Syahdu Dalam Do'a


Kamis, 22 Desember 2011

Pagi ini begitu berkabut. Saat kubuka candela kamar, lautan kabut tergambar indah di kedua kelopak mataku. Begitu indahnya pagi ini. aku buka pintu kamar mungil itu, dan kulangkahkan kaki ini keluar, menuju tempat pensucian diri, tempat wudlu.

Beruntungnya aku bisa bangun subuh pagi ini. matahari belum memperlihatkan sinar syahdunya. Aku masih mempunyai waktu untuk bertatap muka dengan Tuhanku, malalui sujud panjang yang saat ini kujalani.

Hari ini aku tidak merasakan syahdunya malam. Lelah menghampiri tubuh dan kedua kelopak mataku sedari sore. Tapi keadaan tak mengizinkan mereka untuk beristirahat. panggilan hatiku memaksa tubuhku bekerja keras dari sore hingga lewat tengah malam.mengangkat barang seorang teman yang berhijrah[1].

Usai sempurna sujud panjangku. Kuraih ponsel mungil yang saat ini bertengger di sampingku. Hari ini, hari yang bersejarah bagi Kheloud. Dia akan mempresentasikan desain “Rumah Sehat”nya.

Kulayangkan jari jemariku mengikuti nada kata yang tergambar di benakku. Seuntai do’a terlukis di pesan itu. Sejenak aku menanti, gemericik nada terdengar dari ponsel mungilku. Menandai pesan terkirim.

>M<>M<>M<

Rasa kantuk terus memburu urat syarafku, rasa letihku belum terobati hanya dengan lelap beberapa jam. Dari jam Sembilan pagi sampai esoknya aku harus belajar bersama temanku di daerah Husein. Aku tak enak hati jika dia mengetahui rasa kantukku yang kian membuncah.

Ibarat bangkai yang tersembunyi di dalam kolong jembatan, baunya pasti tercium meski jasad sudah rapi tersembunyi. Begitupun yang terjadi pada rasa kantukku. Meski aku sudah berusaha keras mencoba menyembunyikannya, tetapi rasa letih dan lelahku tercium juga oleh temanku. Ashar berkumandang, temanku menasehatiku untuk beristirahat sejenak sampai Maghrib menampakkan kilau merahnya.

Kurebahkan tubuh ini, berusaha memanjakan syarafku sejenak. Dengan terbalut selimut, aku lantunkan do’a di dalam hati, menandai hembusan lelahku yang kian menipis.

“Zein, sudah maghrib.”

Lantunan lirih itu membuat mataku terjaga. Allah…tak hentinya aku berucap syukur. Tubuhku kini terasa lebih ringan dari sebelumnya. Aku rapikan selimut, dan berdiri menatap hampa isi kamar. Dengan langkah yang sedikit gontai, aku menuju tempat pensucian diri.

Aku lebarkan sajadah kecoklatan itu, aku mulai menghadapNYA dengan kesyahduan.

Aku kembali melipat sajadah kecoklatan itu, dan ponselku sedikit bergetar. Ada 5 sms panjang yang terangkai dalam satu kalimat. Dikirim pada jam lima sore.

“ Salam Zein…
aku baru saja menyelesaikan presentasiku. Aku melakukannya dengan baik…Alhamdulillah J
terimakasih atas pesan yang telah kamu kirimkan kepadaku. Aku sungguh sangat senang menerimanya.
Maaf aku tidak bisa membalas pesanmu segera, ponselku rusak lagi L. Sekarang aku menulis pesan ini lewat ponsel temanku.
Aku juga berharap untuk kesuksesanmu.
Yakinlah bahwa aku selalu mendoakanmu.
Sampai jumpa (segera)…..
Teman tercintaku….

Teman tercinta ? Allah…..sms bagian akhir itu membuatku ragu. Membuat sekian persen pikiranku kurang fokus pada pelajaran yang saat ini aku diskusikan bersama temanku. Tetapi untungnya aku segera bisa mengendalikannya.

Jauh di dalam hati aku bersyukur, bertambah satu orang lagi yang mau berdo’a untukku.

Zhie


[1] Maksudnya pindah kamar, bukan berhijrah ke Indonesia ataupun hijrah ke tanah suci :p
»»  Baca Selengkapnya...

Kilau Hangat Seorang Kakak

Selasa, 14 Desember 2011

Tuut…..Tuuut……

Suara nada tunggu masih terdengar di gendang telinga kananku. Aku menelpon seseorang. Seseorang yang sangat dekat denganku akhir-akhir ini. kali ini, aku ingin meminta bantuannya.

Klek

Teleponku diangkat olehnya, sebelum aku memulai pembicaraan, dia langsung berteriak.

“Zaaayyy…!!!!!!!!!!!!!! Wihistany Awy,,,,,!!!!!!”
(Zaaaayyy…!!! Aku kangeeeeen banget ma kamu…!!!!!”)
Itulah Mbak Ayu, kalau lebih dari satu minggu aku tidak menelpon atau bertemu dengannya, dia pasti berteriak seperti itu kepadaku.
Usai teriakannya selesai, dia langsung tertawa, tertawa khas mbak Ayu. Aku langsung membalas teriakan mbak Ayu.

“Mbak Ayuu…!!! Jijik…!!! Hoeek..!! apaan sih pake teriak kangen segala.” Tertawa mbak Ayu semakin keras.
Yaa…begitulah aku, aku cepet illfeel kalau orang bilang “kangen” kepadaku. Entah orang itu laki-laki atau perempuan.

“ada apa Zay?”
“mbak…temani aku beli jilbab Mesir. Buat ibu dan mbak-ku. Karena tanggal 31 Desember, ada temanku yang pulang ke Indonesia. Aku tidak tahu masalah Jilbab. Mbak ada waktu kapan?”
“Ya Allah Zay….!! Romantis banget sih kamu, Ibu dan Mbak-mu pasti seneng kamu beliin. Aku kosong Zay. Kalau mau cari bareng, tinggal telepon saja.”

>M<>M<>M<

Pada awalnya, aku ingin meminta bantuan Kheloud, teman Mesir-ku. Tetapi aku mengurungkan niatku. Karena saat ini dia sedang berjuang mengalahkan ujiannya. Aku tidak enak hati jika mengganggunya. Dan juga aku ragu, apakah selera orang Indonesia sama dengan orang Mesir?.

