Sabtu, 4 Agustus 2012
Malam mulai menggelayuti angkasa, aku berjalan melewati
suasana Ramses yang riuh. Terlihat begitu ramai meski malam sudah menampakkan
wajahnya. Jalanan hampir dipenuhi angkutan umum. Orang-orang masih memadati
jalanan Ramses, mebeli dan menawar barang, atau sekedar membeli makanan.
Aku menyebrang jalan yang dipenuhi sesak mobil angkutan
umum. Tanpa aku sadari, sosok keibuan muncul mendekatiku, memelas dengan suara
lirihnya, “Nak… aku ingin pulang tapi aku tidak mempunyai uang untu menaiki
angkutan umum, bisakah aku meminta uang 2 pound?”
Saat itu juga aku menyadari bahwa Allah sedang mengujiku. Pas sekali uang yang tersisa di kantongku
dua pound. Aku pun sangat membutuhkan uang itu untuk naik angkutan umum. Aku
juga belum sholat Isya dan Tarawih, aku ingin cepat-cepat pulang untuk
melaksanakan sholat dan segera istirahat.
Dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin memberikan
uang itu ke ibu itu dan aku yang pulang berjalan kaki. Namun masalahnya, aku
tidak tahu rute jalan dari Ramses ke asramaku. Aku buta arah. Dan lagi jaraknya
sangat jauh sekali.
Peristiwa ini sangat mirip dengan pak Jalal di film Para
Pencari Tuhan. Saat itu pak Jalal kehabisan harta, yang tersisa hanyalah
500.000 ribu rupiah. Dan saat yang bersamaan, ada orang yang benar-benar
membutuhkan uang dengan jumlah yang sama. Aku benar-benar yakin saat itu Allah
sedang mengujiku.
Hari ini memang aku sengaja tidak membawa uang banyak, hanya
belasan pound. Aku sengaja, karena jika aku membawa uang banyak aku pasti boros.
Hari ini aku ke
pengajian di Ma’adi dan berbuka puasa di sana. Menu buka puasa yang
paling enak yang pernah aku rasakan. Nasi kuning dengan beberapa potongan nugget
dan kufta dengan rasa bakso ikan. Aku bertemu Mariam dan Salma di
sana.
Kami pulang bersama dengan naik taksi, karena sangat jarang
kita menemukan angkutan umum, dan kalaupun ada pasti sudah penuh duluan.
saat memasuki taxi, si sopir menyalakan musik keras-keras.
Aku duduk di depan, Mariam dan Salma duduk di belakang. Dengan senyumnya Mariam
membisikiku dari belakang, “Zain… Stupid Egyptian Song.” Aku tertawa
mendengarnya.
Di tengah perjalanan Mariam bertanya kepada ada sopir, “apa
ada kembaliannya kalau aku membayar dengan pecahan 50 Pound?” si sopir bilang
tidak ada dan terpaksa Mariam turun di pom bensin untuk menukarkan uang.
Ini tidak bisa
dibiarkan. Mau ditaruh dimana mukaku. Masa naik taxi dibayarin cewek.
Tapi bagaimanapun aku hanya membawa uang belasan pound. Aku berharap harga
taxinya tidak sampai sepuluh pound, dengan begitu aku bisa membayarnya.
Lagu yang di putar supir taxi berubah. Dari musik yang
bising menjadi musik bayati. Musik kesukaan Mariam. Dan dia begitu
antusias dengan lagu itu dan bertanya
kepada supir lagu siapakah itu. Dan akupun begitu antusias, melototin argo
taxi tanpa henti berharap argometer itu berhenti dan tidak melebihi
sepuluh pound.
Dan do’aku terkabul! Argo taxi Cuma mencapai 7,25 pound! Aku
membayarnya 8 pound. “Zain! Kenapa membayar taxi itu? Aku tadi berencana
membayarnya.” Aku hanya tersenyum tanpa kata.
“Kalau begitu giliranku yang membayar Metro untukmu.” Dan
lagi-lagi aku tak bisa membiarkan hal itu terjadi, aku yang membayar Metro itu.
Lagian Metro murah banget Cuma 1 pound. Masa 1 pound saja minta dibayarin sama
perempuan…
Dan itulah salah satu alasanku kehabisan uang. Uang yang
tersisa hanyalah dua pound. Sejumlah uang yang sangat aku butuhkan untuk
pulang. Dan sejumlah uang yang sangat dibutuhkan sesosok ibu yang memelas di
hadapanku.
Zhie
Posting Komentar