Hati yang Tak Menentu


Senin, 16 Juli 2012

Ini mengenai kisah perjalananku dengan Mariam. Gadis Mesir yang membuat pandanganku teralih. Aku tenang saat melihat wajahnya, aku terhanyut menatap kesopanannya, aku terpesona memandang kedewasaannya.



Aku mengirim undangan “International Student Show” kepada teman-teman Mesirku pagi ini.  Sebuah acara pagelaran seni dari berbagai belahan dunia, persatuan pelajar Indonesia yang menyelenggarakannya. Sebenarnya aku terlambat menyebarkannya karena aku baru mengetahui berita itu beberapa jam yang lalu.

Seperti yang telah kuduga sebelumnya, tak ada respon, terlalu mendadak. Sebenarnya aku sudah bilang ke salah satu panitia untuk memberikan undangan kepadaku jauh-jauh hari, untuk bisa kusebar. Namun karena kesibukanku, aku tidak menyadari undangan itu telah tersebar. Hhh… cerobohnya aku.

Aku sempat putus asa tak ada teman Mesirku yang hadir, kecuali… Mariam.

Setelah dzuhur berkumandang. Aku menyempatkan waktu sejenak, dan aku melihat Mariam pun sedang online. Entah saat itu siapa yang mengawali pembicaraan. Yang aku ingat gadis yang kuliah di jurusan dokter gigi itu menyapaku dan bertanya kepadaku apakah aku akan ikut ISS (International Student Show)?

Tentu aku mengatakan iya. Dan aku balik bertanya. Gadis berkulit putih itu pun ingin pergi ke sana namun belum tahu lokasinya. Dan aku menawarkan untuk pergi bersama. Dia meminta izin ke orang tuanya terlebih dahulu, dan mereka mengizinkan. Alhamdulillah.

Dan setelah mengobrol beberapa menit, aku menarik kesimpulan, dia anak rumahan yang hanya tahu jalan ke rumah dan kuliah. Universitas al-Azhar pun belum pernah dia kunjungi dan pasar Husein, pusat souvenirs bagi turis dan penduduk sekitar pun jarang dia kunjungi, terakhir kali dia mengunjunginya saat dia masih kecil (seingatku). Padahal, aku mengunjungi pasar husein hampir setiap hari.

Dia ibarat katak dalam tempurung. Selalu terkurung di dalam rumah, tak bisa melihat keindahan negerinya sendiri. Mengingatkan diriku yang selalu terkurung di dalam rumah dan tak tahu apa-apa tentang kotaku sendiri. Aku yakin banyak tempat bagus di Kairo yang belum pernah dia kunjungi, dan aku berencana mengajaknya ke tempat-tempat itu suatu hari nanti..
Mariam: “Hey… siapa turis di sini?”
Perkataannya membuatku tertawa, aku memang pengunjung di sini, dan bukan penduduk asli. Namun  aku sedikit tahu lebih banyak tempat-tempat di Kairo daripada dia (mungkin).
Aku : “Haha saat ini aku pemilik Kairo dan kamu turisnya”
Mariam : “Oke, Tuan guide… tunjukkan aku tempat-tempat itu ^_^ ”

*******

Udara panas kembali menyengat, hari ini suhu udara mencapai 41 derajat celcius. Aku bergegas mencari tangga menuju masjid el-Fath usai turun dari Metro Shohada. Kami berjanji bertemu di sana. Sebelumnya aku mengiriminya SMS, memberitahukan kalau aku sedikit terlambat karena sampai jam 3 sore[1] belum mendapatkan bis, dan jalanan macet.

‘’ Zain… Zain… “

Aku sempat tak mendengarkan suara lirih itu, namun saat kedua kalinya suara itu memanggilku, aku menoleh ke belakang dan kutemukan sosok Mariam menunggu di belakangku.

Suaranya lebih tegas daripada Kheloud. Karena seringnya mendengar suara Kheloud, suara Mariam sedikit agak asing dan mulai membuatku canggung. Kita sudah lama tidak bertemu, dan kecanggungan mulai menguasai kami. Namun aku berusaha membuatnya mencair dan berhasil. Kini aku bisa membiasakan diri dengan Mariam.

Kami sempat tersesat, sekali lagi itu karena penyakit buta arahku yang belum juga hilang. Aku tak ingin mengecewakan Mariam, tak ingin juga menghabiskan energi Mariam, karena gadis berhidung mancung itu tengah berpuasa. Dia lebih relijius daripada yang aku kira.

Namun, rahmat Allah masih menaungi kami, mini bis melewati kami dan segera meluncur ke Sholah Kamil, tempat acara diselenggarakan. Sepanjang perjalanan Mariam selalu melihat jam. Perasaan was-was mulai menyelimutinya. “Zain… kita terlambat…” aku hanya tersenyum simpul mendengarnya. Dia belum tahu kalau orang Indonesia memiliki jam karet. Acara yang diselenggarakan pada jam 4 sore bisa molor beberapa jam.

*******

Kami memasuki ruangan. Lantunan indah lagu Maher Zain terdengar memenuhi ruangan. “Zain aku suka lagu Maher Zain.” Ungkap Mariam. “aku juga.” ungkapku.
“Namun aku lebih suka lagu Maher Zain yang memakai musik Bayati”. Aku terbengong. “Musik Bayati itu musik ketimuran. Saya kurang begitu suka dengan lagunya yang bermusik kebaratan.”

“Zain… kenapa begitu sepi?” sudah aku duga sebelumnya, acaranya pasti molor. Aku malu jika menjelaskan kalau itu sudah kebisaaan mahasiswa Indonesia di sini. Aku mencoba mengalihkan perhatian dan menjawab, “ ini baru di luar, masih ada lagi tempat di atas untuk pertunjukkan, seperti di geduang teater.”

Dan di dalam, terdapa beberapa stand yang menunjukkan beberapa ke-khas-an Negara. Mulai dari makanan, benda-benda, pakaian dan lain lain. Dan ada beberapa stand yang masih kosong dan belum terisi seperti Stand Thailand, Marocco, dan lain-lain. Dan aku menggunakan kesempatan itu untuk mengalihkan pembicaraan, agar Mariam tidak menyadari keburukan budaya kami dalam hal waktu. “Emmm… sebenarnya panitia “mungkin” ingin segera memulainya, namun beberapa utusan dari Negara lain belum datang, jadi kita menunggu mereka.”

“Ah… aku lega, aku kira aku akan terlambat. Ternyata belum dimulai. Ini lebih baik daripada terlambat.” Ungkap Mariam.