Aku membelikan Jilbab itu dar hasil peluhku sendiri. Dan aku merahasiakan hal ini dari mbak Ayu dan teman-teman reporterku. Aku tidak ingin mereka tahu, terutama mbak Ayu. Mata mbak Ayu pasti berkaca-kaca menahan sedih jika melihat aku bekerja.

Kami berdua berjalan di daerah pasar Husein. Sebelumnya aku menjemput mbak Ayu terlebih dahulu di depan kuliah putri usai Ashar menampakkan sua-nya.

Banyak jilbab bertebaran di mana-mana. Membuatku ragu, mana yang harus aku pilih. Beruntungnya ada mbak Ayu di sampingku saat ini. tetapi mbak Ayu pun ragu karena banyaknya ragam jilbab yang dijual di sini.

Akhirnya kami menemukan Jilbab yang imut, meski harganya “lumayan”. tiga jilbab berwarna pink, coklat muda dan biru muda, dengan bunga sebagai motifnya. Serta satu jilbab bersisi dua. Dan kami membeli gantungan kunci khas Mesir.

Kemudian kami mencari bross, sudah sekian kali kita melewati pasar Husein. Tetapi tak juga kutemui penjual bross. Lelah kami berjalan dan di saat lelah itu menghampiri. Letih itu sedikit demi sedikit mulai menguap saat deretan penjual bross terpampang di depan kami.

Kami masuki satu persatu deretan toko bross, namun wajah cerah tak juga menghiasi wajah kami. Kebanyakan toko mensyaratkan pembelian secara grosir. Kami memulai menghela nafas panjang. Hanya tinggal satu toko bross yang tersisa. Namun aku sudah pesimis terlebih dahulu, karena bentuk tokonya yang kecil dan kurang meyakinkan.

Tapi mbak Ayu tetap meyakinkanku untuk masuk terlebih dahulu. Dan tanpa kuduga sebelumnya. Bentuk luar toko tidak mewakili isinya. Di toko ini, dijual bros yang jauh lebih bagus daripada toko-toko yang lain. Ada bentuk aneka bunga, kupu-kupu, burung merak dan lain-lain. Dan harganya pun lebih mahal dari toko lain. Satu buah harganya sekitar 25 pound ke atas.

Kita mencoba untuk menawar, tetapi si penjual tetap tak bergeming. Bukan sambutan hangat yang kami dapati, tetapi ejekan merendahkan yang kami terima. Allah…beginikah perlakuan mereka terhadap pembeli? Aku langsung mengajak mbak Ayu keluar. Mungkin agak mending jika aku yang mereka rendahkan, aku bisa membalas dan memutar balikkan ucapan mereka. Tetapi jika mbak Ayu juga ikut direndahkan. Aku tidak enak hati. Aku yang meminta dia menemaniku, tidak seharusnya aku membawanya dalam keadaan ini.

“kita nyari kemana lagi Zay? Ini toko yang terakhir…”
“Kita pulang saja Mbak, aku tidak minat lagi masuk ke toko itu.”
“Terus bagaimana bros untuk ibu dan kakakmu? Biar aku sendiri saja yang masuk Zay, aku merelakan harga diriku demi kamu dan keluargamu”

Sungguh mulia kakak yang satu ini, mau berkorban demi temannya. Tetapi aku langsung mencegahnya sebelum mbak Ayu mulai melayangkan kakinya kembali ke toko tersebut.

“jangan Mbak, biar itu menjadi pelajaran bagi mereka juga. Agar mereka tidak terus-trusan mengejek pembeli. Kalau ingin dagangannya dibeli, bersikaplah yang baik pada pembeli. Lagian aku yakin bros seperti itu di Indonesia juga dijual kok Mbak. Dan lagi sempat aku lihat, bros tadi buatan Cina.”

>M<>M<>M<

Langit mulai menunjukkan kelamnya. Beberapa jam berputar di pasar Husein, menambah letih persendian kaki kami. Aku pun mengantar mbak Ayu berpulang ke kediamannya. Beruntungnya kami mendapat bis kosong. Sehingga kita tak perlu lagi capek berdiri.

Di dalam bis, mbak Ayu bercerita tentang Ayahnya yang sudah meninggal. Tentu kesedihan yang mendalam menyelimuti dirinya. Dan lahirlah sebuah tulisan wujud kesedihannya di Facebook. Dan secara kebetulan salah satu temannya membaca tulisan itu. Teman itu mengatakan kepada mbak Ayu kalau dia bertemu seorang pengusaha Mesir di salah satu Mall yang ingin memberikan bantuan tiap bulan kepada Mahasiswi Yatim yang masih semangat belajar.

“Zay…kok bisa ya….mungkin do’a ibu banter kali yaa…..jadi dapat rizky seperti ini.”

Kami berhenti untuk makan bakso di kawasan Hay Asheer. Aku berniat untuk membelikan sesuatu kepada mbak Ayu, sebagai wujud terima kasihku karena menemaniku belanja, tetapi mbak Ayu menolak. Dia hanya ingin dibelikan bakso,  makanan favoritnya di Mesir ini. Aku akui, bakso di sini sungguh enak, dan beraneka ragam. Belum pernah aku makan bakso seenak ini di Indonesia.

Jarum jam menunjukkan waktu yang sudah semakin larut. Aku mengantar mbak Ayu di depan gedung flat-nya. Terakhir, kuucap rasa terimakasihku yang kesekian kalinya. Aku menunduk sedih karena hari ini membuat mbak Ayu direndahkan. Dan meski dia menutupi keletihannya, aku masih bisa melihat gurat kelelahan yang tergambar di wajahnya.

Namun….lagi-lagi….celetuk ringannya begitu menghangatkan.

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Jum'at yang Melelahkan


Jum’at, 23-Desember-2011

Pagi tetap saja menyapaku dengan udara dingin. meski pakaianku sudah berlapis empat, tetap saja mereka berhasil menembus pertahananku. Aku lewati jalan setapak Husein. Masih terlihat begitu sepi. Mungkin para penduduk masih berada di bawah selimut. Mencoba mencari kehangatan.

Aku singgah sejenak di rumah temanku. Aku lewati salah satu gang kecil Husein. Terlihat beberapa ibu menata barang dagangannya. Dan beberapa anak kecil yang berlarian. Begitu imut.

