Setangkai Memori


Ahad, 16 Desember 2012

Kalian tahu, Kawan . . . aku menulis tulisan ini ditemani lantunan lagu Maher Zain, For The Rest of My Life.  Aku rasa Maher Zain membuat lagu ini untuk istrinya, saat dia baru saja menikah ( baru pradugaku :p )

Malam ini aku tiba-tiba teringat pertanyaan temanku beberapa hari yang lalu . . .


saat itu aku tengah mengunjungi kamar temanku. Dan terlihat di sana tiga orang sedang berkumpul menghabiskan sarapan. Tanpa basa-basi salah seorang dari mereka bertanya, “kenangan indah apa saja yang sudah kamu alami bersama Mariam, Jay?”


aku sedikit terkejut dengan pertanyaan mendadak itu. Aku stabilkan emosiku dan bersikap tenang di hadapan mereka dan menjawabnya dengan candaan, “Hahaha . . . Kamu tidak perlu tahu, nanti iri.”


dan setelah pertanyaan itu aku termenung. Kenangan terbaik apa yang sudah aku buat bersamanya? Dan aku teringat salah satu kejadian. Saat kita sekeluarga berlibur ke Piramid. Kita semua capek. Aku dan semua sepupu laki-lakinya beristirahat. Namun . . . Mariam tidak.


dia naik turun tangga dengan tubuh seletih itu menyiapkan sprei tempatku tidur dan bantal. Ya, hanya untukku. Sementara semua sepupunya tidur di sofa.


namun . . . aku tidak bisa tertidur saat itu. Hanya menerawang dan berganti posisi selama sejam. Tubuhku letih namun tak bisa tidur dengan pulas. Aku pergi ke dapur, dan melihat Mariam sedang memasak bersama ibunya. Tidakkah dia capek? Kami yang laki-laki saja kecapean, tapi dia merelakan waktu istirahatnya demi kami.


saat aku berencana untuk mandi. Dia rela naik turun tangga lagi demi aku, untuk mengambilkan handuk dan kaos adiknya, Ali. SubhanAllah . . . begitu tabahnya. Dia merelakan rasa capeknya demi melayaniku.


dia selalu menemaniku sampai malam tiba. Saat aku mengobrol bersama ibunya dia ada di sampingku. Saat waktu makan malam, dia duduk tepat di sampingku. Saat aku duduk membaca artikel di internet dia ada di sampingku. Tanpa istirahat, dia selalu ada untukku hari itu.


Allah . . . aku tak melihat garis letih di wajahnya. Saudara-saudarinya sudah istirahat, namun dia sama sekali belum memejamkan mata.

Dan saat aku pulangpun dia mengantarku sampai stasiun. Aku sudah memaksa untuk pulang sendiri namun dia bersi keras untuk mengantarku. Tidakkah dia capek Ya Allah? dia berjalan dari pagi sampai sore ke Padang Piramid yang panas dan gersang. Sore sampai malam dia memasak, naik-turun tangga mempersiapkan kebutuhanku. Tidakkah dia capek Ya Allah? Tidakkah dia mempunyai keinginan untuk memejamkan mata beberapa menit saja. Kenapa dia begitu tabah dan tegar menemaniku?


Ya Allah . . . wanita ini . . . kenapa begitu menenangkan jiwaku?
bukankan Engkau melarangku terlalu dekat dengan wanita yang belum halal bagiku?
apa ini ujian dariMu? Mencoba seberapa tebal kecintaanku kepadaMu?
Mengujiku apakah diri ini mudah terlena dengan cinta semu atau menjaga jarak demi cinta yang hakiki . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Skenario Allah


Rabu, 12 Desember 2012


Awal tahun 2011, aku mempunyai impian untuk menikah di hari ini (12 Desember 2012). Tanggalnya begitu indah bukan?  12-12-12. Untuk itulah aku memilih hari ini. Namun harapan itu pupus sudah saat hari mulai menyapa.

Teman-teman selalu mengingatkan, “Hei Jay, ingat lho . . . tanggal 12 Desember besok ente harus sudah menikah.” Aku tertawa mengingat impian konyolku tahun lalu.


Namun, beberapa bulan yang lalu aku sempat berpikir, jika tanggal 12 Desember esok aku belum juga menikah, kira-kira hal menakjubkan apa yang hendak Allah berikan kepadaku di hari itu?

Dan kemarin, ponselku bergetar. Mengingatkanku catatan yang ku tulis di ponsel. “Membuat Kartu Ulang Tahun Sarah.”


Seketika itu, teringat begitu Indahnya skenario Allah. Allah menghadiahkan aku seorang adik berkebangsaan Amerika bernama Sarah. Yang lahir pada 12 Desember. Dan tepat hari ini ulang tahun ketiga belasnya.


Aku menerima dengan ikhlas keputusan Allah. Karena hari ini bukan hari pernikahanku. Toh Allah menggantinya dengan sesuatu yang lain. Seorang adik yang berulang tahun hari ini. Dan mengenai pernikahanku, Allah pasti menetapkan tanggal yang terindah buat kami. Allah mengetahui hal yang terbaik untuk kita. Dan buatlah aku ridha atas keputusanMu Ya Allah . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Setapak yang Berliku


Selasa, 11 Desember 2012

Satu tugas kuliahku sudah selesai. Yeaa! . Hari ini aku berangkat ke kuliah tuk menyerahkan tugasku ke dosen. Namun belum sempat menyerahkan makalah setebal tujuh belas halaman itu, dosen memberi tugas lagi ke kita.


Ya Allah . . . tugas kuliah di masa-masa ujian? Bisakah kita? Belajar bersamaan membuat karya ilmiah? Beberapa mahasiswa Mesir berperawakan raksasa protes dan menyatakan keberatan. Aku pun diam-diam mendukung si badan besar itu. Namun si dosen berkata, “Aib bagi pelajar Dirasat Islamiyah (jurusan yang aku ambil, Ed) tidak bisa membuat tugas ini dalam waktu seminggu. Bagaimana kalian menghadapi masyarakat nanti?

Beberapa dosen menentukan tugas setiap orang. Memakan waktu yang sangat lama. Tiba-tiba kepalaku pusing. Aku melihat jam di ponselku. Sebentar lagi waktu Ashar tiba. Dan aku belum makan siang.


aku bertanya kepada teman-temanku dimana aku mengumpulkan tugasku. Mereka pun tidak tahu. Dan yang lebih mengejutkan lagi aku adalah orang Indonesia pertama yang menyelesaikan tugas. Teman-teman Indonesia lain belum membuatnya. Bahkan sebagian teman Malaysia dan Thailand pun belum membuatnya. Dalam hati aku berbangga diri.


usai mendapatkan penentuan tugas selanjutnya dari dosen, aku menuju ruang bawah untuk menyerahkan karyaku. Aku melewati beberapa kantor fakultas lain. Terlihat hanya dua-tiga dosen yang masih belum pulang. Dan saat melintasi kantor fakultasku. Alangkah kecewanya aku. Kantor fakultasku sudah ditutup. Semua dosen sudah pulang.


awalnya aku berharap bisa menyerahkan tugas secepatnya, karena aku ingin fokus pada ujian dan tugas selanjutnya. Aku tak ingin pikiranku terbebani dengan hal lain. namun ternyata niatku tak bisa tersampaikan.


Lagi-lagi aku harus berprasangka baik kepada Allah. Karena Allah pasti mempersiapkan kejutan yang indah di balik hal-hal buruk yang menimpa kita.
»»  Baca Selengkapnya...

Di Malam yang Dingin Itu . . .


Hening . . .


suasana kamar saat ini begitu hening. Aku melihat jam bulat yang tergantung di pintu lemari. Menunjukkan ke arah  12. Salah seorang temanku sudah terbang ke alam mimpi. Aku masih saja duduk di depan laptop, mengerjakan tugas kuliah.


perutku tiba-tiba melilit. Aku rehat sejenak, melemaskan syarafku dan melangkah keluar asrama. Membeli sesuatu yang bisa di makan.


angin malam begitu menusuk poriku, meski aku sudah memakai dua lapis baju. Sempat kulihat di internet, suhu udara malam ini mencapai 13 derajat selsius. Begitu dingin, namun ini belum puncaknya.


aku tiba-tiba teringat saat pertama kali datang di negara ini. Aku tak kuat menahan dingin. Aku terkadang mimisan, dan sempat sakit lebih dari seminggu. Namun di tahun berikutnya Allah memberikan kekebalan kepada tubuhku.


Aku pergi ke penjual makanan di depan asrama. Membeli beberapa snack untuk menemani malamku. Dan kulihat beberapa pengemis tidur di pinggir jalan. Miris. Mungkinkah mereka tidak mempunyai rumah? Tidur di pinggir jalan tanpa alas, tanpa pakaian hangat di udara sedingin ini?

Di dalam hati aku bersyukur kepadaNya. Begitu besar kasih sayangNya kepadaku. Memberiku tempat tinggal yang layak dan selimut yang lembut dan hangat. Bagaimana jika suatu hari aku terlempar dan bernasib seperti pengemis tua itu? Bagaimana jika Allah mengambil beberapa titipanNya dariku? Sudah siapkah aku Ya Allah? Allah . . . buatlah aku selalu mendekat kepadaMu.


»»  Baca Selengkapnya...

Kepulangan Si Berlian Kecil


Kamis, 6 Desember 2012

Aku mengantar kepulangan salah seorang yang amat berjasa dalam kehidupanku. Seseorang yang menghargai kekuranganku. Seseorang yang menjadikan kekuranganku sebagai daya dan kelebihan. Seseorang yang mampu memapahku saat mulai terhuyung.

Aku . . . tidak menyangka berpisah dengannya secepat ini. Hari-hariku kupenuhi dengan canda tawa dengannya. Melupakan kalau akan ada sebuah perpisahan di setiap pertemuan.  Sepertinya aku belum berbuat sesuatu yang berkesan untuknya.

Tahukah kalian sobat, di negara ini, aku ada masalah dengan almamaterku. Aku memang melepaskan diri dengan mereka. Karena jika aku ada di bawah naungan mereka, aku tak mungkin bisa berkembang sejauh ini. Tidak bisa menulis buku, tidak bisa berorganisasi dengan orang-orang luar negeri, dll. Aku merasa terkekang jika bersama mereka.