Gadis berhidung mancung itu berkeliling melihat stand demi stand. Bertanya hal-hal yang baru. Dia berkata belum pernah melihat orang-orang Afrika dan Asia sebanyak ini. Dia berfoto dengan mereka satu persatu. Dari stand demi stand pasti tidak ketinggalan foto Mariam dengan mereka. Aku hanya bisa tertawa. Mariam begitu imut dengan tingkahnya. Gaya berfotonya juga lucu. Terkadang seperti seorang model, terkadang seperti orang lugu dll. Kalau aku membandingkan dengan Kheloud, kebanyakan dia begaya Victory dan senyumnya mengambang lebar.





Dan aku baru tahu kenapa dia begitu bahagia berfoto dengan orang-orang Asia dan Afrika. Di universitasnya hanya ada orang Arab. orang Asia dan Afrika tidak ditemukan di sana. Dan Mariam begitu terkejut saat aku mengatakan kalau aku tinggal seatap dengan orang Rusia, Cina, Afrika, Bangladesh dll.

Beberapa teman Indonesiaku menyapa, namun aku hanya bertanya kabar dan tidak ingin berbicara lama, karena aku tak ingin membuat Mariam menunggu. Aku tak ingin melihat Mariam hanya terdiam melihat aku dan teman-teman Indonesiaku berbicara satu sama lainnya.

Dan respon yang sama sekali berbeda jika aku berjalan dengan Kheloud. Mariam berkata kepadaku,” Zain… kalau ingin berbicara dengan teman-temanmu, berbicaralah, tidak apa-apa.” Nampaknya dia tahu kalau aku meminimalisir bicaraku dengan teman-teman demi Mariam. Berbeda dengan Kheloud, dia pasti berkata, “ Zain… kamu kok gak gaul sama teman-temanmu sih?” Hhhh… Kheloud tidak mengerti aku, dia tidak tahu kalau aku berbuat demikian semata-mata untuknya, karena tak ingin membuatnya sendirian.” Terkadang aku kecewa karena dia tidak bisa mengerti diriku. 

*******

Adzan Maghrib mulai terdengar di telinga. Kami tunaikan kebutuhan kami, sholat berjamaah. Kemudian mulai memasuki gedung.

Kami harus kecewa karena tulisan di atas pintu. Ruangan bawah hanya untuk para undangan. Ruangan untuk non-undangan ada di atas. Aku sempat melihat wajah kecewa Mariam. “maafkan aku Mariam, kamu sudah menunggu lama sejak sore dan kita tidak bisa memasuki ruangan yang kita suka.” ungkapku dalam hati.

Kami berjalan menaiki tangga, dan kekecewaan Mariam lenyap seketika, “Hai Zain… tempat ini lebih bagus dan lebih nyaman untuk menonton. Kita bisa melihat jelas dari atas!” paras wajahnya begitu bahagia, aku lega dan bahagia mendengarnya. Terima kasih Ya Allah Engkau memberi kebahagian kepada Mariam.

Di sela-sela sambutan yang membosankan, dia berkata alangkah terkejutnya dengan imam perempuan di mushala tadi. Suaranya bergitu merdu dan seolah mudah sekali membacanya, tajwidnya begitu tepat.

Dia bertanya beberapa hal tentang pembelajaran Islam di Indonesia, tentang pembelajaran al-Qur’an yang ditanamkan sejak kecil. Dia sangat menyukai hal-hal yang berbau da’wah. Dia berkata akan masuk kuliah da’wah usai kelulusannya di kuliah kedokteran gigi.

Sejak sore tadi, dia bercerita berbagai macam hal kepadaku. Tentang keluarganya, tentang hal-hal yang disukainya. Aku pun senang mendengarnya. Hasil riset mengatakan, jika perempuan sudah berbicara panjang lebar mengenai dirinya kepada seorang lelaki, artinya dia sudah merasa nyaman berada di dekat lelaki itu.

*******

Acara sudah di mulai, kedua pembawa acara keluar dengan gaya kocaknya. Kata-kata Amiyah[2] yang diucapkan sungguh meledakkan tawa orang-orang hadir. Aku lihat di sampingku, Mariam juga sedang tertawa, namun aku sangaaat suka gaya tertawanya, mirip dengan diriku.

Saat aku tertawa aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak tertawa terbahak, aku tahan sebisa mungkin sehingga hanya membentuk senyum simpul. Aku ingin menjaga kesopananku dan itupun yang dilakukan Mariam saat ini. Aku sungguh sangat menyukai caranya menjaga kehormatannya. Sangat berbeda dengan Kheloud jika tertawa tidak ditahan sama sekali. Namun menurutku itu bagus, menunjukkan ekspresi aslinya, jujur dalam berekspresi. Masing-masing mempunya gaya dalam tertawa, namun di antara keduanya aku lebih suka dengan cara Mariam.

Berkali-kali aku memandang wajah Mariam yang duduk di sampingku. Ekspresi terkejut, takjub, tersenyum, tergambar indah menghiasi wajahnya yang putih. Dan seringkali mata kita bertatapan dan saling melempar senyum.

Kalau dipikirkan lebih jauh, Mariam penyabar dan lebih dewasa daripada Kheloud. Meskipun dari segi umur Kheloud lebih tua dua tahun daripada Mariam. Dari caranya berbicara yang tenang dan lembut terpancar kesabaran dan kedewasaan. Aku belum pernah sekalipun melihat Mariam marah. Kalau Kheloud, sudah beberapa kali aku melihat ekspresi marahnya.

Terkadang aku berpikir bagaimana nanti jika aku menikah dengan Kheloud? Dari lubuk hatiku yang paling dalam aku tak ingin menikahinya. Sikapnya yang terkadang tempramen mungkin akan sedikit menyulitkanku nantinya.

Sensasi saat berjalan dengan mereka berdua pun berbeda. Saat aku berjalan dengan Kheloud, seolah banyak kecacatan yang muncul dari dalam dirinya, namun aku berusaha menutupinya dengan kesempurnaan. Aku belajar darinya bagaimana menutupi kekurangan orang lain.

Saat aku berjalan dengan Mariam, kesempurnaan yang selalu nampak. Caranya bersabar, caranya menjaga kehormatan dan kesopanan, dan yang paling penting, dia memahamiku. Tak henti-hentinya diri ini bersyukur kepada Allah saat berada di dekatnya. Aku belajar banyak darinya.