Aku menunggu di rumah temanku sampai Adzan Sholat Jum’at berkumandang. Hari ini, hari pertamaku sholat Jum’at di masjid al-Azhar ( parah yaa? :p ). Padahal sudah lebih dari setahun di bumi Kinanah, tetapi baru hari ini bisa Sholat Jum’at di sini. Biasanya aku melaksanakan sholat Jum’at di masjid asrama. Karena jarak yang menjadi halangan.

Suasana yang begitu tenang, tak kutemukan sesuatu yang istimewa di masjid ini, sama seperti suasana masjid-masjid lain. Yang berbeda hanya kamera TV yang terus menShoot wajah para jama’ah.

Suasana terasa hening dan syahdu sampai akhir raka’at kita jalani. Belum selesai kita menghela nafas. Ada seseorang dari garda depan berteriak. Teriakannya menyulut keramaian orang-orang yang ada di belakang. Hanya satu-dua menit setelah teriakan berlangsung, terjadilah Demo di dalam masjid Azhar. Mereka tidak kenal waktu dan tempat. Masjid yang seagung ini, masih saja di buat tempat untuk berdemo.  Dari teriakan yang mereka lontarkan, mereka ingin hukum militer segera dihapuskan. Dan mereka juga mengangkat poster Syaikh Imad. Salah satu pengajar di masjid Azhar yang beberapa hari ini meninggal tertembak karena memisahkan para demostran.

Di satu sisi, kami ingin melihat-lihat ke Tahrir, tetapi aku sudah pernah ke sana. Dan Jum’at ini aku dan Kurniawan pergi ke City Star, untuk membeli majalah Egypt Today edisi Desember.

Dan kejadian yang tak terpikirkan muncul di sini. Aku tanpa sengaja menyentuh tempat buku di City Star. Tempat buku itu mengeluarkan listrik…!! Beruntunglah aku masih mempunyai gerakan reflek. Aku selamat karena gerakan reflekku sendiri.

Dan saat kita berjalan mengelilingi setiap sudut City Star, Kurniawan berteriak,
“Zay, ente kok nyetrum sih?”
“Nyetrum? Jangan bercanda Wan”
“Beneran, dah tiga kali nie, aku nyetrum waktu kita bersenggolan?”
Aku tak menghiraukan ucapan Kurniawan. Tetapi perkataan Kurniawan mulai mengusikku, saat tanpa sengaja aku bersentuhan dengan dia, aku pun merasa kesetrum, gak Cuma satu-dua kali, beberapa kali aku kesetrum saat orang-orang menyenggolku.

Aku sempat takut, bagaimana nanti kalau aku meninggal karena liran listrik ini? tetapi untunglah aliran listrik itu sudah tak lagi kurasakan saat keluar dari gedung City Star.

><><>< 

Kami lanjutkan perjalanan kami, menuju Genena Mall. Aku menemani Kurniawan mencari boneka untuk teman-temannya yang berprestasi. Awalnya aku tidak tertarik untuk membeli boneka-boneka itu, tetapi melihat keimutan boneka yang harganya sangat murah, aku memutuskan untuk membeli dua buah. Untuk diberikan kepada teman-teman Mesirku.

Dan kejadian yang tak terduga kembali terulang. Dan aku menyadarinya saat diri ini sudah menginjakkan kaki di asrama. Aku memeriksa modem ku di setiap sudut tas, tetapi tak juga aku temukan. Padahal, aku sudah membeli SIM modem yang seharga 50 le, tetapi modemku hilang di tempat Mobinil Center.  Allah… apa yang harus aku lakukan? Uangku sudah benar-benar habis. Inikah teguran dariMu untukku Ya Allah? Apa hikmah di balik semua ini Ya Allah? Aku masih menanti…..

Zhie
»»  Baca Selengkapnya...

Kehampaan


Beberapa hari ini, tak juga ku temukan pengemis yang duduk menengadahkan tangannya pada orang-orang yang lewat. Baru kali ini aku merasakan begitu kehilangan para pengemis jalanan.

><><>< 

Seminggu yang lalu, masih kutangkap sosok dua-tiga nenek berpakaian lusuh di depan asrama kami. Sepanjang hari duduk bersandar tembok asrama. Mencoba mengalahkan dinginnya musim dingin. Terkadang….menjelang tengah malam, aku melihat sosok itu terbaring bertutup selimut di luar tembok asrama. Allah….aku tidak bisa memikirkan sekeras apa tubuh renta itu menahan dingin. Tubuh muda yang aku miliki saja masih menggigil kedinginan, walau sudah berselimut dan berada di dalam kamar asrama yang tertutup.

Ada sesuatu pada diriku yang terasa “hampa” jika satu hari saja tidak berbagi. Sulitnya mencari tempat untuk berbagi di musim dingin ini. beberapa hari lalu saat gulita malam menutupi langit, aku terkejut. Tak kutemukan satupun sosok pengemis di luar asrama kami. Aku berjalan gontai mengelilingi asrama, berharap menemukan satu pengemis, ”Allah…. Pertemukan dengan satu orang pengemis saja Ya Allah…aku belum berbagi dengan mereka hari ini.”

Hampir di setiap sudut asrama aku telusuri, tetapi hasilnya nihil. Tak kutemukan satupun sosok yang aku cari. Aku mencoba memandang jauh di persimpangan jalan tempat pengemis tak berkaki duduk, ternyata nihil. Kini dia tidak ada di sana.

Allah…batinku lelah, di tambah tubuh yang dehidrasi dan kelaparan menahan dingin. Memang seperti inilah suasana musim dingin. tubuh bekerja berkali lipat dari musim-musim lainnya, mencoba menciptakan kehangatan. Dan tentu membutuhkan energi yang banyak. Tidak heran jika di musim dingin ini kita mudah lapar. Ditambah musim ujian tepat terjatuh pada musim dingin. Allah…..berkali-kali lipat laparnya. Aku sempatkan sejenak singgah di toko Hamburger di depan asrama. Bentuknya seperti mobil (atau memang sebenarnya mobil ?) dan di bagian belakangnya di jual Hamburger, Kibdah[1], Kufta[2], dan Sugho[3]. Tahun lalu sempat dijual nasi goreng dan Pizza ala Mesir. Padahal rasanya lumayan, tetapi kenapa tidak dijual lagi?