Sebenarnya mungkin mereka bisa memaklumi keputusanku, tetapi karena pengaruh satu orang, semua orang jadi ikut terpengaruhi. Aku dikucilkan. Begitu sakit hati ini. Namaku juga tercemar. Beginikah rasanya difitnah?

Namun, karena jasa Bang Jauhar, menjelaskan sana-sini siapa diriku sebenarnya. Beberapa dari mereka mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tetap saja masih banyak yang terpengaruh oleh lidah liar “seseorang”.

Memang yaa . . . hidup tak selamanya menyenangkan. Ada saja kerikil kecil yang membuat kita tersandung, jatuh terselungkup.

*******

Aku tak menyangka banyak yang mengantar kepergian Bang jo. Bis pun tak muat mengantar kepergian sosok mungil itu. Saat kenal dengannya pasti kita tertawa ataupun kesal mendengar kenarsisannya. Namun kenarsisannya tertutupi karena keilmuan dan kemampuannya.

Ternyata begitu sedih berpisah dengan sosok mungil itu. Seolah ada yang hilang jika tak ada ocehan kocaknya. Gambar kenangan di benakku seolah berputar kembali. Memperlihatkan slide yang aku alami bersamanya.

Saat aku tak bisa menulis, dia orang pertama yang mengajariku merangkai kata. Saat diriku menghadapi masalah dalam kuliah, ia yang membantuku memberi solusi .

Dan banyak perempuan yang tak kukenal menangis melepas kepergiannya di Bandara. Mungkin mereka murid-murid Bang Jo. Selepas menjadi Pimpinan Redaksi, dia mendirikan sebuah kajian, dan anggota yang mendaftar lumayan banyak.

Mereka menyesal karena tidak bisa menjadi yang terbaik. “Jikalau kami cepat menyadari kalau ada perpisahan seperti ini . . . kami pasti berusaha lebih baik lagi.” Terdengar seorang perempuan menangis sesenggukan dengan mengucapkan kata-kata itu. Bang Jo lantas mengusap kerudungnya dan memandang ke arah lain mencoba menahan tangis.

Baru kali ini aku melihat sosoknya sebagai orang yang bijak. Padahal di asrama kami selalu saling mengejek dan bertingkah laku seperti anak kecil.

»»  Baca Selengkapnya...

Tenggang Waktu


Sudah lebih dari sebulan aku tak bertatap muka dengan Mariam.
Aku punya kesibukan, dia juga mempunyai kesibukan . . .
Terkadang aku berpikir mungkin ini kehendak Allah untuk kita, agar tidak terlalu sering bertemu. Dan akupun mencoba melupakannya . . .
karena sungguh tersiksa memiliki perasaan rindu.
selalu teringat kepribadiannya, membuat aku murung, perempuan sebaik itu, apa benar cocok untuk diriku yang kerdil dan kotor ini?

Terkadang aku berpikir, apa yang disebut cinta karena Allah? Beberapa da’i dan pemuda islami mengumbar-ngumbar kata “cinta karena Allah”, namun sepertinya maknanya tak sesuai. Karena aku tak bisa merasakan apapun dari perkataan mereka.  Tidak ada feelnya, tidak ada kekuatan yang menusuk hati. Sampai sekarang pun aku tak tahu apa itu mencintai karena Allah.

Sempat beberapa kali aku teringat sosok Mariam. Bukan teringat wajah, hal-hal fisik ataupun materi. Namun teringat kedekatannya kepada Allah. Aku rindu saat-saat dia mendekat kepadaNya. Apakah itu yang disebut cinta karena Allah? Aku belum tahu.

Minggu-minggu pertama aku berusaha tuk melupakan sosok Mariam sepenuhnya. Aku tak ingin rasa rindu menusuk-nusuk hatiku. Aku tak ingin tersiksa oleh pikiranku sendiri.

Dan aku berhasil melupakannya. Dua minggu pertama tak ada sosok Mariam di benakku. Hari-hari ke depan aku menjalani kehidupan tanpa rasa rindu kepadanya sampai hari itu datang. Hari dimana Mariam muncul ke dalam mimpiku. Padahal sudah sekian hari aku tak memikirkan Mariam, tapi kenapa dia tiba-tiba muncul ke dalam mimpiku Ya Allah? Apa Engkau menyuruhku untuk tidak melupakannya? Atau terjadi sesuatu dengannya saat itu?

Aku kemudian mengetik kata demi kata menggunakan laptopku dan mengirimkannya ke Mariam. Bertanya kabar beberapa hari ini. Dan tanpa diduga dia sedang memikirkan aku di hari saat aku bermimpi. Dia sampai curhat kepada adiknya, Salma.

Namun, aku tak bertanya lebih banyak lagi apa yang dia curhatkan. Aku tak ingin mencari-cari tahu rahasia perempuan. Cukuplah mereka yang menyimpannya.

Dan sampai hari ini pun aku belum bertatap muka dengannya. Karena modemku super lemot, akupun jarang memakai internet. Tidak pernah lagi bertegur sapa dengannya lagi di dunia nyata maupun di dunia maya.

Kamis lalu (6 Des 2012) aku menerima sebuah pesan darinya
“Salam Zain . . . bagaimana kabarmu hari-hari ini?
Sudah lupakah dirimu dengan keluarga Mesirmu?
Semoga Allah menjagamu.”


»»  Baca Selengkapnya...

Ketenangan yang Allah Tanamkan



Waktu . . .
lagi- lagi aku melalaikanmu . . .
kenapa aku menjadi orang yang tak pernah belajar . . .
Sudah kesekian kalinya aku kesulitan, dan berjanji di dalam diri tuk lebih bisa mengetatkan waktu . . .
Namun . . . kejadian yang sama terus terulang.

Tepat tanggal 29 ini aku harus mati-matian menghadapi suasana itu kembali, suasana yang membuat sebagian orang tercekam. Suasana yang membuat sebagian orang jatuh sakit. Suasana yang terkadang membuat orang egois dan emosi tanpa alasan. Suasana itu bernama ujian.

Kurang dari sebulan aku harus berhadapan dengannya lagi. Namun , diktat kuliah belum juga aku baca. Dan tugas kuliah yang belum juga aku selesaikan. Terlalu banyak aku membuang nikmat Allah yang bernama waktu.

Aku rasa, hari-hariku tidak terlalu disibukkan dengan hal yang berguna. Jika aku mau, bisa saja aku mencurahkan semua waktuku untuk belajar, mendalami diktat kuliah, dan mengerjakan tugas kuliah. Namun penyakit “malas” itu melekat dengan sangat kuat. Aku sungguh sulit melepasnya.

Namun yang mengherankan, kenapa aku bisa merasa sesantai ini? Ujian begitu dekat, diktat kuliah belum aku baca, tugas juga belum aku selesaikan, kenapa tidak ada rasa was-was atau stress??

Mungkin ini salah satu rahmat Allah yang Dia berikan untukku. Perasaan tenang.

Beberapa mahasiswa Indonesia dipulangkan karena stres berat. Ada yang sempat ingin loncat dari gedung lantai lima, beruntungnya ada orang yang melihat sebelum dia meloncat. Ada yang berjalan dari rumah temannya sampai asrama dengan telanjang. Ada yang berkhayal berbicara dan tertawa sendiri. Dampak ujian sungguh mengerikan jika tak diatasi dengan kepala dingin.

Dan hal itu tak hanya dialami oleh mahasiswa Indonesia saja, namun dialami mahasiswa negara lain juga. Saat itu sekitar dua tahun yang lalu, hening diri ini belajar di masjid. Dan tiba-tiba ada pemuda Afrika berkulit hitam berteriak di dalam masjid secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya dia tenang-tenang saja membaca diktat kuliah. Orang-orang membopongnya keluar masjid dan mencoba menenangkannya. Hampir setiap tahun aku melihat kejadian seperti itu.

Sempat aku merasa ketegangan yang besar menghadapi ujian yang pertama kalinya, menyebabkan aku jatuh sakit. Namun aku sangat bersyukur kepada Allah karena memberiku ketenangan, dan entah sejak kapan ketenangan itu menghinggapi dada dan pikiranku.


Melihat mereka yang tidak bisa mendapatkan ketenangan, aku merasa iba sekaligus bersyukur. Betapa Allah masih menyayangiku. Allah masih meletakkan “ketenangan” itu ke dalam hatiku.

Dan kini, aku berusaha menyelesaikan tugas kuliahku terlebih dahulu sebelum lari ke diktat kuliah. Aku tak ingin pikiranku pecah karena keduanya. Aku ingin memfokuskan kepada satu hal, baru kemudian mengerjakan hal yang lain.


»»  Baca Selengkapnya...

Batasan Itu Bernama Umur




"1989"

tahun yang membuatku malu. tahun yang terkadang membuatku minder. tahun yang membuatku kurang percaya diri dan tidak bisa jauh melesat. yaa ... itulah tahun kelahiranku sendiri.

semenjak sekolah menengah aku dikelilingi orang-orang yang jauh lebih muda daripada aku. rata-rata mereke kelahiran 1990 atau 1991. tak jarang mereka selalu membanding-bandingkan kami.

terkadang aku berkeluh kesah kepada ibu kenapa terlalu mendengar kata-kata bibi. yaa ... saat itu bibi kami melarang untuk menyekolahkan kami di usia dini. harus menunggu umur kesekian dulu baru boleh sekolah. kami ditakut-takuti penelitian dokter yang dia baca dari berbagai koran dan sumber buku.

namun ... itu sama sekali tidak terbukti. justru dari buku-buku yang aku baca pendidikan di usia dini adalah pendidikan terbaik. dan pada akhirnya ketekunanlah yang menentukan berhasil tidaknya seseorang. bukan kapan dia mulai masuk TK dan sebagainya.

aku letih melayani teman-teman yang lebih muda dari aku itu. aku hanya diam dan mencoba menjadi bijaksana. aku tertua di sini, aku berusaha menjadi lebih dewasa di hadapan mereka. aku juga berusaha mengungguli prestasi akademis mereka. malu bukan jika nilai kita lebih rendah daripada mereka yang lebih muda daripada mereka.