*******

Acara selesai pukul sebelas malam, sebenarnya ada tiga Negara lagi yang belum menampilkan budayanya; Turki, Filipina dan Indonesia. Namun karena sudah terlalu larut terpaksa tidak ditampilkan.

Aku menawari Maria untuk makan, karena hari ini dia puasa dan belum ada secuil makanan pun yang mengisi perutnya, dia hanya minum air dan jus Guava[3] hari ini. Dia berkata tidak lapar, namun kalau ada makanan Indonesia dia ingin mencoba.

Kami turun ke bawah untuk mencari masakan Indonesia, namun kami kurang beruntung hari ini. Semua makanan sudah habis.

*******

Kami berjalan di bawah naungan malam. “Cuaca malam hari tidak begitu panas ya Zain… juga tidak dingin.” Aku mengiyakan perkataan Mariam, malam ini tidak bagitu panas, namun juga tidak begitu dingin. Tidak ada angin malam yang berhembus.

Dari pinggir jalan, teman-teman berteriak dari dalam Tramco (mini bus) , “Jay..! mau pulang ke bu’uts tidak? Bareng!”
“Tidak bro..! ane mau mengantar ‘dia’ dulu!” teriakku.

“Zain… itu temanmu kan? Pulang saja bersama mereka.”
“sudah aku bilang kan… aku akan mengantarmu pulang?”
“Oh.. Zain. Kamu tidak usah mengantarku, aku bisa pulang sendiri.”
“eh… kamu daerah sini saja tidak tahu, bagaimana kamu akan pulang?”
“aku bisa tanya Zain…”
Saat kami beradu argumen, mobil yang ditumpangi teman-teman sudah berjalan meninggalkan kami.
“Zain… mobilnya sudah berangkat. Kamu membuatku mencaci diriku sendiri, kamu ditinggal teman-temanmu.”
“aku lebih akan mencaci diriku sendiri jika membuat seorang perempuan pulang sendirian di tengah malam.”

Akhirnya Mariam luluh dan aku mengantarnya pulang. Namun aku tak mengantarnya sampai di depan rumahnya. Kami berpisah di Shohada. Mariam memaksa aku, dia tak ingin lebih merepotkan aku.  Minimal dia sudah sampai di Metro, karena setelah ini perjalanan akan lebih mudah.

Selama perjalanan di dalam mini bus, dia berbicara dan bertanya panjang lebar. Aku sempat melihat senyumnya sekilas yang diiringi gerakan tangan. Gerakan tak sadar yang dilakukan perempuan saat menemukan seseorang yang membuatnya nyaman.

*******

Pagi pukul enam aku kembali online. Dan kulihat Mariam sedang online juga.
“Salam Zain… bagaimana tidurmu? Nyenyak kah?”
“tentu saja. Bagaimana denganmu?”
“aku belum tidur. Belum bisa tidur.”
“sejak tadi malam, sudahkah kamu makan, Mariam?”
“belum, bagaimana denganmu?”
“aku belum makan juga, karena kebanyakan minum, jadinya tidak lapar. Kemarin kamu pulang jam berapa?”
“12:40 . Ayah marah.”
“kasihan kamu, Maryam. *Wajah Menangis*”
“Namun tidak begitu marah. Zain… aku ingin bertemu kamu segera saat Ramadhan. Kita sahur bersama.”
“sahur bersama? Berarti usai tarawih kita berjalan sampai pagi?”
“Haha kamu ke rumahku, aku sudah bilang kepada ibu”
Hhhh… sekali lagi perbedaan Mariam dan Kheloud. Aku tak pernah di ajak masuk ke rumahnya dan bahkan aku belum pernah berkenalan dengan kedua orang tuanya. Berbeda dengan Mariam. Aku sungguh nyaman bersamanya.

“aku sedikit malu, Mariam”
“tidak apa-apa, Zain.”
“aku ke sana jam berapa? menjelang subuh?”
“bisa juga. Atau kamu datang ke rumah kami Maghrib. Nanti kita tarawih bersama ke tempat yang aku katakan.”
Saat perjalanan pulang menaiki mini bus malam itu, dia berkata kepadaku kalau sangat suka Ramadhan. Terutama karena suasana tarawihnya. Ada masjid favoritnya, yang diimami imam kesukaannya. Memang sholatnya lama karena membaca satu juz tiap harinya, namun dia sangat suka sholat di sana.
“oke, aku akan kesana. Mungkin saat pertengahan Ramadhan.”
“oke, karena awal Ramadhan kami akan ke rumah nenek. Aku akan memberitahumu jika kami sudah datang.”
“aku pamit dulu ya Mariam. Semoga Allah menjaga kesehatanmu. Salam”
“terima kasih. Doakan untuk si kasihan Mariam ini ya Zain. Aku juga ingin istirahat. Salam.”



Zhie



Kamu tahu kawan… aku menulis tulisan ini dengan perasaan yang masih bergejolak di dada. Sudah beberapa hari ini, sejak pertemuan terakhirku dengan Mariam. Perasaan ini belum pudar. Perasaan yang belum pernah kurasakan saat aku bersama Kheloud. Saat bersama dengan Kheloud… mungkin tidak ada rasa sebesar dan sekuat ini, dan akan hilang sehari setelah pertemuan terakhir dengannya. Namun saat dengan Mariam berbeda.

Saat itu, aku hanya bisa berdo’a jika Allah sengaja membuat perasaan ini condong ke Mariam, ikatlah kami dengan ikatan suciMu Ya Allah. Aku tak ingin memendam dosa karena terlalu sering memikirkannya.


[1] Acara dimulai jam 4 sore dan kita berjanji untuk bertemu pada jam 3 sore di Metro Shohada.
[2] Bahasa Mesir
[3] Jambu
»»  Baca Selengkapnya...

Air Mata Penyesalan


Senin, 9 Juli 2012

Hari ini mungkinkah dia sedang menangis Ya Allah…? Sejak tiga hari lalu(6 Juli) dia mengirimi sebuah pesan. “Zein… aku akan menunjukkan proyek akhirku hari Senin kepada dosen… sebelumnya… aku ingin bertemu kamu dan ingin menunjukkan hasil karyaku…”

Satu hari setelahnya(7 Juli), aku baru menyadari jika ada E-mail dari Kheloud. Aku membalas segera, meminta maaf dan berkata aku akan ke Sakia el-Sawy untuk menghadiri undangan. Namun tak ada balasan… tak ada sosok Kheloud di tempat itu… mungkinkah dia kecewa kepadaku?