Aku memesan dua Hamburger sekaligus. Perutku sudah mulai berdemo, mengeluarkan suara-suara berdecit.

Kali ini si penjual adalah sosok pemuda. Memang dari hari ke hari, pelayannya sudah beberapa kali berganti. Terkadang sosok paman-paman, terkadang kakek-kakaek, dan terkadang anak kecil ingusan yang tidak bisa menghitung uang. Puiihhh…gila…kami sempat bertengkar dengan anak kecil itu karena salah hitung.

Saat aku memesan dia bersalaman terlebih dahulu kepadaku, “Wuiih….culun sekali orang ini! tidak pernah lho penjual sebelum-sebelumnya bersalaman pada pembelinya. Baru kali ini terjadi!”

Teman-teman menamainya “Mobil Akhir Zaman.” Ada sejarahnya kenapa kami menamai  hal itu. Salah satu ayah teman kami, pernah belajar di Mesir. Dia tinggal di gedung Sya’rawy[4]. Dan tanpa diduga….anaknya pun tinggal di gedung yang sama. Dan Ayahnya dari Indonesia menanyakan perihal toko Hamburger yang ada di depan asrama. Ternyata masaih ada…!!!! Dari peristiwa itulah kita menamainya “Mobil Akhir Zaman”, karena sampai akhir zaman pun, mungkin mobil itu masih berjualan Humberger di depan asrama kami.

Aku duduk memperhatikan pemuda itu mempersiapkan Hamburger. Aku bisa merasakan kecapekan pemuda itu. Mungkin ini peningkatan bagi diriku. Sebelum aku bekerja di Resto Cina, aku hanya memandang biasa pemuda-pemuda yang bekerja membanting tulang. Kini…aku pun bisa merasakn rasa capeknya hanya dengan melihatnya. Aku kini lebih bisa menghargai mereka.

><><>< 

Allah…beberapa hari ini, aku belum berbagi sama sekali, aku belum mengisi ruang hampa yang ada di dalam diriku. Kemana aku harus berbagi Ya Allah? Cukupkah hanya berbagi makanan dengan teman-teman? Cukupkah hanya dengan membayar uang bis teman-teman saat berangkat kuliah? Apa itu cukup Ya Allah? Aku ingin berbagi dengan mereka yang benar-benar membutuhkan Ya Allah…..
Agar ruang hampa di dalam diriku tak lagi menyesakkan jiwa..
Zhie



[1] Roti berisikan hati.
[2] Roti berisi daging sapi yang dihaluskan.
[3] Roti yang berisikan sosis yang dicincang kecil-kecil.
[4] Salah satu nama gedung asrama kami. Di ambil dari nama ulama terkemuka di Mesir.
»»  Baca Selengkapnya...

Penantian Sunyi


Selasa, 22 - November – 2011

Udara dingin mulai menjalar ke seluruh bagian pori-pori kulitku. Sudah hampir satu jam aku menunggu di tengah dinginnya musim dingin kota Cairo. Malam ini, aku segera akan bertemu Kheloud. Sebenarnya, sejak sepuluh menit awal, tubuhku tidak kuat lagi menahan udara yang menerpa tubuhku. Aku hanya memakai celana kain tipis, dan jaket hitam tipis yang tidak bisa menahan dingin.

awalnya aku sudah menyerah untuk menunggu karena dinginnya udara yang kurang bersahabat, tetapi mengingat Kheloud pernah berdiri menungguku selama satu jam, aku berusaha melawan udara dingin ini. "jika Khelod rela berkorban untukku, kenapa aku tidak? Saat itu, aku sungguh menyesal sudah membuat Kheloud menunggu. Padahal aku sudah bilang aku akan datang terlambat. Tetapi dia tetap saja datang lebih awal.

Satu jam sudah lewat, aku tahu keadaan Mesir saat ini sedang kacau. Banyak terjadi demonstrasi. Kini, orang-orang Mesir sangat mudah mendapat ijin membawa senapan. Dan beberapa orang meninggal tertembak di kawasan sekitar kami. Bukan cuma aku yang takut, aku tahu orang tua Kheloud juga khawatir. Orang tua macam mana yang membiarkan anak perempuannya keluar di keadaan segenting ini. tapi, bagaimanapun juga aku tetap akan terus menunggu.

Di sms-nya, Kheloud mengatakan,” Zein, kalau kamu tinggal di Hay Asheer lagi, beritahu aku yaa. Aku ingiiiin sekali bertemu kamu.” Dan kemarin, hari Senin, kebetulan sekali aku ada acara di Hay Asheer. Pelatihan kepenulisan untuk Reporter-reporterku. Aku sms Kheloud hari itu dan dia berkata, “ Zein, sekarang aku di Husein[1], bisakah kita bertemu besok setelah Maghrib si Suq Sayyarah[2]? Kamu mau titip apa dari Husein?” aku mengiyakan dan aku bilang, “bawakan sesuatu yang lucu dan imut.”

Dan..di sinilah aku sekarang. Menunggu kehadiran Kheloud. Dalam benakku, ada berlimpah pertanyaan yang ingin aku sampaikan. Dan aku ingin mengajak Kheloud makan bakso pangsit. Meski dia trauma memakan makanan Asia, aku akan memaksanya, haha.

Dia pernah bercerita kepadaku, bahwa dahulu dia punya teman perempuan dari Thailand. Mereka begitu akrab. Teman Thailand-nya pernah memasakkannya makanan khas negerinya. Ternyata dia tidak menyukainya, “aku sangat suka bahan-bahannya, tetapi setelah diolah rasanya jadi lain. Rasanya aneh. Sejak saat itu, aku tidak mau lagi memakan makanan Asia.” ucap gadis berkacamata(Kheloud) itu kepadaku

Aku pernah membawa teman Inggrisku memakan bakso pangsit. Dan dia menyukainya dan malah berencana mengajak teman-temannya makan di sana. Jika teman Inggrisku suka, mungkin Kheloud juga suka.

Beberapa kali gadis-gadis Mesir lewat di depanku. Ada yang pakaiannya berwarna mencolok, ada yang tak berjilbab, ada yang berjilbab tetapi pakaiannya ketat dan lain sebagainya. Meski aku tidak begitu jelas melihat wajah mereka dari kejauhan, aku bisa memastikan kalau itu bukan Kheloud. Kheloud tidak seperti orang Mesir kebanyakan. Pakaiannya tidak neko-neko. Pakaiannya kalem, dan tentu saja berjilbab. Maka tak heran kalau salah seorang temanku berkata, “dia seperti orang Indonesia.”