*******

dan saat aku lulus SMA pun aku harus menunggu satu tahun karena keadaan ekonomi keluarga kita. dan tahun berikutnya aku diterima di Mesir, dan harus menunggu satu tahun lagi karena visa yang tak kunjung turun.

aku terasa semakin jauh tertinggal dengan teman-temanku. teman SMA-ku sudah semester 5, namun aku baru saja semester 1 di al-Azhar. namun saat aku tiba di bumi Kinanah ini, aku tidak malu lagi dengan diriku yang kelahiran tahun 1989. karena banyak teman-temanku yang umurnya jauh lebih tua dariku. ada yang 1988 bahkan 1985.

dan salah satunya teman satu kamarku saat ini, Syahir namanya. dia kelahiran 1988. umurnya jauh lebih tua satu tahun dariku. dia juga minder jika kuliah di Indonesia karena anaknya pasti muda-muda.

alasan keterlambatan Syahir karena saat dia lulus SD, orang tuanya tugas di negara Maroko. terpaksa dia harus mengulang SD kelas tiga. untuk adaptasi bahasa perancis di Maroko.

dan di tahun ini aku dikagetkan dengan datangnya guruku di Mesir. guru yang mengajarku saat SMA, kini kuliah di S1 di al-Azhar. dia menjadi juniorku!!!

alasan dia ingin belajar di sini, karena dia malu dengan murid-muridnya yang telah berkembang pesat. dia tidak mau tertinggal oleh murid-muridnya.

terkadang, aku terkagum-kagum melihat mereka yang kembali mengulang demi ilmu pengetahuan. mereka membuang jauh-jauh rasa malunya demi pengetahuan, demi menghilangkan dahaganya terhadap ilmu, demi bisa mengajarkan murid-muridnya, demi bisa mengajari anak-anaknya.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Aku Masih Menunggu . . .




"Zain... SubhanAllah yaa.. kamu sudah tingkat tiga sekarang." ungkap salah seorang temanku. Aku bisa melihat sedikit mata keputus-asaan di sana.

kita tiba di Mesir di tahun yang sama. Namun... saat ini dia masih tingkat satu. selain karena masalah psikologis yang dia hadapi saat ini juga karena ujian al-Azhar yang tak terduga.

saat menginjakkan kaki di bumi Kinanah ini, aku baru menyadari ada dunia yang benar-benar di luar perkiraan. dunia yang sulit ditebak. dunia yang tak bisa digapai oleh logika. Dunia itu bernama al-Azhar.

saat kita belajar keras dan yakin dengan jawaban ujian kita, tanpa diduga nilai pas-pasan yang keluar. justru sebaliknya, saat kita kurang belajar karena sakit, dan tidak yakin dengan jawaban kita, kita malah mendapat nilai tinggi. aneh bukan?

aku kira hanya aku yang mengalami hal seperti itu, ternyata tidak. orang lainpun mengakuinya. dan mengalami hal yang sama. dan sudah aku pastikan itu bukan hal yang kebetulan.

entah aku ini orang yang beruntung atau tidak? terkadang aku menyesal dengan nilaiku yang pas-pasan. aku iri dengan mereka yang bernilai tinggi. namun... di sisi lain, ratusan temanku gagal dan terpaksa mengulang. mereka hanya berharap lulus dan tidak menginginkan nilai tinggi.

terkadang, aku melihat deretan orang-orang yang tidak lulus itu adalah teman-temanku yang cerdas. tekun dan rajin. justru sebaliknya, teman-temanku yang lulus dan bernilai tinggi adalah mereka yang malas-malasan dan ke kuliahpun tidak pernah.

Allah ... apa yang hendak Engkau tunjukkan kepada kami dari semua hal ini...
aku masih menunggu ...

ZHie
»»  Baca Selengkapnya...

Di Balik Senja Itu . . .






Selasa, 6 November 2012

Gezeg ... gezeg ... gezeg...

kereta api seberang melewati kita. aku baru saja tiba di stasiun Hadayek. bisa dibilang ini stasiun kereta yang kurang bagus yang pernah aku lihat. bangunannya seperti gedung ambruk, atau lebih tepatnya bangunan yang baru saja tertubruk senggolan dahsyat om topan.

aku berpikiran positif saja kalau stasiun ini dalam masa pembangunan. meski tak satupun kulihat tukang bangunan yang bekerja di sana.

Gezeg ... gezeg ... gezeg ...

kereta kedua yang berlainan arah telah lewat. beberapa orang mulai gelisah. kulihat bapak-bapak dengan pakaian kemeja putih membungkukkan badannya ke samping, memandang jauh ke dalam rel kereta api.

tidak biasanya kereta terlambat. biasanya cuma jedah beberapa menit dari kereta seberang, kereta jurusan kita akan muncul.

Gezeg ... gezeg ... gezeg ...

kereta ketiga dari seberang mulai muncul, namun kereta kita tak juga menampakkan batang hidungnya. aku mulai gelisah seperti bapak tadi. akupun melihat jauh ke dalam terowongan. namun nihil. aku tak melihat tanda-tanda kereta akan muncul.

malam ini aku pergi ke kedutaan Jepang. karena ada penampilan musik dari pemusik Syiria dan pemusik Jepang. karena itulah aku sekarang berada di sini. di statiun Hadayek.

terkadang aku menyempatkan waktu untuk pergi ke sana. pihak kedutaan Jepang menyelenggarakan acara untuk umum. dan gratis. ini yang aku suka. haha

biasanya kita menonton bersama, dan tak lupa ada makanan ringan yang disediakan panitia usai acara.

*******

aku tak melihat sosok Mariam. mungkin Mariam kecapean karena praktek di Rumah Sakit hari ini. atau memang dia tidak suka acara musik seperti ini. dia memang tidak suka musik apapun. kecuali musik bayati. musik ketimur tengahan.

dan aku sempat terkaget melihat sosok yang kukenal di antara kerumunan gadis Mesir yang mengobrol. sosoknya mirip Kheloud, namun terlihat lebih putih dan lebih muda. dan... bola matanya berwarna biru?!! ah... sudah pasti itu bukan dia.

Gezeg . . .
Gezeg . . .

kereta keempat dan kelima dari seberang sudah datang, namun belum juga kereta kami muncul di hadapan kami. aku sempat berpikir pasti ada kecelakaan kereta, dan koran besok pagi akan memberitakan tentang kecelakaan ini.

stasiun dari sisi kami mulai penuh dengan orang. sesak. berbeda dengan stasiun seberang yang sunyi, karena hampir setiap lima menit kereta baru mengangkut mereka.

Gezeg . . . gezeg . . .

kereta keenam dari seberang lewat. suasana semakin sesak. aku pun mulai terhimpit. umpatan demi umpatan kini kudengar dari mulut ibu-bapak Mesir. suasana pengap membuat orang gampang emosi.

saat keadaan mulai genting, benda persegi panjang itu akhirnya muncul dari terowongan. membawa penumpang yang penuh sesak. orang-orang di belakangku sudah siap beradu badan saat kereta berhenti dan membukakan pintunya.

Jglek . . .

pintu terbuka secara otomatis. keadaan di dalam kereta penuh sesak. dan tidak mungkin semua penumpang diangkut. aku langsung berjalan cepat menuju pintu itu. bapak-bapak berbadan besar dan gemuk menghimpitku. aku tak mau kalah, aku terobos celah kosong dan berusaha melangkahkan kakiku. beberapa orang mendorongku dari belakang. aku sempat lunglai dan kehilangan keseimbangan, namun aku tahan dengan kakiku dan maju kembali. dan akhirnya aku bisa masuk. pintu kemudian tertutup.

suasana di dalam kereta tak jauh berbeda dengan di luar. penuh sesak dan panas. lebih parah malah. menggerakkan lenganpun tidak bisa karena aku terhimpit badan besar orang Mesir. kipas angin yang ada di dalam kereta tak mampu mengobati pengapnya udara di sini.

aku mendengar sayup sayup nenek penjual tisu. dia kesulitan berjalan menawarkan tisu. memang seperti inilah Mesir. aku kira Mesir amat jauh berbeda dengan Indonesia, ternyata tidak. aku yang dulu beranggapan tidak ada penjual keliling di dalam bis dan kereta. ternyata harus terkaget-kaget melihat penjual tisu, permen, alat dapur dan alat elektronik di dalam bis dan kereta.

dan aku tidak menyangka juga ada penjual ubi rebus dan jagung bakar di Mesir. sebenarnya orang Indonesia yang meniru Mesir, atau orang Mesir yang meniru Indonesia?

aku berpikiran buruk kalau saking kreatifnya mahasiswa Indonesia berjualan di bis dan  kereta sampai ditiru oleh orang Mesir itu sendiri.

*******

nenek itu masih tersekat dan sulit bergerak. sementara tak satupun penumpang yang mau membeli tisu nenek itu. mereka berwajah dingin dan pura-pura tak mengetahui keberadaan nenek itu. suasana pengap dan terhimpit mengeraskan hati mereka.

dengan sisa tenaga yang ada aku gerakkan tanganku dan mengambil receh yang ada di tasku. dua pound berhasil aku raih. aku letakkan uang receh itu di tangan keriput nenek itu. lantas nenek itu memberiku sebungkus tisu. aku menolak namun nenek itu memaksa. kesekian kalinya aku menolak namun nenek itu terlihat mulai menitikkan air mata. aku tak enak kati dan menerima tisu itu.

mungkin nenek itu merasa malu dan tidak mau mengemis. oleh karena itulah dia menjual tisu. dan tidak mau menerima uang pemberianku secara cuma-cuma. mengemis akan menghilangkan harga dirinya.

nenek itu melangkah untuk menjual tisunya lagi. dan menembus kerumunan orang. namun langkah nenek terhenti seketika saat melihat uang pemberianku melebihi harga tisu. dia langsung mengambil tisu satu lagi dan menyodorkannya ke diriku.

aku berkata, "satu saja sudah cukup, nek. terima kasih."

nenek itu lantas melanjutkan perjalanannya.

betapa bangganya anak dan cucu nenek itu. mempunyai nenek seteguh dan sekuat dia. nenek yang tidak mau mengemis meski umur sudah menggerogoti tubuhnya. nenek yang mau berjualan meski semua kulitnya sudah menua dan keriput. nenek yang tetap mempertahankan harga dirinya meski tangan dan kakinya sudah gemetaran menahan tubuh ringkihnya.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Kebanggaan Kita


Sabtu, 17 November 2012

aku sobek bungkus persegi itu. aku keluarkan dua helai bungkus yang ada di dalamnya. dan aku tuangkan mie bersama bumbunya ke dalam panci air panas. aku menunggu beberapa menit untuk menyajikannya...

aku tak mengira sebelumnya, meski jauh aku melanglang buana, aku tak lepas dari benda satu ini. Indomie!. aku tak mengira pemasaran Indomie sampai di Mesir dan negara-negara Afrika.

biasanya... kami membeli bahan-bahan mentah untuk kami masak sendiri. namun, lama-kelamaan kita bosan juga terus-terusan memasak. dan akhirnya mie instan asal Indonesia itu menjadi pelarian kita.

serasa hidup menjadi anak kos Indonesia. tinggal di kamar yang tak begitu luas. membeli mie instan saat uang mulai menipis atau saat malas memasak.