Aku menyesal membuatnya kecewa. Sikap Kheloud mengingatkan aku kepada drama Taiyou no Uta. Akulah orang pertama yang ingin diperlihatkan oleh Kheloud karya-karyanya. Dia ingin menunjukkan kepadaku sebelum dilihat oleh dosen. Namun dengan angkuhnya aku tak bisa memenuhi harapannya.

Hari ini proyek Kheloud dikumpulkan. Dari lubuk hatiku yang paling dalam ingin aku melihatnya sebelum dilihat oleh orang lain, namun aku harus berkata apa? Aku telah mengecewakannya.

*******

Pagi sampai sore aku terus berada di Japan Foundation. Pertama kalinya aku mempunyai partner dalam menggambar. Dia mengajariku beberapa hal dalam menyempurnakan teknik menggambarku. Aku juga berkenalan dengan seorang pemuda Jepang yang baru masuk islam satu minggu yang lalu (2 Juli). Aku senang dengan mereka. Aku bahagia bersama mereka.

Namun… tetap ada lubang di hatiku yang membuat kegembiraanku tak sempurna. Kesedihan Kheloud, kekecewaan Kheloud…

Saat ini, sedihkah dia karena tak bisa menemuiku? Tak bisa memperlihatkan karyanya dan tidak bisa mendengarkan pujianku. Aku tahu sangat sulit dan letih bekerja siang-malam membuatnya. Dia butuh seseorang, butuh seuntai kata manis yang bisa mengembalikan kekuatan dan semangatnya…

Namun… aku tidak ada di sana… aku tidak ada di saat dia membutuhkanku. Sepanjang hari aku terselimuti perasaan sesal, terkekang oleh rasa haru. Bertanya-tanya kepada benakku sendiri, “apa kamu tengah menangis karenaku… Kheloud?”

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Dosaku Sebagai Seorang Lelaki Muslim


Kamis, 12 Juli 2012

Hari ini… aku melakukan perbuatan yang tak layak dilakukan seorang muslim laki-laki. Mengenai hubunganku dengan seorang perempuan. Dosakah aku Ya Allah? Aku yakin Engkau pasti bilang, “iya”.

Saat itu, Rabu menjelang tengah malam (pukul setengah dua belas malam) Kheloud mengirimiku SMS.
“Zein… bisakah kamu hadir di acara presentasi akhirku di kuliah jam 10 pagi?”
Hhhh… aku tak mungkin bisa menolaknya. Aku sudah beberapa kali mengecewakannya. Minimal, aku ingin melakukan sesuatu untuknya. Aku mengatakan iya.

*******

Aku mengunjungi kamar temanku, Sifrul. Berniat meminjam kemeja. Sudah beberapa hari ini air di asrama mati-hidup, aku tak mempunyai kesempatan mencuci bajuku, yang tersisa di lemariku hanya beberapa helai kaos. Mana mungkin aku pergi ke acara formal dengan pakaian kaos?

*******

Pagi menjelang jam sembilan aku sudah sampai di tepat yang kita janjikan. Aku telepon Kheloud dan dia menjemputku dengan membawa kertas karton putih besar. Hari ini dia memakai pakaian yang serba putih.

Bisa dibilang ini pertama kalinya aku memasuki universitas Helwan. Seperti yang aku duga, aku menjadi pusat perhatian. Karena aku satu-satunya orang Indonesia di sana. Namun ada juga yang menganggapku sebagai orang Mesir. Saat aku berjalan berdua dengan Kheloud… beberapa temannya menyapa. “Hey Kheloud? Siapa dia? Saudaranu? Kalian mirip.”

*******
Aku dikenalkan oleh beberapa teman Kheloud, ternyata sebagian dari mereka sudah tahu siapa aku.

Untuk sidang akhir kuliah, universitas Helway mengundang Doktor-doktor dari seluruh penjuru Mesir. Ada Doktor dari Alexandria, Kairo, Aswan dan lain lain. Seingatku ada total dua puluh tiga Doktor yang akan menguji masing-masing mahasiswa.

Kheloud berusaha merapikan jilbab putihnya. Dia bertanya kepadaku apa jilbabnya sudah rapi? Aku berkata bagian depan sudah rapi namun bagian belakang agak terselip kerah baju, jadi terkadang masih terlihat lehernya. Dia memintaku merapikan kerudung bagian belakang, Hhh…pertama kalinya aku merapikan kerudung perempuan. Dan dia bertanya kenapa rambutmu kamu ke ataskan? (model spike). Kemudian tanpa aku sadari tangan-tangan mungil Kheloud menurunkan helai demi helai rambutku, seketika itu juga… aku berdebar.

“Ya Ampun Zein… kenapa rambutmu begitu ringan dan lembut?” aku tertawa dalam hati. Aku rasa, mungkin ini pertama kalinya dia menyentuh rambut orang Asia. Rambut yang awalnya spike, kini terurai menutupi dahi.
“Zein… kamu terlihat sangat imut sekarang”

*******

Aku lihat dari wajah gadis berhidung mancung itu tergambar perasaan gugup. Dan berkali-kali meminta doaku. “Zein… tetaplah di sisiku, dan doakan aku.” Aku mengangguk dan dia kembali bertanya, “Zein… kamu berdo’a apa untukku? Aku ingin tahu…”

Ah… mesra sekali kami berdua. Aku tak lagi menjawab pertanyaan Kheloud. Aku malu dengan orang-orang lain di ruangan itu. Malu percakapan kami didengarkan orang lain. Seolah ruangan itu hanya milik kita berdua. Yang lainnya hanya diam mencoba mendengar perkataan-perkataan kami.
“Zein… kenapa kamu tidak menjawab?”
“Kheloud… nanti aku jawab di luar ruangan. Setelah semuanya selesai.”

*******

Sinar Matahari sudah menampakkan kilaunya. Kilau hangatnya kini berubah menjadi panas dan menyengat. Para Doktor sudah memeriksa hasil kerja keras para mahasiswa, tinggal menunggu hasil. Aku dan Kheloud berencana untuk keluar dan mencari makan. Dia menawarkan aku Pizza. Aku menurut saja, aku tahu dia tidak suka makan berdaging, dia lebih suka memakan buah-buahan dan sayur-sayuran, itu sebabnya dia berbeda dengan perempuan Mesir kebanyakan yang cenderung berisi. Dia mungil jika berada di antara orang-orang Mesir. Namun jika dia berada di antara perempuan Indo dia terlihat setara.