Adzan Isya’ berkumandang. Aku mencari masjid sejenak untuk sholat. Aku sempatkan sms kepada Kheloud sebelum beranjak dari tempat. Aku takutkan Kheloud mencariku saat aku sedang sholat.

Aku berjalan menerpa dinginnya malam. Kaki dan tanganku terasa bukan milikku lagi. Begitu dingin dan kaku. Tidak ada sehelai kaos kaki dan sarung tanganpun yang menempel di kaki-tanganku.

Aku tunaikan kebutuhanku, lantas aku periksa sms. Ada satu kotak masuk dari nomor yang tidak aku kenal. Aku buka sms itu, “ Zein, saya Kheloud. aku sudah di Suq Sayyarah. Aku sholat terlebih dahulu di masjid tempat kita sholat sebelumnya. Dan menunggumu di depan masjid.”

Tempat kita sholat sebelumnya? Ah….aku ingat. Kita pernah sholat di masjid itu sebelumnya. Masjid yang memberi kenangan. Saat itu Kheloud menunjukkan kepadaku daerah di sekitar rumahnya, dan kita sholat berjama’ah di sana. Aku bergegas ke sana. Sebelum beranjak, aku memeriksa depan masjid tempat aku sholat saat ini. Tak kutemukan sosok Kheloud. Tidak salah lagi, dia pasti menunggu di masjid itu.

Ku percepat langkahku, aku tidak ingin membuat Kheloud menunggu lama. Aku lihat sosok gadis mesir dari kejauhan. Meski tak jelas aku memandang wajahnya karena penglihatanku kian lama kian memburuk (Allah…melihat tulisan dosen dari dekat saat kuliah berlangsung saja tidak bisa, sudah separah itukah mataku saat ini Ya Allah?)  Aku bisa memastikan kalau itu Kheloud, aku tahu dari gaya pakaiannya. aku melempar senyum padanya.

Dan hal yang tak kuduga terjadi. Kita hanya bertemu secara singkat. Hanya 20 menit. Mungkin bisa dibilang, dia hanya diberi waktu selama dua puluh menit. Dia dijaga oleh seorang BodyGuard. Padahal..aku ingin bercengkrama panjang lebar dengannya, ingin mengajaknya berkeliling dan makan di bakso pangsit. Tetapi semua rencana itu menguap tak berbekas.

Aku hanya bisa mengubur dalam-dalam penyesalanku di dalam hati. Kheloud pamit kepadaku. Sebelum pergia dia mengucap sepatah kata, “Zein…aku sangaaaaat senang bertemu kamu hari ini.” saat si BodyGuard memaksa Kheloud pergi, dia mengambil sesuatu dari dalam tas kecilnya. Sebuah boneka unta mungil. “Zein, ini untukmu, lucu dan imut bukan? Ini cukup memberimu kenangan tidak?” aku tersenyum dan menganggukkan kepala. Kheloud pamit, akupun juga begitu. Kami mengambil jalan yang bersebrangan. Allah…..dinginnya udara musim dingin tak lagi kurasakan. Hatiku sudah membeku.


Zhie


[1] Nama kawasan di samping kuliah al-Azhar. Di sana banyak pasar untuk turis. Di jual berbagai macam benda khas Mesir untuk oleh-oleh.
[2] Nama kawasan tempat jual-beli mobil di Hay Asheer. Berupa lapangan kosong. orang-orang menaruh mobilnya di sana setiap Jum’at dan Ahad. Berharap ada yang tertarik untuk membelinya. Karena adanya acara jual-beli mobil ini, setiap hari Jum’at dan Ahad lalu lintas di Hay Asheer menjadi macet.
»»  Baca Selengkapnya...

Bisikan Sendu

Jum’at, 16 Agustus-2011

Dear Allah…..
Perasaan ini, kenapa harus menyelimutiku saat ini.....
Rasa yang begitu mencabik-cabik hati, tapi menyenangkan disimpan…
Pagi ini, aku terbangun pukul setengah empat. Terbangun dari mimpi yang sama sekali tak pernah aku bayangkan.
Aku sempat berpikir, jika persahabatanku dengan Kheloud hanya sebatas mimpi, alangkah perihnya hati ini.


Saat aku masih bekerja di Resto Cina, boss selalu memarahi kami tanpa alasan yang bisa diterima akal. 
Rasa putus asa sempat hinggap di lubuk hatiku. Tetapi…..sesaat kemudian….kenapa wajah Kheloud yang muncul di benakku Ya Allah…? Kenapa bukan wajah keluargaku, atau wajah teman-teman terdekatku, orang Indonesia? Sesaat kemudian, aku merasakan perhatian Kheloud yang begitu menenangkan hati, dan kasihnya yang begitu menentramkan sanubari. Sedikit demi sedikit kegalauanku sirna.


Saat itu, aku coba telusuri hatiku yang paling dalam, apakah aku jatuh hati pada Kheloud? Saat itu juga aku pastikan tidak ada rasa cinta di dadaku. Aku bersyukur. Aku hanya ingin menjadikan hatiku ini dipenuhi rasa cintaku kepadaMu Ya Allah…
Tetapi…..perasaan itu seketika berubah seiring berjalannya waktu….

><><>< 

Saat aku mengunjungi Book Fair di American University in Cairo. Aku memandangi tumpukan buku yang tertata rapi dan enak dilihat. Seketika hatiku bergumam, “jika bukuku dan buku Kheloud dikumpulkan menjadi satu. Mungkin akan menjadi sebanyak ini. dan bisa membuat perpustakaan pribadi.” Allah…kemudian aku tersadar dan segera aku tepis jauh-jauh perasaan itu.


Di hari yang lain, aku berpikiran, “Allah….jika Kheloud menjadi istriku nanti, tentu akan menyenangkan. Orangnya mudah akrab dengan orang lain, tentu mudah akrab juga dengan orang tua dan sanak-keluargaku. Penuh kasih sayang. Dan cepat belajar bahasa asing. Tentu bukan hal yang sulit baginya belajar bahasa Indonesia. Toh…dia bisa sedikit-sedikit bahasa Indonesia, meski Cuma satu-dua kata.” Allah….aku kembali tersadar dan berusaha mengusir jauh-jauh perasaan ini.