*******

Mmmm....
mengenai harga... harga satu bungkus indomie di sini satu setengah pound, atau kalau dirupiahkan sekitar 2000-an . mahal yaa? haha . yang penting instan, buatnya cepet gak pake motong-motong sayuran atau menyiapkan berbagai resep untuk masak. Haha

Dan yang membuatku bangga. iklan Indomie ada di dalam Metro! Stasiun kereta bawah tanah kebanggaan rakyat Mesir. iklannya gak tanggung-tanggung, besar dan menghias pandangan mata. seolah rakyat Indonesia telah menjajah Mesir melalu Indomie-nya. Haha.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Kilau Yang Menembus Kepekatan


Jum'at, 16 November 2012

aku kehilangan motivasi. aku tak seperti dulu lagi. entah kenapa beberapa tahun ini aku tidak bisa tekun belajar, tak bisa bersungguh-sungguh kuliah. belajar dan menghafal al-Qur'an pun cuma saat mendekati ujian.

aku sudah seperti ini semenjak pertama kali menginjakkan kaki di bumi Kinanah ini. ada apa denganku Ya Allah?

orang-orang selalu termotivasi karena jauh dari orang tua dan keluarga. orang-orang juga terbakar semangat karena kuliah di Mesir adalah amanah keluarga juga ingin membanggakan mereka.

namun... kenapa aku tak bisa? seolah aku tak merasakan hal-hal itu. aku tahu pengorbanan kakak dan keluargaku demi mewujudkan cita-citaku. namun... kenapa semangatku tak bisa terbakar? seolah keinginan untuk membanggakan mereka tak ada. semangat untuk bersungguh-sungguh dan berjuang mati-matian pun tak ada. nasehat-nasehat ibu pun tak membekas di hatiku.

ada apa dengan keluargaku? kenapa tidak bisa menjadi motivasiku lagi?

atau lebih tepatnya... ada apa denganku?

*******

"Zain, belajar Dirasat Islamiyah berbeda dengan yang lainnya. dia belajar dengan hati"

perkataan Mama Khalidah (ibunya Mariam) membuatku malu. dia terlalu mengagungkan aku. aku cuma mahasiswa dengan nilai yang pas-pasan. namun dia begitu memujiku. aku malu dengan diriku sendiri.

Mama begitu terkagum-kagum mendengar diriku yang kuliah di fakultas Dirasat Islamiyah. fakultas tersulit menurut orang Mesir sendiri. Mama bercerita kepada Mariam tentang temannya yang kuliah di fakultas Dirasat Islamiyah yang sering gagal. dan memberitahukan begitu hebatnya fakultas itu.

fakultasku memang bukan fakultas biasa. ada beberapa fakultas agama di al-Azhar ini. ada Aqidah dan Filsafat, Sastra Arab, Sejarah, Da'wah, Fiqh, Tafsir, Hadits dan lain lain. dan fakultasku mempelajari semua pelajaran itu secara mendalam. bukan hanya di permukaan, karena jika mempelajari di permukaan ada fakultas tersendiri, namanya Tarbiah.

beberapa kali aku ke rumah Mariam. ibunya selalu ingin aku menjadi imam. padahal terkadang ada beberapa sepupu Mariam yang sedang berkunjung di sana. aku minder. bagaimana seorang Indonesia seperti aku menjadi imam keluarga Mesir?

aku berkata kepada Mama Khalidah bahwa suaraku tidak bagus. namun dia berkata, "tidak apa-apa Zain."

dan usai sholat beliau memuji suaraku, "suaramu bagus, Zain." dan terus berkata seperti itu.

aku malu Ya Allah... aku malu pada mereka karena tidak bisa menjadi yang terbaik. aku malu karena nilai pas-pasan ini. kebeningan katanya, kemurnian hati dan kasih sayangnya membuncahkan kembali semangat belajarku. begitu membekas di hatiku. tertancap ke sumsum tulangku. mengalir indah di nadi dan aortaku.

keinginan untuk menunjukkan hasil yang terbaik itu muncul kembali. aku ingin tekun belajar untuknya. aku ingin menunjukkan nilai-nilai terbaikku kepadanya. aku ingin membuatnya bangga. aku ingin mengucapkan terima kasih kepadanya karena mengangkat pemuda Indonesia yang biasa ini menjadi bagian dari keluarganya.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Gemilang yang Memudar



Jum'at, 16 Oktober 2012

beberapa hari yang lalu, saat diri ini membuka kembali tas ranselku satu-satunya. aku menemukan lembaran kursus B.Jepang. teringat kembali saat-saat itu. aku menerima lembaran itu dengan angan bahagia. di sana tertulis persyaratan membawa foto copy id card. aku menyampatkan diri memfoto kopi kartu pelajar al-Azhar kebangganku sebelum berangkat ke tempat kursus.

namun angan itu telah sirna. mengabur. mimpiku untuk membaca buku-buku berbahasa Jepang sirna. mimpiku berbicara panjang lebar kepada teman-teman Jepangku lenyap. mimpiku mengajar beberapa teman Jepangku tentang islam kandas. aku kecewa.

aku sengaja tidak memberitahukan siapa-siapa masalah itu. karena kesedihan, aku sering diam, mengintrospeksi diri, mencari hikmah apa yang hendak Allah tunjukkan dan lama tak berbicara dengan Mariam.

Sabtu lalu (10 Oktober) aku memimpikan Mariam. entah apa yang terjadi, aku sudah beberapa hari ini tak memikirkan Mariam. namun tiba-tiba dirinya muncul ke dalam mimpiku. aku terbangun saat tahajud, dan langsung menanyakan keadaan dirinya.

dan pertanyaan tak terelakkan itu pun datang. dia bertanya tentang kursus b.Jepangku. dan dia berkata, "Zain... jangan sedih. bahasa Jepang membutuhkan konsentrasi sendiri. fokuslah kepada kuliahmu terlebih dahulu."

yaa.. mungkin Allah ingin aku untuk fokus pada kuliahku.

sebenarnya dua tahun ini aku tidak bisa belajar dengan baik. belajarpun sekenanya. seolah setahun masa penantianku menunggu visa turun menghilangkan hampir semua ilmuku di bangku sekolah menengah atas (SMA).

aku pun tak tahu kenapa? aku yang kata guruku cerdas dan pekerja keras tiba-tiba menjadi orang yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat. aku yang selalu mendapat nilai tinggi di Indonesia namun di sini hanya mendapat nilai pas-pasan.

apakah karena aku pernah berbuat kesalahan sebelum aku berangkat ke Mesir sehingga menghilangkan seluruh ilmu agamaku?

aku mencoba mengingat kesalahan yang aku buat. sepertinya saat itu... saat aku makan di restoran bandara Juanda bersama keluargaku...

saat itu kami memesan jus apukat untuk kedua keponakanku. aku berkata, "jus apukat dua, mbak (aku tidak bilang jus tanpa es atau dengan es)."

dan pesananpun datang, kami terkaget karena jusnya dingin. kedua keponakanku tidak bisa meminum jus dingin karena kami takut mereka berdua sakit. aku bertanya kepada seorang ibu-ibu yang ada di dalam restoran dengan pelan, "Bu, jusnya kok dingin?"

spontan  ibu itu memarahi pelayannya. aku tak tahu kalau ibu itu pemilik restoran. dan aku juga tak tahu kalau responnya seheboh itu. si gadis pelayan mencoba membela diri kalau aku tak memesan jus apukat tanpa es, dan temannya pun mencoba membela dan bertanya langsung kepadaku yang tengah duduk bersama keluargaku.

aku terdiam. kelu. tak mampu untuk berbicara. melihat respon diamku, si ibu pemilik toko menggiring pelayan itu ke suatu tempat sambil terus memarahinya. entah setelah itu apa yang terjadi. dipecatkah pelayan itu? bagaimana kalau pelayan itu bekerja di sini untuk menghidupi keluarganya di kampung atau membiayai adik-adiknya sekolah?

do'a orang yang terdzolimi dikabulkan oleh Allah.

apakah dia merasa terdzalimi karena aku Ya Allah? sehingga hampir semua ilmu agamaku hilang tak berbekas. aku berjalan di Azhar seolah tak berbekal. aku juga kehilangan motivasi. aku tak seperti dulu. aku kehilangan diriku yang gemilang.

Zhie1
»»  Baca Selengkapnya...