Dan itulah salah satu alasannya dia memakai sepatu hak tinggi hari ini. Dia berkata beberapa hari yang lalu salah satu Doktornya berkata, “Hey… aku tak bisa melihatmu.” Oleh sebab itu dia memakai sepatu hak tinggi, minimal agar aku bisa terlihat lebih tinggi dan Doktor bisa melihatku.

Terkadang aku heran, apa Kheloud terlihat mungil? Aku kira tidak. Mbak Ayu pun berkata demikian. Pernah suatu hari Mbak Ayu berkata kepadaku. “Zai… siapa nama perempuan Mesir yang kamu bawa dulu ke kantor ICMI? Dia tinggi, putih, cantik dan terlihat begitu berpendidikan.” Tinggi… ya semua orang Indonesia pasti akan bilang kalau Kheloud mempunyai perawakan yang tinggi.

*******

Ruangan Pizza begitu sunyi. Seperti benar-benar disiapkan untuk kami berdua. Hembusan udara yang begitu sejuk dari AC membuat kita betah duduk berlama-lama di sini. Kheloud… bertanya ingin pesan apa, aku berkata aku bisa makan apapun, pesankan makanan yang sama denganmu.

Saat melihat pemuda yang begitu pendiam menyajikan makanan, tiba-tiba perasaan sedih menyelimutiku. Pemuda itu seolah mengingatkan aku kepada diriku sendiri. Di umur semuda itu menikmati betapa kerasnya bekerja. Aku bisamerasakannya, begitu letihnya bekerja. Dan lagi-lagi hati emas perempuan berjilbab putih itu kembali Nampak. Dia menyelipkan uang lima pound pada pemuda itu sebelum pergi.

Suasana hening menyelimuti restoran itu, seolah waktu yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu yang masih terganjal di hati. Dengan suara lirihnya gadis Mesir itu berkata… “Zein… aku berusaha sekuat tenaga untuk melakukan yang terbaik untuk teman-temanku. Namun saat aku membutuhkan mereka, seolah mereka semua adalah  tipuan dan angan-angan. Saat itu aku benar-benar membutuhkanmu, aku telpon berkali-kali namun kamu tidak menjawabnya.

Saat itu, aku hanya bisa terdiam… aku akui itu. Ponselku rusak, dan hampir semua nomor hilang. Aku terpaksa menitipkan sim card-ku kepada ponsel teman yang dual sim. Banyak nomor yang menelponku. Aku tak bisa mengetahui nomor siapakah itu, karena semuanya tak bernama, nomor simpananku lenyap. Aku juga malas harus menelpon satu-satu. Dan saat mereka menelponku ponselnya tentu saja dibawa temanku. Aku merasa kurang nyaman jika itu bukan ponselku. Aku menjadi egois. Aku tiba-tiba ingin ketenangan, tak ingin ditelpon siapapun. Tak ingin menjawab panggilan telepon siapapun.

Aku hanya terdiam saat itu. Dia kembali bertanya kepadaku tentang sikapku yang mengupload foto-fotonya di fb kakak perempuanku. Memang kebanyakan orang Mesir tidak ingin foto-fotonya diupload di fb. Aku melanggar adat mereka. Dan yang aku heran… darimana Kheloud tahu kalau aku mengupload fotonya? Dan kemudian foto itu aku privasi segera.

Dan… lagi-lagi aku terdiam. Percuma menjelaskan alasan-alasannya. Aku tak ingin menambah rumit permasalahan. Yang harus aku lakukan saat itu hanyalah mengakui kesalahanku dan meminta maaf.

“Zein… karena kamu mengupload foto itu, aku jadi berpikiran lain tentang dirimu. Aku mungkin akan memaafkanmu, tapi aku tidak akan pernah lupa. Ingat kata pepatah ‘kamu bisa memaafkan kesalahan orang lain, namun kamu tidak akan pernah melupakannya.’”

“Dan untuk teleponku yang berkali-kali tidak kamu angkat, aku tidak akan memafkanmu. Saat itu aku benar-benar butuh kamu, namun kamu tidak ada untukku. Aku tidak akan memaafkanmu Zein. Aku akan memaafkanmu jika kamu melakukan sesuatu yang bisa membuatku memaafkanmu.

Saat itu, meski dalam suasana yang menegangkan, aku kembali bisa membuatnya mencair. Canda tawa kembali menghiasi diri kami berdua. Dan saat itu entah bagaimana, tangan kami tanpa sengaja berpegangan. Hal yang tak mestinya dilakukan oleh lelaki muslim. Aku tiba-tiba gugup, dan debaran jantungku tak terkontrol, aku tarik tanganku dengan segera. Allah… dosaku semakin bertumpuk-tumpuk.

*******

Saat adzan Ashar berkumandang, kami kembali ke Universitas Helwan. Bertemu dengan teman-teman Kheloud di jalan. Lagi-lagi mereka bertanya. “Kheloud… itu saudaramu? Kalian mirip.”

Aku terlihat para mahasiswa sedang membereskan proyeknya, rata-rata mereka dibantu keluarganya. Ada ibu, saudara laki-laki dan lainnya. Cuma Kheloud yang sendirian, tidak ada keluarganya yang datang.

Aku membantunya membeli plastik besar di luar universitas, kita naik-turun tangga lantai lima. Membawa kayu yang berat. Aku kasihan melihat wajah letih Kheloud yang selalu bilang, “Zein… aku tidak bisa… aku tidak bisa lagi menaiki tangga.” Aku sebagai seorang lelaki saja mengakui naik-turun tangga lantai lima berkali-kali sungguh meletihkan. Apalagi Kheloud adalah seorang gadis yang lemah ditambah sepatu hak tingginya yang mengganggu.

Aku berusaha sekuat tenaga membantunya hari ini. Karena mungkin aku tidak bisa lagi menemuinya untuk waktu yang lama. Aku akan banyak kegiatan setelah ini yang akan mencuri waktuku bertemu Kheloud. Aku rasa aku tak bisa lagi memenuhi permintaan Kheloud di restoran Pizza tadi siang. Dia berkata, “Zein… minggu depan aku ingin memakan menu ini (menunjuk makaroni seharga 13 Pound).” (kita sama-sama memutuskan untuk tidak saling membayar makanan satu sama lain. Kalau kita makan, kita bayar sendiri-sendiri)
“tapi… Kheloud…mungkin aku tidak bisa… karena…”
“kamu pasti bisa menemuiku minggu depan, Zein…” tatapan matanya membuatku tak bisa lagi mengelak. Saat itu aku terdiam. Yaa hanya terdiam. Tak ingin mengecewakan tatapan mata itu.