Kenapa perasaan ini tiba-tiba berubah? Dari persahabatan menjadi cinta Ya Allah? Apa ada hubungannya dengan sedekah yang rutin aku jalani baru-baru ini. sebelum aku melakukan rutinitas sedekah tiap harinya, tidak ada perasaan cinta yang hinggap di hatiku.


Sejak sebulan yang lalu, hidupku terasa hampa. Aku perlu mencoba melakukan hal baru. Mencoba berbagi dengan orang lain tiap harinya. ku coba paksakan diriku bersedekah setiap hari, kepada pengemis yang bertebaran di jalanan. Tidak peduli saat itu aku punya uang atau tidak.


Beberapa hari awal, aku akui sangat berat. Aku tidak bisa tulus memberi. Belum bisa merasakan apa itu keikhlasan. Aku masih memikirkan pulang pakai apa nanti? Makan pakai apa nanti kalau semua uang aku berikan?


Menginjak dua minggu pertama, aku mulai bisa merasakan kenikmatan rutinitas harianku. Perasaan tentram menjalar di seluruh pikiran dan jiwaku. Hidupku terasa kian berwarna. Aku bahagia, aku senang. Aku lebih mengedepankan orang-orang yang terkelungkup di jalanan daripada diriku sendiri. Aku tidak peduli walau aku harus berjalan kaki dari kuliah ke asrama. Aku tidak peduli walau aku kelaparan menahan lapar. Yang terpenting, aku mendapatkan kesejukan.

><><>< 

Perasaan cinta ini, apakah hadiah dariMu Ya Allah? Atas balasan sedekah yang aku lakukan tempo hari?
Aku sama sekali tidak mengharapkan perasaan cinta ini tumbuh Ya Allah…. Tetapi, jika ini memang hal terbaik yang Engkau berikan untuk hamba, dengan senang hati hamba akan mengikuti skenarioMu.
Aku tahu Engkau hanya akan memberikan cobaan yang mampu dilewati hambamu. Aku tahu Engkau Maha Bijaksana. aku tahu…..

»»  Baca Selengkapnya...

Goresan Pena dari Sang Cleopatra



Rabu, 25-Oktober-2011

Hari ini, hari ulang tahunku. Hampir bertepatan dengan hari berdirinya PBB(Perserikatan Bangsa Bangsa) yang jatuh pada tanggal 24 Oktober.

Sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, aku selalu membanggakan hari lahirku. Aku selalu berkata kepada temanku, kalau hari lahirku satu hari setelah PBB didirikan.

Aku merasa, hari ini tiada kegiatan yang berarti. rasa yang kurang berkesan saat ulang tahun menjemput. Seharian hanya duduk di depan laptop.

Untuk menghilangkan penatku, aku mengecek inbox yang sudah lama tidak aku buka. Ada pesan dari Kheloud, seorang mahasiswi mesir. Dia mengirimkan pesan ini pada tanggal 21 Oktober. Pikiranku flashback ke kejadian beberapa hari yang lalu. Di tengah dinginnya malam, saat aku berkumpul bersama para kru. Jam sembilan tepat, Kheloud menelponku.
Izzayak Zein[1]?”
Aku spontan menjawabnya, “kuwais[2]!!”
“Kheloud, maaf sekarang aku ada agenda”
“Oh….gitu, kalau gitu aku telpon kamu satu jam lagi yaa”
Aku terdiam, aku ragu. Aku tidak yakin acaraku selesai hanya dalam waktu satu jam. Tetapi, rupanya Kheloud mengerti respon diamku.
“Zein, kalau begitu, miscall aku saja kalau acaramu sudah selesai”
Wah…sungguh hebat perempuan Mesir ini. mengerti sekali apa yang sedang aku pikirkan dan rasakan. Dia mengerti keadaanku, padahal aku tidak mengucapkan sepatah katapun.

Saat acaraku sudah usai, aku miscall dia, lama aku menunggu tetapi tidak juga dia angkat. Mungkin dia sudah terlelap. Aku kirimkan sms ke dia. dan mengucapkan selamat malam.

Aku klik pesan Khelod dengan Mouseku yang berwana hitam keperakan itu.
“salam, bagaimana kabarmu Zein? Ponselku saat ini tidak berfungsi dengan baik, jadi aku tidak bisa membalas sms-mu. Saat aku menelponmu, aku hanya ingin memastikan keadaanmu. Dan bertanya tentang kesehatanmu. Dan bagaimana belajarmu? Sudah lama aku tidak mendengar kabarmu. Aku ingin kamu. Dan ingin meyakinkan kamu tidak sendirian.”

Ceile Kheloud…pesanmu kok kayak orang lagi pacaran gitu. Hahaha membacanya hatiku jadi deg-degan.

Kalau dipikirkan kembali, lebih dari satu bulan kita tidak bertemu satu sama lainnya. Padahal, dulu dalam dua minggu kita bertemu lima kali. Karena aku disibukkan oleh menulis dan wawancara, juga karena Kheloud sibuk kursus di beberapa tempat. Akhirnya kita tidak bertemu dalam waktu yang lama.

Pertemuan kami terjadi karena kesamaan hobi. Sama-sama suka bidang kesenian. Saat itu, aku iseng-iseng menggambar di salah satu buku teman Mesirku. Dan saat Kheloud melihat gambar itu. Dia bertanya, “siapa yang menggambar ini? aku ingin bertemu dengan orangnya!”

Saat aku menuruni tangga di Cairo University, Kheloud ada di samping tangga, menungguku.
“permisi, nama kamu Zein ya?”
Aku menganggukkan kepala.
“aku suka gambarmu…!”

Dari situlah persahabatan kami mulai terjalin. Dia sering mengajakku keluar berdua melihat pameran kesenian. Dan dia memberiku hadiah origami[3] buatannya sendiri. Begitu juga aku membuatkan sebuah buku yang berisi gambar buatanku. Dia sungguh sangat senang menerimanya.

Saat aku mengajak dia menghadiri acara yang diselenggarakan pelajar Indonesia. Orang-orang heboh melihat kami berdua. Gosip bertebaran di mana-mana. Ada yang mengira kami pacaran sambil berceletuk, “Zay, mesra sekali kalian berdua.”
Sampai ada yang meminta tips mendekati cewek Mesir. Haha .
Memang hal yang langka, Mahasiswa Indonesia berjalan berdua dengan perempuan luar negeri. Mereka sudah belajar dan hidup di luar negeri. Tetapi nyali mereka menciut saat berkenalan dengan para perempuannya.