Balutan Kecewa



Ahad, 4 Oktober 2012

Sakit hati, itulah yang aku rasakan saat namaku tak ada di daftar nama yang tertempel di tembok dekat lift itu. aku mencoba mencari-cari namaku untuk kesekian kalinya, berharap aku melewatkan satu nama, namun tak juga aku temukan namaku.

sore ini aku berangkat ke Tahrir untuk melihat sebuah pengumuman. 30 Desember lalu aku mendaftar untuk belajar bahasa Jepang di Japan Foundation. ternyata banyak yang berminat berbahasa Jepang, dan akulah satu-satunya orang Indonesia di ruangan itu, sisanya adalah orang Mesir.

di sebelah tempat dudukku, aku berkenalan dengan Ahmad Mohie. seorang pemuda Mesir berperawakan gagah nan tampan. aku baru tahu kalau dia menikah dengan perempuan Jepang. dan telah dikaruniai dua orang anak. dia belajar bahasa jepang karena ingin bisa bekomunikasi dengan istri dan anaknya. Dia berkata, "Haha anakku adalah guru bahasa Jepangku. aku belajar dari dia."

dan di ruangan berbentuk persegi itu aku, Ahmad dan tiga gadis Mesir dipanggil dan diwawancarai. mereka semua lulusan universitas umum, cuma aku satu-satunya orang yang kuliah di jurusan agama.

para penguji bertanya panjang lebar kepada semua orang. di tanya kenapa suka Jepang dan sebagainya. aku mendengar seorang gadis bercerita namun aku lupa dia berbicara apa. kemudian giliran Ahmad yang menceritakan dirinya dan keluarganya.

kemudian gadis Mesir di samping kiriku yang ingin langsung naik ke level 3 karena dia adalah pengajar orang Mesir untuk bahasa Jepang namun saat dites si penguji dengan bahasa Jepang dia masih gagap. si penguji bertanya, "darimana kamu belajar bahasa Jepang?"
"Saya belajar dari Internet dan buku"
"kamu sebaiknya mulai dari level 1"
"tidak bisakah aku ikut tes percepatan?"
"kamu lihatkan? aku menanyaimu dengan bahasa Jepang tetapi kamu tidak bisa menjawab. level 1 lebih baik untukmu. kamu akan menemukan banyak hal di sana."

gadis itu terdiam. aku bisa menangkap gurat kekecewaan di wajahnya. namun dia berusaha menahannya. aku ikut sedih menyaksikan apa yang terjadi.


kemudian giliran gadis Mesir yang duduk di samping kananku, dia bercerita tentang kegemarannya menggambar komik Jepang dan segera ingin belajar bahasanya.

dan tibalah giliranku. si penguji cuma menanyaiku singkat, kenapa? aku juga tidak mengetahuinya secara pasti.  aku tidak ditanyai kenapa suka Jepang dan sebagainya. Dia hanya bertanya mengenai jurusan Islamku.

sebenarnya untuk bahasa Jepang, sejak di Indonesia aku sudah membawa beraneka software, audio, e-book dan lain lain untuk menunjangku berbahasa Jepang. sudah banyak koleksiku mulai pembelajaran dari Japan Foundation sendiri, dari Minna no Nihongo, Tell me more, monbugakakusho dan lainnya. namun sampai saat ini aku belum pernah belajar dengan serius, hanya buka-buka sebentar kemudian hilang dan lupa lagi.


dan untuk itulah aku membutuhkan Japan Foundation. aku berharap para pengajar mampu mendobrak smengatku dan menghilangkan kemalasanku untuk belajar bahasa Jepang. aku dari dulu ingin sekali bisa lancar bahasa Jepang, namun karena tidak ada partner, aku malas mempelajarinya.

*******

saat adzan Ashar berkumandang, aku meninggalkan asramaku dan berangkat ke Japan Foundation. aku mencoba menaiki lift namun karena terlalu lama, aku akhirnya menaiki tangga.

aku tidak sabar melihat namaku tertempel. aku ingin cepat-cepat bisa bahasa Jepang. aku telusuri pandanganku ke tiga buah kertas yang tertempel di dinding. aku perhatikan dengan seksama kertas pertama, kedua, dan ketiga. Tidak Mungkin!!!


aku kembali melempar pandangan mataku ke kertas pertama. namun setelah berulang kali aku mencoba, tetap tak kutemukan namaku. aku bertanya kepada diriku sendiri, kenapa?

aku melihat perempuan Jepang dengan rambut pendek sepanjang bawah telinga. nampak gurat wajahnya yang mulai menua, itu ...  ibu Penguji!! aku bertanya kenapa namaku tidak ada, mungkin ada alasan yang logis.? namun si penguji nampak cepat-cepat menghindariku dan tidak menjawab pertanyaanku dengan logis.

aku pulang dengan hati yang terpecah belah. aku berpikir keras kenapa namaku sampai tidak ada di sana? aku mencoba memikirkan kejadian-kejadian sebelumnya saat si penguji tidak menanyaiku dengan banyak.

apakah dari awal si penguji sudah illfeel karena aku sekolah di jurusan islam? karena perlu kau ketahui kawan, penduduk Jepang di Mesir hampir tidak ada yang beragama Islam, cuma segelintir orang yang beragama Islam, bisa dihitung dengan jari. bahkan dari sekian penduduk dunia yang kuliah di Al-Azhar, aku tak menemukan satupun orang Jepang.

mungkinkah mereka takut kalau aku bisa berbahasa Jepang, aku akan berbicara tentang islam kepada mereka (penduduk Jepang) ?

bagaimanapun juga, hatiku masih sakit. padahal aku ingin segera melahap habis buku-buku berbahasa Jepang yang ada di perpustakaan. aku ingin berbicara bahasa Jepang kepada teman-teman Jepangku.


entah harus aku obati dengan apa sakit hatiku ini. Bagaimanapun Allah pasti ingin menunjukkan sesuatu kepadaku atas apa yang aku alami hari ini.


Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Jarak



Jum'at, 2 - November - 2012

Beberapa hari ini, aku mengalami penurunan iman. ini biasa terjadi pada anak muda sepertiku. entah aku sulit mengingat Allah, sulit rasanya membuat lidah ini berzikir kepada Allah. juga aku terkadang melupakan tahajud dan Dhuhaku. apa yang terjadi kepadaku??

saat aku mengalami penurunan iman, aku tidak lagi memikirkam Mariam, dan seolah tidak ada benih cinta sama sekali di dalam diriku. mungkin ini isyarat dari Allah untukku, bahwa orang yang jauh dari Allah tidak berhak menerima dan merasakan cinta.

Kemarin (Kamis, 1 November 2012) aku berencana mengikuti pameran Universitas Jepang, namun karena tidak tahu tempat pastinya aku sampai di beberapa lokasi yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. dan banyak orang miskin yang menengadahkan tangannya di sana.


aku keluarkan isi kantongku, banyak uang receh. dan aku penuhi tangan kosong mereka dengan kepingan uang pound. entah aku tak memikirkan lagi uang untuk pulang, atau uang untuk beli minuman dan makanan. yang aku pikirkan bagaimana membuat hatiku tenang. hati akan merasa tenang dengan sendirinya jika kepingan-kepingan itu sudah aku sampaikan kepada mereka. Ah, uang-uang itu cuma titipan dari Allah, tanggung jawabku hanya menyalurkan uang itu kepada mereka.


*******

tanpa di duga, malamnya aku terbangun dengan sendirinya. aku lihat jam di ponselku, waktu subuh belum tiba. ini... Waktu Tahajjud!!!


" Saat engkau terbangun di sepertiga malam, Berbahagialah... artinya Allah memilihmu untuk bisa berdua dan menyendiri bersamamu."


Akhirnya... Allah memilihku..!!
Aku langsung berjalan ke tempat wudlu dan membasuh wajah dan anggota tubuh yang lain.  beberapa hari ini aku selelu terbangun di waktu subuh, sedih rasanya Allah mengetahui Allah tak memilihku. namun saat ini, aku tak boleh menyia-nyiakan panggilan Allah.


*******


pagi menjelang...
aku merasa imanku sedikit demi sedikit membaik. mungkin karena sedekah yang aku lakukan kemarin. mengobati jiwaku yang tengah sakit.


aku tiba-tiba teringat Mariam pagi ini, aku melihat tulisan Mariam yang ditulis 12 jam lalu. dan... aku tak menyangka... Mariam keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur ibu?!


Allah... aku tak menyangka. seolah aku tak sanggup lagi menggapainya. sepertinya derajat Mariam terlalu tinggi buatku. tiba-tiba aku minder.


Kakeknya memberitahu kepada Mariam, kalau dia keturunan Turki dan generasi terdahulu tinggal di Maroko kemudian pindah ke Mesir. dan mereka keturunan Rasulullah SAW dari garis ibu.


kalau di Indonesia, mereka yang keturunan nabi Muhammad disebut Habib dan Syarifah. mereka amat menjaga keturunannya, bahkan mereka pun harus menikah sesama pemilik keturunan Rasul. tidak diperbolehkan menikah dengan orang biasa. demi menjaga garis keturunan katanya.

aku merasa tak berhak lagi berdiri di sampingnya. laki-laki biasa sepertiku, mana bisa sebanding dengan gadis se-sholihah dia, sekaya dan pemilik garis keturunan mulia seperti dia.


entah skenario apa yang Allah berikan untukku...
»»  Baca Selengkapnya...

Buta Karena Kata


Kamis, 25 Oktober 2012 (9 DzulHijjah 1433)

Terkadang... perkataan orang lain membuat kita lupa bagaimana cara bersyukur. membuat kita merasa kurang dan selalu menuntut.

aku sangat sakit hati saat teman-teman berkomentar, "Ah, Mariam jelek.", "Ah, Mariam gak cantik.", "Mariam saat berjalan sama temannya, kecantikannya kebanting, Jay."

aku sungguh sakit hati dan berpikiran untuk mencari gadis Mesir yang jauh lebih cantik, yang bisa membungkam mulut teman-temanku. hari-hariku selalu terbayang perkataan teman-temanku.

mungkin sudah menjadi fitrah lelaki dan menjadi kebanggaan tersendiri memiliki seorang sitri yang cantik. yang bisa dibanggakan di depan lelaki lain. aku tahu perasaan itu benar-benar salah. namun kenapa aku terpengaruh?

aku bisa maklumi perkataan teman-temanku. karena di sekitar kita banyak gadis Mesir yang berwajah cantik jelita. mungkin berkali-kali lipat paras Mariam. saat kita melihat gadis yang kecantikannya luar biasa, wanita yang jelita pun akan terlihat jelek.

Namun... pagi ini aku disadarkan oleh tweet temanku.

"Meski aku tidak bisa memilih pada siapa aku jatuh hati, setidaknya aku bisa memilih siapa yg patut kuperjuangkan"

"sungguh Allah akan mencabut nikmat hamba-hambanya yang tidak pandai bersyukur"

"Malam ini aku bersujud bukan untuk berdoa memohon sesuatu.. Melainkan berterimakasih atas kebahagiaan yang telah-Dia beri padaku"

sungguh... hatiku terketuk. aku merasa amat berdosa karena kufur nikmat. seolah saat ini tubuhku dipenuhi lumpur kotor. aku tidak bersyukur karena dipertemukan dengan Mariam. aku juga tak bersyukur karena telah menjadi anggota keluarga dokter agamis itu. aku tak bersyukur atas semua limpahan rahmatNya yang tak diraih orang lain.

pagi itu aku menyesal di hadapan Allah. aku ungkapkan ucapan kasih tak terkira dalam sujudku. aku terselungkup rendah. sangat rendah. aku benar-benar kecil di hadapanNya. aku tak bisa apa-apa tanpa kebesaranNya.