*******


aku berkali-kali lipat lebih keras dalam bekerja. Aku lihat di sisi lain, minimal ada dua-tiga orang Mesir berperawakan kekar membantu satu orang. Sementara aku, hanya sendirian membantu Kheloud. Aku tak tega lagi melihat ekspresi wajahnya yang keletihan.

*******

Sejak pukul empat sore, temanku, Sifrul menelpon. Menanyakan keberadaanku. Hari ini ada acara interview para pendaftar baru. aku berkata untuk menunggunya satu jam lagi, karena kita masih beres-beres.

Satu jam telah berlalu, dan kami baru saja menyelesaikan pekerjaan kami. Kheloud masih terlihat begitu lemah. Dengan sisa-sisa tenaganya, dia berkata lirih kepadaku…
“Zein… keluargaku tidak ada yang mengerti kerja kerasku. Aku berjuang keras untuk proyek akhirku di kuliah. Berangkat pagi dan pulang jam 11 malam untuk menyelesaikan tugas akhir. Seharian aku tidak makan, aku tidak bisa makan jika tugasku belum selesai. Kakak dan ayahku bahkan tidak ada yang menjemputku saat malam hari.”

“Selama dua puluh hari ini selalu seperti itu… pulang malam dan pulang untuk istirahat. Paginya harus berangkat lagi dan

“Saat presentasi tadi, ayah dan kakakku tidak hadir. Ibuku hanya mengunjungi sebentar kemudian pulang.”

Seketika itu, hatiku tersentuh. Kheloud pasti iri, melihat teman-teman lain. Merasa cemburu melihat kebahagiaan sahabat-sahabatnya. Ibu dan keluarga-keluarga temannya menunggu sampai akhir.

Aku sebenarnya tak ingin berkata-kata lebay, tapi aku kira saat ini Kheloud benar-benar membutuhkannya. Dalam desah lirihnya, aku membalas, “Kheloud… di hari penting ini kamu tidak sendirian lagi. Ada aku yang saat ini di sisimu.”

Hhhh… pelajaran buatku jika menjadi seorang ayah nantinya. Sesibuk apapun aku harus bisa meluangkan waktuku untuk menghadiri acara penting anak-anakku. Aku tak ingin membuat anakku bersedih seperti yang dialami Kheloud saat ini. Mau tidak mau aku harus menjadi pengusaha jika ingin impianku tercapai. Seorang pengusaha bisa meninggalkan tokonya kapanpun dia mau. Berbeda dengan karyawan yang terikat peraturan bos.

Masih dengan suara lirihnya… dia melanjutkan kata-kata, “Zein… dua puluh hari ini aku sangat kesepian.” Kemudian kedua tangannya menggenggam erat lenganku. Seolah berkata kalau dia ingin selalu berada di sisiku dan tidak mau membiarkan kau pergi.

Ingin aku melepasnya, karena posisi kita sudah seperti pasangan suami-istri bagi adat Mesir. Berjalan berdua dan si perempuan menggenggam erat lengan si lelaki. Ingin aku melepasnya karena tak ingin orang lain salah paham. Namun… kenapa aku tidak bisa? Kenapa aku tak bisa melepaskan genggaman kedua tangannya? Apa karena aku merasa kasihan karena melihat begitu letih dirinya? Atau… karena aku sudah benar-benar jatuh hati kepadanya?
Dan beberapa kali dia mengulang perkataannya, “Zein… aku merasa sangat kesepian…sangat kesepian…”

Kheloud pergi ke toilet, dan aku ke masjid untuk sholat Ashar. Kami bertemu kembali dan menunggu bis bersama. Hari ini Kheloud datang bulan. Mungkin itu lasannya terlihat begitu lemah. Aku tahu hal itu karena aku bertanya kenapa memakai benang yang diikat di pergelangan tangan? Dia berkata untuk menambah kekuatan bagi wanita yang Haid. Semua gadis melakukan hal itu. “Kamu tahu orang-orang Jepang dan Cina yang terkadang mengenakan gelang giok atau semacamnya? Mereka menggunakan itu untuk kesehatan, hanya saja aku memakai cara tradisional dari nenekku.”

Lama kami menunggu mobil, tiba-tiba Kheloud berlari mencari pohon, dan dia muntah. Allah… aku langsung memijit leher dan pundaknya. Tiga kali dia muntah aku sibakkan kerudung putihnya agar tidak terkena muntahannya. Tiba-tiba dia menangis sesenggukan, matanya basah. Aku langsung berlari mencari pembeli tissue. Aku mencari ibu penjual tissue yang duduk di bawah jembatan pagi tadi, namun aku tak lagi menemukan sosoknya. Aku kembali berlari ke kios terdekat dan beruntungnya ada tissue. Aku memberikannya tissue dan memberikannya susu strawberry.

Aku berusaha mengusap air matanya dan dia berkata. “Zein… aku sebenarnya tidak mau melakukan hal itu.  Aku sudah menahannya beberapa kali, aku tak ingin melakukannya di hadapanmu. Namun tadi aku sudah mencapai batasnya. Aku tak bisa lagi menahannya. Maafkan aku Zein… dan terima kasih… terima kasih banyak…kamu tidak lari… terima kasih kamu ada di sisiku saat itu.”
“Tidak apa-apa Kheloud… tidak apa-apa” saat itu… mata kami dalam bertatapan… kacamata Kheloud terlepas. Aku tak mengira kenapa bola mata Kheloud begitu indah? Kecoklatan.

*******

Kami mendapat bis, meski beberapa rute aku berdiri, namun karena rahmat Allah akhirnya aku bisa duduk di samping Kheloud. Dia begitu letih. Aku membayangkan gadis ini pagi tadi begitu ceria dan enerjik, namun sekarang lemah terkulai.

Aku melihat Kheloud yang begitu letih namun tak ada ruang untuk beristirahat. “Kheloud… tidurlah di pundakku.”
“Zein… tadi aku tertidur di pundak seorang wanita dan dia membangunkan aku dan menyuruhku tidur di bantalan kursi.” Dan seketika itu dia tertidur di pundakku. Begitu imutnya cara dia tertidur, kakinya merapat dan kedua telapak tangannya saling menggenggam, kepalanya dia sandarkan ke pundakku yang ada di sebelah kanannya.