Saat aku mengajaknya keluar pun, aku tidak berbuat macam-macam. Terkadang aku memintanya untuk membuat tulisan di buletinku. Karena dia menguasai lima bahasa asing. Bayangkan…!!. Wanita mana yang menguasai lima bahasa asing dalam usia semuda itu. Selain bahasa ‘Amiyah Mesir, dia juga mengerti bahasa Arab Fushah, bahasa Perancis, Inggris, Korea dan Rusia.

Dan yang membuatku terkesan, di kala kesibukan kursus belum menghampirinya. Dia meluangkan waktu kosongnya untuk mengajar al-Qur’an anak-anak berkebangsaan Rusia di masjid.

Dan saat kami berdua berdiskusi di Ashab Gami’[4], orang-orang Mesir yang lewat memandang kami, mengira bahwa kita sudah bertunangan bahkan sudah menikah. Haha.
Untungnya Kheloud menjelaskan bahwa kita hanya teman. Berada di sini karena belajar bersama.

Sampai saat ini, belum juga aku membalas pesannya. Menunggu waktu yang tepat. Tapi entah kapan. Dan apa yang sedang aku tunggu?

Zhie


[1] Bahasa Mesir yang artinya “bagaimana kabarmu Zein?”
[2] baik
[3] Seni melipat kertas dari Jepang
[4] Tempat yang menjual aneka minuman dan jus
»»  Baca Selengkapnya...

Dua remaja bermata bening itu…



24- Oktober-2011

Suasana Cairo benar-benar macet hari ini. bayangkan saja, naik bis dengan jarak tempuh hampir sepuluh menit, kini menjadi lebih dari tiga puluh menit. Uhh……

Siang ini, aku bergegas menuju pasar rakyat, Attaba. Aku mengambil stempel yang telah aku pesan satu minggu yang lalu.

Aku menaiki bis yang berhenti di dekat asramaku. Alhamdulillah aku mendapat kursi kosong untuk aku duduki.

Bis melaju dengan lancar saat itu. Di terminal selanjutnya, aku lihat beberapa ibu tengah menaiki bis yang sama. Namun sayang, ibu itu terpaksa berdiri karena tidak mendapat kursi.

Dengan senang hati, aku persilahkan ibu itu menempati tempat dudukku. Aku memandangi terus wanita berwajah kelelahan itu, teringat guru SD-ku. Selama perjalanan, dia selalu memandang keluar candela. Entah apa yang dia pikirkan. Ada masalahkah di dalam keluarganya? Meski raut mukanya sayu dan kosong, aku bisa melihat ketegaran dari parasnya. Memandangnya seperti berada dalam dekapan seorang ibu. Seolah berkata, “tenang nak….ibu ada di sini.”

&&&&&&&

Bis mulai dipenuhi oleh para penumpang. penuh, sempit dan sesak. Dan diperkeruh dengan macetnya jalanan. Aku lihat beberapa sosok ibu tengah kelelahan berdiri. Aku melihat sekitar, para pemuda dan laki-laki dengan nyamannya duduk di kursi, menutup mata dan telinga, tidak peduli dengan sosok-sosok ibu di depannya. Hati mereka sudah mulai mengeras, kelelahan orang lain tak lagi mereka rasakan. Yang mereka pikirkan adalah kenyamanan dirinya sendiri. Ah…seandainya kursi-kursi itu milikku.

Aku turun di stasiun Damardash, lagi-lagi suasana yang tidak biasa terlihat di sana. Loket pembelian tiket metro[1] penuh. Aku ikut berdesakan tuk mendapat tiket berwarna kuning itu. Satu Pound aku berikan kepada penjaga loket.

Aku turuni tangga, terlihat para penumpang berdesakan memasuki metro. lebih baik aku menunggu kereta selanjutnya dari pada kesulitan bernafas di dalam kereta.

Di tengah penantianku, ada sepasang muda-mudi lewat dan berdiri di depanku. Mereka tertawa, tapi tak bersuara. Dengan gerakan tangan yang lincah. Mereka tersenyum satu sama lain.

Allah…baru aku sadari, kedua remaja itu bisu. Meski beberapa orang melihatnya sinis, mereka tidak malu. Mereka seolah berada di dalam dunianya sendiri. Merasa nyaman dengan kekurangan mereka, dan tetap meneruskan komunikasi.

Hatiku tenang melihat mereka berdua. Begitu banyak manusia yang sembunyi dan berhenti menatap matahari karena kecacatan yang mereka alami. Tetapi mereka, sungguh berbeda.

Aku mundur ke belakang. mencoba mengambil gambar mereka berdua. Aku tidak ingin mereka tersinggung karena perbuatanku. Aku mengambil gambar mereka tanpa mereka sadari. Aku ingin menunjukkan gambar ini kepada dunia.

Zhie


[1] Kereta Bawah Tanah
»»  Baca Selengkapnya...

UNDANGAN



20-Oktober-2011

“ Undangan dari KBRI(Kedutaan Besar Republik Indonesia) sudah sampai? ” pertanyaan Dana, teman sekamarku membuatku terheran. KBRI mengundangku? “iya….KBRI mengundangmu untuk makan malam di City Star, salah satu mall terbesar di Kairo.
Ah……aku tidak menyangka, sebesar ini efek menjadi pimpinan redaksi. Di undang makan malam oleh bapak-bapak Diplomat.

Usai Maghrib berkumandang, aku langkahkan kakiku keluar asrama. Memberhentikan tramco (angkutan umum kecil). Seperti biasa, tramco selalu penuh. Berdesakan. beruntunglah aku mendapat tempat duduk yang nyaman. Tapi miris, ada gadis kecil seumuran Afra, keponakanku yang terpaksa berdiri. Aku angkat dia, dan dia duduk di pangkuanku. Sang ibu berterima kasih. Aku hanya tersenyum.