Allah menegurku dengan cara yang lembut. Allah menuntunku ke setapak yang sejuk. Allah memapahku ke jalan yang sangat halus saat diri ini mulai tersesat.

sebelumnya aku hampir tidak pernah melihat tweet temanku itu. namun pagi ini tweet-nya muncul secara tiba-tiba dan membuatku ingin membaca tulisan-tulisan lainnya. sungguh indah rencana Allah. Entah akan jadi apa sosok ini tanpa teguran halusNya. mungkin diri ini semakin terperosok lebih dalam dan semakin hitam.

aku beruntung memiliki Allah. Allah yang selalu ada untukku, Allah yang selalu siap menegurku kapanpun, Allah yang mengingatkanku.


dan lagi-lagi, aku harus mengucapkan terima kasih kepadanya... Karena hari ulang tahunku (hari ini) bertepatan dengan hari Arafah. bagiku... ini adalah hadiah terindah dari Allah untukku.

Terima kasih Allah :')

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Berusaha Menjadi Bening


Kamis, 27 September 2012

malam itu... aku merasa bahagia. entah harus dengan apa aku melukiskannya. hari itu aku mengunjungi Japan Foundation untuk menonton anime yang berbicara tentang peristiwa Hiroshima Nagasaki.

aku datang sendiri karena Mariam sibuk dengan kuliahnya akhir-akhir ini. Toh aku tak ingin mengganggunya, dia dokter masa depan, banyak yang akan bergantung kepadanya kelak. dan tanpa aku sadari Mariam duduk di belakangku. aku baru menyadarinya saat film sudah mulai ke inti. aku sapa dia dengan senyum, dia pun melakukan hal yang sama.

usai menonton, aku baru menyadari kalau Mariam pergi bersama teman perempuannya. aku lupa namanya, namun wajahnya sangat cantik, mungkin lebih cantik dari Mariam. namun aku tak begitu tertarik dengannya. karena aku sudah jatuh hati kepada kepribadian Mariam. kepribadian yang mengalahkan kecantikan wajah bidadari sekalipun.

pihak Japan Foundation menyiapkan berbagai kue dan minuman untuk para pengunjung. saat itu aku bingung kue mana yang aku pilih. dan tiba-tiba dari belakang aku mendengar suara lembut memanggilku, "Zain... ini..."

dengan senyumnya yang lembut, dia memberikan aku sepiring kue yang dia pilih. berharap aku menerima dan memakan kue pilihannya.

tahukah kamu Mariam... saat itu aku merasa sangat bahagia dan tersipu. kamu melayaniku dengan baik. bagi seorang lelaki sepertiku... hal sederhana seperti itu mampu meluluhkan hatiku.

namun... saat itu, aku tak mau kembali seperti dulu. aku tak mau lagi mendapat teguran dari Allah. aku tak ingin bermesraan dan memadu kasih sebelum waktunya.

saat aku bersama Kheloud... seolah dosa terus mengalir deras dalam aliran darahku. aku tak mau mengulanginya.

maafkan aku karena membuatmu kecewa tidak menerima sepiring kue yang telah kamu sediakan untukku.  mungkin kamu kecewa... aku juga. namun aku tidak ingin memadu kasih sebelum waktunya. aku tak ingin lagi terjerat belenggu syaitan untuk kedua kalinya.

aku ingin menjagamu, juga menjaga cinta suci yang telah Allah berikan kepadaku.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Yang Terlahir


Ahad, 14 oktober 2012

Allah... mendengarnya membuatku ingin segera memilik bayi. kisahnya saat mendengar suara tangis bayinya untuk pertama kali. kekhawatiran saat melihat  sosok bayi di hadapannya, pertama kali sosok mungil itu tampil dihadapannya dia langsung mengecek jumlah semua jari kaki dan jari tangannya, dan rasa syukur tak terkira saat semua jemari itu lengkap. bagaimana hati sang ayah saat darah dagingnya cuma berjari empat? aku tak bisa membayangkan perihnya.

malam ini aku dan teman-teman menjenguk senior kita yang melahirkan jum'at lalu. bercerita panjang lebar tentang pengalamannya. membandingkan rumah sakit Indonesia dan rumah sakit Mesir. dia berkata, "rumah sakit Indonesia terlalu lebay, harus bayar ini-itu, bayar penginapan yang berhari-hari, bayar biaya persalinan, biaya konsultasi, dan lain-lain. mungkin jika ditotal habis lebih dari sepuluh juta. kalau di Mesir, semua biaya cuma satu setengah juta."

"keluarga saya di Indonesia kaget, "Haaah!! Rumah sakit apa itu?" saya hanya tertawa dan berkata kalau rumah sakit di Mesir lebih murah dan peralatannya lebih canggih, ungkap pemuda asal Sulawesi itu."

"saat sudah memiliki anak, ingin rasanya cepat-cepat pulang kerja, ingin melihat si bayi. kalau dibilang khawatir juga iya, senang juga iya saat melihat bayi kita sendiri. dan istri nomor kesekian. prioritas utama dalah si bayi. mungkin hampir semua ayah mengalami perasaan seperti itu."

dan beruntung mbak Ambar melahirkan anaknya secara lancar. dua jam setelah sampai di rumah sakit si bayi langsung terlahir. ini tidak lebih karena jasa suaminya juga. dia berkata, kalau di Indonesia mungkin surga di telapak kaki ibu memang ungkapan yang cocok. karena ada si nenek yang akan mengurus si bayi. atau ada bantuan dari keluarga si istri.

"namun di Mesir ini aku rasa surga ada di telapak kaki bapak juga. kita jauh dari orang tua, tak ada yang membantu, sangat berat. empat bulan pertama aku harus ada di sisi Ambar (istrinya), karena bulan pertama sampai bulan keempat adalah rawan keguguran."

"dokter tidak mengizinkannya untuk terlalu berat berjalan atau berbuat sesuatu yang membuat dirinya capek. tentunya dia harus sering-sering di kamar. aku harus membuat suasana di mana dia tidak bosan ada di rumah."

"terkadang di pagi buta dia menginginkan ubi bakar. di Mesir hampir tidak ada tukang ubi keliling di pagi buta. aku berlari dari ujung ke ujung mencari penjual ubi. aku tak ingin membuat Ambar lama menungguku. aku ingin segera kembali di sampingnya. namun setelah sekian lama berlari tak kutemukan juga si penjual ubi. dan beruntungnya ada satu penjual ubu mentah. aku beli dan aku rebus sendiri."

"menginjak bulan lima ke atas, aku sering-sering mengajaknya berjalan untu memperlancar persalinan. karena bulan-bulan itu adalah titik aman, jadi aku mulai memberanikan diri mengajaknya berjalan. dan alhamdulillah proses bersalinnya begitu lancar."

tangan berotot itu masih menimang bayi mungil seberat tiga kilo itu. saat melihat bayi itu ditimang, pikiranku kemana-mana. aku juga ingin memiliki bayi, bayi dari rahim Mariam. mendengar kisah dan pengalamannya begitu berat, namun seolah aku sudah siap mental untuk menjaga Mariam dan bayi kita sepenuh hati.

seorang pengunjung bertanya, "bagaimana anda mempersatukan dua budaya yang berbeda? anda yang dari Sulawesi sementara Ambar dari Ponorogo, Jawa?"

"itu yang menjadi salah satu kendala saat itu. keluargaku menolah, 'mengapa sih harus orang jawa? padahal di sini banyak sepupumu dari Bugis.' ingin rasanya aku menjawab dengan dalil agama, namun aku rasa percuma jika menjelaskan dalil agama kepada mereka. aku harus menjawab pertanyaan mereka dengan logika. ' Jika kalian takut rumah tangga kita akan rusak karena perbedaan budaya. lihat keluargaku yang menikah dengan sepupu-sepupunya, toh mereka malah dari suku yang sama, namun tetap juga rumah tangga mereka ada yang cacat."

"aku kemudian ke rumah Ambar di Ponorogo. si Ambar bertanya 'apa yang akan kamu bicarakan saat bertemu orang tuaku nanti?' aku akan memperkenalkan diriku, sudah. kalau mereka menyuruh aku duduk ya aku duduk. Toh Allah akan mempermudah jalan kita Insha Allah.' "

"orang-orang di sekitarku berkata, 'menikah itu tidak main-main lho.' aku berkata kepada mereka bahwa untuk urusan menikah aku tidak pernah main-main. dalam hal ta'arruf dan melamar memang tidak aku rencanakan. aku langsung bertindak. kalau direncanakan lama-lama akan berat di otak dan berat juga di tenaga."

mendengar perkataannya jantungku berhenti berdetak. seolah aku menemukan jawabanku. akan lebih berat jika aku berlama-lama merencanakan kapan waktu yang tepat untuk melamar Mariam. mungkin akan semakin berat di mentalku jika aku terlalu lama menunggu. tinggal melakukan dengan segera dan memasrahkan diri kepada Allah.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Kelulusan Mariam





Kamis, 4 Oktober 2012

Sore


aku kembali membuka akunku dan kulihat beberapa foto Mariam mengenakan pakaian toga. Allah... apakah aku melewatkan upacara kelulusannya?

kenapa Mariam tidak memberitahuku?

Ya Allah... rasa sesal menyelimuti diriku seketika. aku tak bisa menepati janjiku pada Mariam beberapa bulan yang lalu. Aku tidak bisa memandang Mariam memakai pakaian kelulusannya dengan mataku sendiri.

satu minggu yang lalu aku memutus koneksi. aku tidak ingin terlalu sibuk dengan internet. aku tak ingin semua jiwa pikiranku tersangkut internet. dan aku mendapat perasaan tidak enak saat terlalu sering menggunakannya. aku ingin menenangkan hati dan berusaha merapat kembali dengan Nya. aku tidak ingin terlalu jauh dengan Nya. dan aku beritahu hal ini kepada Mariam.

mungkinkah hal itu yang membuat Mariam tidak memberitahuku? Karena tidak ingin menggangguku?