Beberapa orang Mesir melihat kami. Aku tahu mereka tidak setuju dengan perbuatanku, sejujurnya akupun begitu, sebagai seorang lelaki muslim yang menjaga jarak kepada perempuan… tak selayaknya aku berbuat seperti ini. Namun aku tak bisa membiarkan gadis letih dan lemah ada di hadapanku. Allah… dosakah aku Ya Allah. Aku rasa Engkau akan menjawab “Iya.”

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

E-mail dari Sahabat Singapore


Senin, 21 Mei 2012

Bulan ini, lagi-lagi aku harus bersyukur kepada Allah. Orang-orang yang hampir lenyap dari kehidupanku, kini satu persatu bermunculan mengisi kembali ruas kehidupanku.

Selain pertemuan kembali dengan Dovi, kini aku bertemu kembali dengan Dila, teman Singaporeku. Tadi malam, tetangga kamarku merayakan ulang tahunnya, tentu kami sibuk membantunya. Mulai merapikan, sampai memilih instrument yang pas. Di tengah kesibukanku, tanpa aku sadari tiga buah SMS sudah menetap di Inbox ponselku.

Aku menyadarinya saat tengah malam, usai semua urusan terselesaikan. Nama yang sudah lama tak muncul di ponselku “My Neechan”, Hhh aku menamai Dila seperti itu.

Dia adalah gadis Singapore yang kuliah di al-Azhar Alexandria, berbeda denganku yang kuliah di Kairo. Bisa dibilang, penduduk Singapore yang menetap di sini bisa dihitung dengan jari, penduduk langka, dan sangat langka juga mendapat teman Singapore di bumi Kinanah ini.

Saat ber-SMS dan berkirim E-mail dengannya, dia terlihat begitu dewasa, seolah mengetahui seluk beluk kehidupan, dan yang pastinya… dia selalu menggantungkan diri kepada Allah.

Namun aku harus tertawa terpingkal saat bertemu langsung di Alexandria, begitu kekanakan, asyik, aneh, gila bercampur menjadi satu. Dan gaya bicaranya begitu imut, aku belum pernah bertemu perempuan dengan nada bicara seimut itu.

Hari-hari di Alexandria begitu berkesan. Pertama kali bertemu dengannya, dia membelikan aku coklat Snickers. Menciptakan memori yang melekat tanpa kusadari. Membuat otak ini kembali mengingatnya saat melihat bungkus coklat Snickers di toko-toko terdekat.

Malam-malam terakhir di Alexandria aku habiskan beberapa jam berkunjung di rumahnya, sisanya  kami menyusuri tepi pantai Alexandria. Angin berhembus sangat kencang saat itu, disertai melodi desiran ombak dan suara pemuda-pemudi yang masih berenang di pinggiran pantai.

Di malam itu, aku melihat beberapa koper sudah tertata rapi di rumahnya. Dia akan kembali ke Singapore. Meninggalkan teman-temannya untuk sementara waktu. Gadis itu unik dan begitu peduli dengan keluarganya, sampai di akun FB dan Skypenya hanya berisi keluarga, tak lebih.

Sejak perpisahan itu, kita mulai kehilangan kontak. Dan sedikit demi sedikit permasalahan menjadi rumit. Perbedaan adat Negara mulai nampak, dan persahabatan kita mulai renggang untuk beberapa waktu.

Aku mencoba menelpon, mengiriminya SMS dan mengirim E-mail, namun tak penah ada balsan. Dan beberapa minggu sebelum ujian aku kembali mengiriminya Email, bercerita panjang lebar tentang keadaanku selama ini. Meski E-mail itu tidak dibalas nantinya. Aku hanya ingin memberi kabar bahwa aku baik-baik saja di Kairo.


Dan… hubungan kami berangsur-angsur membaik sejak (sebelum) ujian semester ini, kita mulai suka ber-SMS-an kembali. Saat aku buka inbox e-mailku, aku terkejut, mendapat sebuah e-mail dari Dila. Sudah lebih dari satu tahun aku tidak menerima e-mail darinya…

Salam padamu juga, Zhie ~ :)
Alhamdulillah, semuanya baik-baik di sini ~
Saya berharap kamu juga dalam keadaan sehat ...
Saya minta maaf untuk balasan saya
yang terlambat ..
Karena internet saya
sedang mati di rumah ...
Saya telah membaca e-mail
mu minggu lalu ...
Tapi tidak bisa menjawab
segera karena matinya internet ... Pffftttt ... * Wajah Marah *
Maaf membuat Anda menunggu ...
Dan maaf saya tidak mendapatkan kesempatan untuk mengatakan 'Good Luck' kepada Anda untuk
ujian lisan Anda ...
Sebelum
nya, Good Luck untuk ujian mendatang .. :)

Sebenarnya, tepat sebelum saya membuka email saya,
Aku teringat padamu, ketika saya membuka email ...
Email Anda
sudah berada di sini .. ;)

PERTAMA DARI SEMUA ...
*
Tepuk Tangan dengan Berdiri *
Alf Mabruk, Ya Akhi ~: D
Untuk
launching buku pertama Anda ...
Saya sangat senang .. :)
Semoga Anda men
jadi penulis besar nantinya ..
Insyaallah, Amin. :)

Alhamdulillah …
Sangat senang mendengar hal yang baik dari teman sendiri ...
Dan senang ketika mendengar hal besar dari teman ... :)
Saya senang bahwa
keadaan Anda baik .. Dan bahagia untuk Anda juga ... :)
Alhamdulillah ~ :)

Dear, Zhie ...
Lebih dari satu tahun kita telah berteman ...
Tahu bahwa aku tidak pernah membuang Anda
dalam persahabatan ini ...
Tapi ya, saya akui terkadang aku mengabaikan Anda ...
HANYA karena keadaan
DIRI SENDIRI SAYA ...
Bukan karena tindakan Anda ...
Ya, pernah ada ...
Tetapi segalanya
berubah ketika hal-hal tertentu terjadi padaku ...
Aku m
endiamkan semua orang .. Bahkan aku mengabaikan teman terbaik saya sendiri  dan keluarga saya sendiri ...
Dan sekarang, segala sesuatu dalam situasi yang ru
mit ...
Tapi insyaallah saya bisa mengelola dengan bantuan NYA ... :)

Saya minta maaf jika Anda terlalu masuk ke dalam situasi seperti ini juga ...
Jadi sekarang, aku perlahan-lahan kembali ke
jalan yang seharusya ku tempuh, namun dalam kecepatan lambat ...
Ingat
SMS yang saya kirim ke Anda sekali sebelumnya ...
Apapun yang terjadi, Anda
adalah teman saya ... :)
Which i hope i am .. : S