Angin semilir malam menerpa rambut panjang gadis kecil itu, begitu lucu dan imut. Wajah tanpa dosa yang selalu melihat cendela. Mencoba menangkap gemerlapan lampu yang menghias selama perjalanan. Rambut pirangnya semakin berkilau keemasan saat lampu-lampu malam menerpa.

~~~~~~~

Jam 7 tepat kita sampai di mall indah nan megah itu. Kalau dibandingkan di Indonesia sih, mall Indonesia jauh lebih megah dan kaya variasi. Memang Mesir kalah beberapa langkah dari Indonesia. Bukti lain, Mesir baru mengalami Revolusi tahun ini, 2011. sementara Indonesia sudah mengalami Revolusi sejak tahun 1998. 13 tahun Mesir tertinggal dari kita.

Pertemuan bertempat di lantai 6 mall City Star. Tidak hanya aku, beberapa media juga turut mewakili dan hadir dalam acara tersebut. Beberapa menit menunggu, bapak yang mengundang kita akhirnya datang juga. Dengan senyum yang ramah, beliau menjabat tangan kita dan mempersilahkan duduk.

Dengan suasana yang santai, bapak Iwan menjelaskan maksud mengumpulkan kami. Melihat buletin Mesir yang kian lesu. Beliau ingin menyemarakkan lagi penerbitan buletin . Dengan memberi penghargaan bagi media terbaik.

Tapi sayangnya, beliau tidak bisa memberi penghargaan itu tahun ini. penghargaan akan mulai diberikan tahun depan. Ah….andai penghargaan ini diberikan tahun ini. tentu media yang aku pimpin saat ini akan keluar menjadi pemenang. Karena di banding dengan media lain. media yang aku pegang saat ini lebih sering dan aktif terbit.

Saat beberapa orang mulai penasaran apa yang akan dihadiahkan bagi pemenang, pak Iwan hanya tertawa, “ wah gak kejutan donk kalau disebutin sekarang, tetapi mungkin saja tiket pulang ke Indonesia.” Tenggorokanku tercekak. Apa…!!! Tiket pulang gratis ke Indonesia? Allah…beruntung sekali kru-ku yang menjadi pimpinan tahun depan. Mendapat kesempatan pulang ke negeri tercintanya.


(ZHIE)
»»  Baca Selengkapnya...

Goresan Luka di Dalam Hati



Selasa, 18-Oktober-2011

Malam ini, kita kembali mengadakan Sidang Redaksi, menentukan berita yang akan kita angkat. Kita janji untuk datang di kantor ICMI pukul 6 sore. Tentu ada sanksi bagi yang terlambat. Denda 5 pound, yang nantinya akan digunakan untuk makan bersama.

aku berangkat jam 5 tepat, jalanan begitu macet hari ini. aku takut terlambat. Takut tidak bisa menjadi Uswatun Hasanah, contoh yang baik. Apa jadinya jika pimpinan terlambat.

Kekhawatiran mulai melanda hatiku saat adzan maghrib berkumandang. Jam setengah enam. Dan aku masih belum juga sampai. Masih terjebak dalam kemacetan.

Di ujung jalan, aku lihat bangunan merah khas, Kentucky Fried Chicken…!!! Aku langsung teriak ke supir untuk berhenti. Ku langkahkan kakiku dengan cepat. Menuju kantor ICMI. Aku buka pintu bercat cream itu. Alhamdulillah aku yang pertama, disusul Wahid dan Ahwazy. Kita lantas melaksanakan  sholat maghrib, di masjid dekat kantor ICMI.

Ponselku berdering, melngeluarkan suara khas Pikachu, telpon dari Sifrul, aku angkat, “Jay, sudah banyak yang kumpul yaa….maaf Jay, tadi sore aku membuka e-mail, ibu masuk rumah sakit, sekarang aku masih telpon ke Indonesia. Saya tidak tahu bisa hadir atau tidak, tetapi saya usahakan datang Jay, tapi mungkin agak terlambat.”

*****

Adzan Isya’ mulai berkumandang, memecahkan malam yang mulai hening. Aku lihat Memei dan Ety tengah sibuk menempel buletin di Mading Wisma Nusantara. Dan saat itu juga, Sifrul datang.

Sidang redaksi dimulai, suasana mulai ramai, aku senang hari ini banyak canda tawa mengiringi. Suasana begitu mencair, keakraban mulai terjalin erat.

Di tengah tawa yang menyemarak, kemurungan nampak di wajah Sifrul. Tidak biasanya dia terdiam tanpa kata. Biasanya, dialah yang membuat kita tertawa karena banyolan cerdasnya.

Aku pancing dia berbicara, tetapi tetap kemurungan menggelayuti wajahnya, senyumpun terkesan dipaksakan. Mungkin berita dari Indonesia masih mengukir di Hati dan kepalanya.

Menjelang akhir sidang redaksi, Sifrul berpamitan. Karena keluarga dari Indonesia tengah menelponnya. Aku mempersilahkan. Serta tak lupa aku meminta do’a kepada para kru, mendo’akan kesembuhan ibunda Sifrul.

*****
Setengah dua belas aku sampai di Asrama, aku cemas jika ada pemeriksaan dari pihak kepolisian. Karena visa pelajarku sudah mati sejak 3 Oktober lalu. Tetapi….Allah masih memberikan rahmatNya, selama perjalanan suasana begitu hening, tak terlihat polisi yang mondar-mandir.

Aku buka pintu kamarku yang terletak di lantai empat, aku lihat Fathi tengah sibuk berbicara dan menelpon. Memberikan berita duka kepada kita. Ibunda Sifrul telah meninggal dunia.

Dadaku sesak, terhimpit kesedihan yang menumpuk. Pikiranku flashback ke sosok Sifrul saat sidang redaksi tadi. Kami mencoba menelpon Sifrul saat itu juga, tetapi selalu dimatikan. Saat ini, hatinya pasti tergores karena luka. Kami membiarkannya sementara. Saat ini, dia butuh waktu sendiri. Waktu untuk melepaskan kesedihan.

Frul….maafkan kami…..
Kami terlambat menyadarinya…
Kami seharusnya tahu alasan kemurunganmu saat sidang redaksi tadi.

Meski himpitan batin tengah melandamu…
Kamu tetap berusaha menepati janjimu…
Tuk hadir dalam sidang redaksi..

Terima kasih Frul….
Semoga ibundamu mendapat cahayaNya, karena kebaikan yang kamu lakukan pada detik-detik terakhirnya, menepati janji.


(Zhie)
»»  Baca Selengkapnya...

abcs