Allah... jika memang hal itu alasannya, begitu baiknya dirimu Mariam...
namun tetap saja aku merasa menyesal karena tak bisa menghadiri upacara tersebut. Upacara yang hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Malam


aku kembali membuka e-mailku dan kutemukan balasan dari Mariam. dia menjelaskan kalau foto-foto itu hanyalah latihan untuk persiapan Sabtu besok. perasanku lega. namun tetap aku tidak bisa menghadiri upacara itu. kursinya terbatas. yang bisa hadir hanya ayah, ibu dan Salma. bahkan Sundus dan Ali pun tidak bisa hadir.

rasa sesal muncul kembali di dalam diriku. namun aku bisa memaklumi. aku tidak mungkin kan menggantikan kursi ayah dan ibu yang sudah membesarkan Mariam. aku juga tidak mungkin menggantikan kursi Salma, adik tercintanya yang selalu ada di sampingnya.

namun aku bahagia ayah dan ibu sungguh perhatian  kepada Mariam. mereka mau hadir saat upacara kelulusannya. mereka berdua juga sangat khawatir dan menelpon berkali-kali saat Mariam pulang larut.

sangat berbeda dengan Kheloud. orang tuanya tidak peduli lagi dengannya. tidak ada yang hadir di saat-saat penting itu. dan saat Kheloud pulang larutpun tidak ada keluarganya yang menelpon. niat untuk menjemputpun tidak ada.

Hhhh... semoga Allah merahmati kalian berdua.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Cinta Dalam Kertas


Kamis, 27 September 2012



“BABY I LOVE YOU! ALL I NEED IS YOUR DU’A”
Tulisan itu begitu masuk ke dalam relung hatiku. Seketika perasaanku penuh membuncah, penuh akan rasa cinta. Tanganku bergerak memandangi pesan berhuruf capital itu. Aku mendongakkan kepalaku, memandang atap Bank Qahirah, bercat putih agak kekuningan. Pandanganku seolah menembus langit mencipta sebuah do’a yang ingin kusampaikan kepada si pengirim tulisan itu.

Aku tak tahu kalau tulisan sederhana itu memberi efek yang luar biasa. Tanganku gemetar. Aku elus kertas itu di pipiku. Dadaku sesak, penuh dengan rasa cinta. Seolah sehelai kertas itu mengalirkan kasih sayang ke seluruh pori dan nadiku.

Siang ini aku ke Bank Qahirah bersama seorang temanku. Mengambil kiriman Money Gram dari ibu Amerikaku. Juli lalu dia mengirimu uang karena tahu ponselku rusak. Aku sudah menolak beberapa kali dan berkata lebih baik kalau uang itu untuk Sarah dan Sophia. Namun ibu memaksaku, “Aku tidak pernah melakukan sesuatu untukmu nak… setidaknya aku bisa melakukan sesuatu pada ponselmu.”

Aku kalah dengan kegigihan ibu. “Kamu butuh berapa nak?”
Hhh… aku tidak enak hati kalau ditanya seperti itu. Toh… kalau aku meminta sejumlah uang aku takut akan merepotkan ibu. Dia single parent kerja dari pagi sampai malam untuk membiayai Sarah dan Sophia. Juga membiayai ayah-ibunya (kakek-nenekku).

Ibu begitu tegar menjalani kehidupan yang begitu berat di New York. Saudari-saudarinya membencinya karena keislamannya. Dan terkadang kebencian mereka memberi efek kepada dua adik kecilku, Sarah dan Sophia. Aku heran darimana sumber kekuatan ibu menghadapi semua itu?

Akhirnya aku tidak menyebutkan jumlah pasti yang aku butuhkan. Aku ingin ibu yang menentukan. Sebelumnya sudah aku beritahu terlebih dahulu bahwa aku tidak memerlukan banyak uang untuk membeli ponsel. Cukup ponsel murah yang bisa untuk menelpon dan mengirim sms.

Dan 80 Dolar[1] dikirim untukku. Aku sempat bingung mau ditransfer kemana uang ibu karena aku tidak punya rekening, tidak punya paypal. Untung ada Money Gram. Jasa pengiriman uang tanpa harus punya rekening.

Bulan Juli ibu mengirim dan sebenarnya bisa ku ambil hari itu juga, namun ternyata tidak semua bank mempunyai jasa Money Gram. Aku jelajahi satu demi satu bank yang ada di Mesir namun usahaku sia-sia. Aku letih dan putus asa. Aku sempat tak memikirkan uang yang dikirim ibu lagi, namun aku merasa sangat bersalah. Aku merasa bersalah karena tidak mempedulikan uang yang dikirim Ibu.

Kenapa kau begitu tega mengacuhkan uang hasil tetesan letih ibu. Aku merasa bersalah karena putus asa. Dan secercah cahaya muncul menghampiriku saat aku menerima SMS dari temanku.
“Jay, duit ente yg ditransfer sudah diambil? Saya sudah nemuin bank yang ada Money Gramnya.”

*******

Dan di sinilah aku sekarang, di Bank Qahirah. Aku menunggu antrian, dan si petugas memberiku selembar kertas kepadaku. Sebuah pesan dari si pengirim.

“Sayang… aku mencintaimu! Yang aku butuhkan hanyalah do’amu.”

Hatiku mencair membaca kata-kata itu. Ibu yang sungguh romantis. Seketika itu aku meminta kepada Allah untuk menjaga ibuku, aku ingin ibu diberi ketegaran menjalani islamnya.

Ibu… meski tidak kau pinta aku akan selalu mendoakanmu ^_^




Zhie



[1] Kurang lebih 800.000 Rupiah
»»  Baca Selengkapnya...

Birokrasi yang Mengesalkan



Senin, 17 September 2012

Tanganku memilin helain kertas yang masih hangat. Mesin berbentuk kubus bernama photo copy membuat benda tipis keputihan itu terasa hangat. Hari ini aku mengurus visa, dan menyiapkan beberapa berkas untuk syarat perpanjangan.

Suasana ruang jawazat(kantor pengurusan Visa) tidak seperti bisaanya, begitu sepi dan hening. Mungkin ini salah satu karunia Allah kepadaku, visaku habis awal bulan Oktober. Hari dimana kantor jawazat begitu senyap.

Aku memandang miris teman-teman yang visanya mati di bulan Desember. Kantor jawazat begitu membludak. Mereka harus rela mengantre mulai jam 12 malam di depan kantor berpintu gerbang besi itu.

Keluhan demi keluhan kerap kali kudengar dari bibir teman-temanku. Mereka yang sejak pagi mengantre harus rela pulang dengan hati teriris karena panjangnya antrean.

Hhhh… hal ini yang aku benci dari Mesir. Birokrasi yang begitu lamban dan kekanakan. Para pegawainya tidak begitu memperhatikan perasaan para pengunjung. Terkadang kita sudah lama mengantre si pegawai dengan santainya makan dan membuat teh di luar jam istirahat. Mending kalau mereka makan sambil kerja, lha ini pengurusan diberhentikan secara tiba-tiba. Masa kita harus menunggu mereka makan?.

Belum lagi di tengah pekerjaan mereka bercanda bersama pegawai di sampingnya. Mereka tidak tahu apa antrean sudah panjang sampai di luar kantor jawazat? Mending kalau bercanda sambil bekerja, lha ini seluruh anggota tubuhnya fokus kepada bualan gombal mereka. Tentu kita yang mengantre sakit hati. Pegawai macam apa ini? Bagaimana Mesir bisa maju kalau orang-orangnya seperti ini? Mereka tidak kasihan apa kepada para pengunjung yang sudah mengantre sejak sebelum subuh?

Sering teman-temanku yang tinggal di luar menginap ke asrama kami demi mengantre di Jawazat. Dan mereka yang tidak punya kenalan di asrama, tidur berselimut dingin di luar kantor jawazat. Apa para pegawai Mesir tidak punya hati melihat itu semua? Mentang-mentang tidak pernah mengurusi visa mereka bekerja begitu lamban. Terkadang pengurusan diberhentikan tanpa alas an yang jelas. Mereka yang sudah mengantre sejak lama terpukul karena harus mengantre kembali hari berikutnya.


Ku langkahkan kaki ini ke ruangan bersekat kaca. Kaca bertuliskan Khazinah 6 itu terlihat cukup bersih. Aku bisa melihat para pekerja lewat kaca transparan itu. Ada yang mengobrol, ada yang fokus kepada kertas-kertas dan ada yang mondar-mandir.  Cuma dua orang Indonesia yang Nampak hari ini, aku dan seorang lelaki yang mungkin dari kota Madura, karena aku sempat melirik profil yang dia tulis di lembaran kertas permohonan perpanjangan visa.


Saat pemuda dari Madura itu pergi, aku maju selangkah dan menyodorkan berkas-berkas ke lubang kecil yang ada di dinding kaca itu. Dengan isyarat sang pegawai memintaku untuk menunggu dia makan. Untung aku bisa bersabar karena antrean Cuma sedikit dan suasana begitu sunyi.

Aku pandangi wajah pegawai itu. Dengan muka tanpa bersalahnya dia melahap roti kasar isy yang berisi ketang goring dan sayur-sayuran mentah. Tiba-tiba aku teringat ibu-ibu gendut yang bisaa mengurusi di pintu pojok. Aku sempat melihat di pintu pojok namun tak bisa aku temukan sosok berbadan gemuk itu. Aku mencoba mengintip ke dalam ruangan namun ada beberapa ibu-ibu berbadan gemuk. Aku lupa seperti apa wajahnya.

Aku teringat si ibu berbadan gemuk itu sering memanfaatkan posisinya di hadapan kita. Terkadang dia tidak mau mengurusi visa kita sampai kita membelikannya makanan untuknya. Sahabat dekatku, Rijalul Fikri salah satu korbannya. Sakit hati ini melihatnya. Kalau visa bukan hal yang sangat penting bagi kita, tentu kita akan menolak mentah-mentah dan menceramahi habis-habisan para pegawai itu.

Hhh… begitu kolotnya Negara ini. Aku baru menyadari ada hal semacam ini di dunia yang elok ini.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Seberang


Sabtu, 15 September 2012

Aku turun dari bis berwarna merah itu. Jalanan seperti biasa begitu ramai oleh mobil yang melaju kencang. Membuatku berpikir seribu kali untuk menyebrang.

Aku langkahkan kakiku dengan cepat saat celah mulai terlihat. Ada tiga orang yang saat itu turun dari bis. Satu lelaki berpasar kebaratan, aku dan gadis berkacamata berparas Asia. Tetapi Nampak si gadis begitu takut untuk menyebrang, membuat jiwa lelakiku merasa trenyuh dan berbalik arah, membantunya menyebrang.