Saya lebih suka mengatakan ...
Itu karena saya benar-benar
tidak bisa menangani situasi saya dengan baik ..
Itu sebabnya ... Semuanya
berjalan salah ... : (
Tapi tetap ... Aku punya DIA ... ;)

Saya rasa ini adalah pertama kalinya Anda mengalami jenis persahabatan
seperti ini ..
Ya ada kalanya saya rindu berbicara dengan Anda dan kadang-kadang saya bertanya pada diri sendiri ...
Seperti
apa yang Anda lakukan sekarang ...
Dan berdoa dalam hati
kepada siapa pun yang saya pikirkan, berdoa agar dia akan baik-baik saja di tangan NYA .. :)
Anda mendapatkan gambaran bagaimana saya sekarang ...?!?!
Tapi mungkin jika Anda masih tidak dapat menerima bagaimana saya ..
Saya minta maaf ...


Saya sendiri tidak ingin kehilangan teman seperti Anda juga .. :)
Ok
ay, Chingu-ya? :)

Terakhir, saya minta maaf atas tindakan konyol saya ...
Saya akan mencoba yang terbaik untuk persahabatan
kita .. Okay :)
Jadi, setelah e-mail
ini ...
Mari kita berhenti mengatakan maaf lagi dan lagi
Okay .. haha ...
Secara praktis kita sudah mengatakan maaf setiap kali kita mengirim e-mail satu sama lain ... haha .. -__-"


Karena ujian dan musim panas yang datang ...
Jaga diri Anda ..
Minum banyak air putih ...
Istirahat sebanyak Anda bisa .. :)

Sertakan aku dalam do’amu
Ad-doa 'bi-doa' ~ :)
Wassalam.

P.S.
No ponsel anda masih sama kan? Nomor ponselku masih sama.

»»  Baca Selengkapnya...

Buah Sedekah


Senin, 2 Juli 2012

Hari ini aku terserang demam secara tiba-tiba. Ini karena kesalahanku sendiri, sepulang dari Alexandria (pukul 1 dini hari) aku langsung tidur di lantai tanpa memperhatikan begitu lemahnya tubuh ini. berjalan dari pagi sampai malam mengelilingi kota Alex, dilanjutkan perjalanan pulang sampai dini hari tanpa ditemani sesuap makananpun sejaksiang hari, begitu lemahnya kondisi tubuhku saat itu, rasa capek mulai menghilangkan akal sehatku. Aku tertidur di depan laptop. Di atas dinginnya lantai yang hanya tertutupi selembar karpet abu-abu.

Paginya tubuhku terasa berat, perut begitu sakit, badan terasa panas dan kepala begitu berat. Keadaan ini aku rasakan setahun yang lalu, penyakit yang tidak akan sembuh Cuma dalam waktu satu minggu. Aku tak ingin berdiam diri berbaring terus di dalam kamar, aku tak ingin kian hari tubuhku semakin melemah. Aku juga tak ingin periksa ke dokter maupun minum obat-obatan, karena obat kimia akan menambah penyakit baru nantinya. Kalau dihitung-hitung, sudah lima tahun ini aku tak meminum obat kimia. Meski sakit parah, aku berusaha keras untuk tak meminum obat-obatan kimia.

Saat tubuh ini dalam titik nadir, aku teringat sesuatu hal, hal yang bisa menjadi obat bagi diriku. Sedekah. Aku tidak membual, aku tidak sedang menceramahi para pembaca. Namun ini benar adanya. Sedekah itu obat.

Teringat kisah temanku, Wahid, dia terserang demam hebat saat itu. dan pada hari itu juga dia memberi sebungkus nasi goring untuk temannya, dan esoknya dia langsung sembuh. Begitu juga denganku, beberapa kali aku merasa tidak sehat, dan saat itulah aku paksakan tubuhku untuk keluar asrama, mencari pengemis yang menengadahkan tangannya di pinggiran tembok asrama. Sekeping uang Pound aku letakkan di tangan renta itu dan dalam waktu singkat, rasa sakitku lenyap.

Sore ini teman-teman mengajakku ke pasar rakyat Attaba, tuk membeli sepatu dan beberapa kebutuhan lainnya. Kebetulan aku ingin menggandakan kunci kamarku yang hilang saat berlibur ke Alex, juga aku ingin bersedakah pada pengemis Attabah.

Meski hari ini begitu berangin, membuat tubuh demamku semakin menggigil dan menampah berat kepala dan memudarkan pandanganku, aku tetap berusaha memaksakan kakiku tuk terus melangkah. Aku ingin lekas sembuh, aku ingin bersedekah, aku ingin membagi uangku kepada para pengemis di Attabah.

Lama aku mencari-cari orang yang tepat, namun tak juga aku temukan. Aku mencari orang-orang yang butuh uang. Dan satu orang kutemukan. Seorang ibu berparas letih, berjalan berdesakan dengan membawa sekotak tissue untuk dijual.

Dalam suasana yang penuh sesak, kujulurkan tanganku ke dalam kotak tissue yang dia bawa, memasukkan beberapa kepingan uang logam tanpa sepengetahuan dia, juga tanpa sepengetahuan orang-orang di sekitarnya. Dan… saat kepingan-kepingan itu lepas dari tanganku, saat itu juga kepalaku terasa sangat ringan, seolah satu beban berat telah lepas dari kepalaku.

Aku kembali menelusuri pasar rakyat Attabah, meski kepalaku terasa sedikit ringan, namun tubuhku masih terasa lemah. Saat itu juga aku bertemu seorang kakek-kakek dengan wajah kesulitan di pojok tikungan. Aku sedikit lupa benda apa yang tengah ia jual, namun wajah sedihnya membuatku trenyuh dan kuletakkan uang satu Pound di atas dagangannya. Seketika itu, satu beban di kepalaku lenyap lagi. Dan tanpa aku sadari demamku sudah lenyap, yang tersisa hanyalah pusing di kepalaku.

Saat diri ini menginjakkan kaki di asrama, kembali kutemukan pengemis duduk di dinding asrama, kuberikan beberapa kepingan uang logam pada tangan yang sudah mulai mengeras itu. Dan esoknya… rasa sakitku hilang, demamku lenyap dan pusingku berangsur-angsur mereda. Alhamdulillah.

Obat yang sungguh menjanjikan __Sedekah__

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

abcs