tak tahu kalau tulisan sederhana itu memberi efek yang luar biasa. Tanganku gemetar. Aku elus kertas itu di pipiku. Dadaku sesak, penuh dengan rasa cinta. Seolah sehelai kertas itu mengalirkan kasih sayang ke seluruh pori dan nadiku.

Siang ini aku ke Bank Qahirah bersama seorang temanku. Mengambil kiriman Money Gram dari ibu Amerikaku. Juli lalu dia mengirimu uang karena tahu ponselku rusak. Aku sudah menolak beberapa kali dan berkata lebih baik kalau uang itu untuk Sarah dan Sophia. Namun ibu memaksaku, “Aku tidak pernah melakukan sesuatu untukmu nak… setidaknya aku bisa melakukan sesuatu pada ponselmu.”

Aku kalah dengan kegigihan ibu. “Kamu butuh berapa nak?”
Hhh… aku tidak enak hati kalau ditanya seperti itu. Toh… kalau aku meminta sejumlah uang aku takut akan merepotkan ibu. Dia single parent kerja dari pagi sampai malam untuk membiayai Sarah dan Sophia. Juga membiayai ayah-ibunya (kakek-nenekku).

Ibu begitu tegar menjalani kehidupan yang begitu berat di New York. Saudari-saudarinya membencinya karena keislamannya. Dan terkadang kebencian mereka memberi efek kepada dua adik kecilku, Sarah dan Sophia. Aku heran darimana sumber kekuatan ibu menghadapi semua itu?

Akhirnya aku tidak menyebutkan jumlah pasti yang aku butuhkan. Aku ingin ibu yang menentukan. Sebelumnya sudah aku beritahu terlebih dahulu bahwa aku tidak memerlukan banyak uang untuk membeli ponsel. Cukup ponsel murah yang bisa untuk menelpon dan mengirim sms.

Dan 80 Dolar[1] dikirim untukku. Aku sempat bingung mau ditransfer kemana uang ibu karena aku tidak punya rekening, tidak punya paypal. Untung ada Money Gram. Jasa pengiriman uang tanpa harus punya rekening.

Bulan Juli ibu mengirim dan sebenarnya bisa ku ambil hari itu juga, namun ternyata tidak semua bank mempunyai jasa Money Gram. Aku jelajahi satu demi satu bank yang ada di Mesir namun usahaku sia-sia. Aku letih dan putus asa. Aku sempat tak memikirkan uang yang dikirim ibu lagi, namun aku merasa sangat bersalah. Aku merasa bersalah karena tidak mempedulikan uang yang dikirim Ibu.

Kenapa kau begitu tega mengacuhkan uang hasil tetesan letih ibu. Aku merasa bersalah karena putus asa. Dan secercah cahaya muncul menghampiriku saat aku menerima SMS dari temanku.
“Jay, duit ente yg ditransfer sudah diambil? Saya sudah nemuin bank yang ada Money Gramnya.”

*******

Dan di sinilah aku sekarang, di Bank Qahirah. Aku menunggu antrian, dan si petugas memberiku selembar kertas kepadaku. Sebuah pesan dari si pengirim.

“Sayang… aku mencintaimu! Yang aku butuhkan hanyalah do’amu.”

Hatiku mencair membaca kata-kata itu. Ibu yang sungguh romantis. Seketika itu aku meminta kepada Allah untuk menjaga ibuku, aku ingin ibu diberi ketegaran menjalani islamnya.

Ibu… meski tidak kau pinta aku akan selalu mendoakanmu ^_^




Zhie



[1] Kurang lebih 800.000 Rupiah
»»  Baca Selengkapnya...

abcs