Aku melintas jalan dan memberhentikan mobil yang berlalu kencang. Aku menunggunya menyebrang jalan, namun… dia tak bergerak satu inci pun. Aku memandang wajahnya keheranan namun dia melukiskan satu senyum di wajahnya. “Ya ampuuuun….!! Dia ingin aku menjemputnya di seberang.”

Aku terpaksa menjemputnya dan menyeberang bersama dengannya. Dan di tengah perjalanan dia bercakap bahasa Melayu kepadaku, “Ustadz dari negara mana ke?”
Aku menjawab, “dari Indonesia.”
“Lho? Sama yaa? Dari Indonesia juga? Aku kirain dari Thailand. Aku perhatikan gaya dan penampilannya seperti orang Thailand.”
Ya ampun… nie cewek berarti sudah memperhatikanku selama di dalam bis.
Dia bertanya namaku, kemudian aku bertanya balik namanya
“Namaku Elok”
Untuk basa-basi aku Tanya saja hal-hal yang sepele.
“Asal darimana?”
“Surabaya”
Ya ampun… ternyata masih satu provinsi denganku. Memang kuper banget aku ini. Teman satu provinsi saja tidak kenal. Aku gaulnya sama orang-orang Mesir sih. Jarang banget gaul sama orang Indo.

Kemudian dia bertanya balik, ”kalau Ustadz asalnya dari mana?”
“Aku dari Gresik”
“Gresiknya mana?”
Wah… kalau aku berkata nama daerahku, Tenger. Pasti dia tidak tahu. Soalnya sudah beberapa kali aku memperkenalkan diriku dengan berasal dari Tenger, mereka tidak ada yang paham. Apa memang tempat tinggaku terpencil dan tidak banyak orang tahu yaa?
“Tahu GKB tidak? Aku tinggal di desa sebelahnya.”
Dia menganggukkan kepala. Dan melanjutkan perkataan, “kakek-nenekku tinggal di Bungah”
“Oh…,” aku menjawabnya dengan simple.
Aku masih terheran dengan perkataannya… aku dikira orang Thailand? Ah… mungkin karena penampilanku saat ini. Aku memakai kemaja hitam polos yang elegan dan kacamata ber-frame tebal. Terlihat seperti bukan orang Indonesia memang.

Aku baru saja mengambil kacamataku hari ini. Model kacamata Mesir tidak ada yang bagus menurutku. Aku terpaksa mencari di internet dan menunjukkannya kepada si tukang optic. Yaa sudah sebulan ini aku tidak memakai kacamata, beruntungnya kuliah libur sehingga aku tidak memaksa mataku untuk membaca tulisan kecil para dosen.

Aku kembali memulai pembicaraan, “malam-malam begini darimana?”
“Tadi habis les bahasa Perancis, sebelumnya mengajar di TK Mesir.”
Aku menjawab dengan gumaman. Mungkin dia ingin mendengar respon yang heboh dariku. Les bahasa Perancis, mengajar anak-anak TK Mesir adalah hal yang luar biasa bagi sebagian orang. Namun tidak bagiku, mungkin karena aku menemukan hal yang lebih ‘luar biasa’ dari itu, atau juga karena aku tidak begitu suka memuji perempuan terang-terangan.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Liburan Bersama Keluarga

Karena Facebook kakakku tiba-tiba terblokir... terpaksa foto-foto ini aku upload di blog.
sebelumnya mohon maaf kalau di sini wajahku kucel...
kemarin aku mengalami dehidrasi berat, begitu menyengat terik matahari di Piramid dan saat itu aku sedang berpuasa Syawal, dan tidak sahur sebelumnya (bangun-bangun sudah subuh, hehehe). jadi belum ada setetes air pun yang masuk ke dalam tubuhku saat itu.


Bersama adik dan sepupu (Dari kiri : Sundus (adik), Salma (adik), Muhammad (sepupu), Mariam (adik), Muhammad (sepupu. btw, namanya sama-sama Muhammad), Umar (sepupu), Aku, Ali (Adik).
Mariam dan Sundus menaiki unta
Aku dan Kuda
Aku dan Salma
Bersama adik adik tercintaku *^_^*
Di dalam Museum bersama adik dan sepupu
Bersama adik dan sepupu
Salma dan Piramid
Mariam dan Piramid
Aku dan Mariam di museum kapal
Salma (15th) dan Mariam (21th)
»»  Baca Selengkapnya...

Hilangnya Kesempatan


Ahad, 19 Agustus 2012

Aku terbangun oleh suara Wahid yang memanggilku, saat itu juga suara takbir menggema seluruh isi kamar, kesadaranku sedikit demi sedikit mulai kembali. Aku bergegas mandi dan merapikan diri untuk sholat Eid di masjid sebelah asramaku.

Aku duduk dengan khidmat mendengar khutbah sang imam. Si imam sempat lupa tidak melakukan lima takbir di rakaat ke dua sehingga dia menggantinya dengan sujud sahwi.

Di tengah khutbah aku sempatkan diriku membnalas SMS dari Maria. Aku baru menyadarinya ada pesan singkat darinya yang dikirim sejak pukul 4 :34 pagi.
« Salam Zain ! maaf kita tidak bisa bertemu denganmu saat Ramadan lagi. Kita semua sangat merindukanmu ! Selamat Eid ! apa rencanamu hari ini ? jika kamu punya waktu senggang, kami ingin melihatmu J .. »

Ada rasa penyesalan yang menghinggapi diri ini. Andai saat itu aku mengetahui ada SMS dari Maria, aku akan segera membalasnya. Aku baru mengetahui kalau tujuan dia mengirimiku SMS untuk mengajakku ke kota Fayoum, kota tempat tinggal neneknya. Hari ini keluarga Maria ingin mengunjungi nenek sehari penuh.

Sudah bertahun-tahun aku tinggal di Mesir, namun belum pernah sekalipun pergi ke kota Fayoum. Andaikan jadi, mungkin aku bisa berwisata sekaligus bershilaturrahim.

Aku mulai menyalahkan diriku sendiri, aku begadang kemarin malam menyelesaikan tugas-tugasuku, dua hari berturut-turut mencetak warna dan hitam-putih untuk bulletin edisi lebaran. Kita tidak ingin mengecewakan para pelanggan yang beriklan di bulletin kami. Dan kami baru saja tiba di asrama saat fajar menyingsing.

Andai malam itu aku tidak begadang mungkin aku mendengar suara ponselku dan dengan segera membalas SMS Maria, namun aku mencoba berpikir positif. Toh ada untungnya aku tidak pergi bersama mereka. Jika aku pergi bersama mereka, akulah yang malu nantinya karena aku pasti tertidur sepanjang perjalanan, karena hari ini aku hanya tidur 1-2 jam. Tentu memalukan bukan jika hal itu terjadi?

Hhh… pikiran positif membuat kita bersyukur terhadap kesempatan yang hilang di depan mata karena kesalahan-kesalahan kita.
Tidak ada gunanya merenungi nasib yang sudah terlewat.
Zhie


»»  Baca Selengkapnya...

Cinta-Nya


Senin, 13 Agustus 2012 (25 Ramadhan )

Saat itu, aku tak menyadari kalau Mariam mengirimiku sebuah pesan. Aku terlambat, terlambat membuka pesan itu…

Salam Zain! Bagaimana kabarmu? Alhamdulillah keadaanku baik-baik saja. Keluargaku sangaaat menyukaimu. Mereka bercerita pada anggota keluargaku yang lain kalau ada seorang pemuda Indonesia yang sangat sopan, baik dan agamis.
Kami ingin bertemu denganmu lagi Zain! Bisakah kamu berbuka puasa di sini lagi, sholat Tarawih dan Tahajjud di sini ?
Bisakah kamu tinggal bersama kami sepanjang malam di sini ? apa tidak apa-apa kamu tinggal jauh dari asrama dan temanmu ?

Aku baru membukanya satu hari setelahnya, dan baru membalasnya dua hari setelahnya (15 Agustus). Banyaknya kegiatan membuatku tidak bisa membuka e-mail setiap hari. dan sampai akhir Ramadhan aku tidak bisa bertemu Mariam kembali…

Aku membaca pesan itu berkali-kali. Tak bosan-bosannya aku memandang tulisan itu.  Keluarga Mariam menyukaiku, sampai mereka begitu antusias menceritakan sosok diriku. Hatiku luluh.

Namun satu sisi aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Kepribadian sopan, baik dan agamis itu ? apa itu sungguh kepribadianku? Atau hanya topeng yang aku pasang saat berada di depan mereka?

aku tak ingin jika kepribadian itu hanyalah topeng, aku tak ingin topeng itu selalu aku pakai di depan mereka. Aku juga tak ingin tersiksa karena selalu berusaha menjadi orang lain. Aku ingin nyaman bersama mereka dengan diriku seutuhnya.

Tahukah kamu kawan, pertemuanku dengan Mariam sedikit merubah jalan hidupku, seolah dia mampu mendekatkan aku kepada Allah. Tidak hanya Mariam namun keluarganya juga. Padahal mereka tidak pernah menceramahiku juga tidak pernah memberiku tausiah maupun sebagainya.

Hanya dengan memikirkan mereka, seolah aku ingin berlama-lama tenggelam dalam lembaran ayat al-Qur’an, ingin berlama-lama duduk di masjid, ingin berlama-lama berdiri menunaikan sholat sunnah.

Dan sepertinya Allah pun turut meluruskan langkah kita. Saat kita pergi ke kajian dan berjanji bertemu berdua usai kajian, ada saja yang menghambat kita untuk berduaan. Entah ponsel kita rusak dan tidak bisa menentukan ke tempat mana kita akan bertemu. Dan akhirnya kita pulang sendiri-sendiri tanpa bertemu sebelumnya.

Namun saat Mariam mengajak Salma, adiknya untuk ikut kajian, akhirnya kita bisa bertemu bertiga. Allah menjaga kami, DIA tidak ingin kami berduaan, karena jika dua orang yang bukan mahram bertemu, akan muncul orang ketiga yaitu Syaitan (hadits nabi).

Dan aku berpikir apakah itu arti cinta sesungguhnya? Cinta yang yang mampu mendekatkan seorang hamba kepada PenciptaNya?

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

abcs