Setangkai Memori


Ahad, 16 Desember 2012

Kalian tahu, Kawan . . . aku menulis tulisan ini ditemani lantunan lagu Maher Zain, For The Rest of My Life.  Aku rasa Maher Zain membuat lagu ini untuk istrinya, saat dia baru saja menikah ( baru pradugaku :p )

Malam ini aku tiba-tiba teringat pertanyaan temanku beberapa hari yang lalu . . .


saat itu aku tengah mengunjungi kamar temanku. Dan terlihat di sana tiga orang sedang berkumpul menghabiskan sarapan. Tanpa basa-basi salah seorang dari mereka bertanya, “kenangan indah apa saja yang sudah kamu alami bersama Mariam, Jay?”


aku sedikit terkejut dengan pertanyaan mendadak itu. Aku stabilkan emosiku dan bersikap tenang di hadapan mereka dan menjawabnya dengan candaan, “Hahaha . . . Kamu tidak perlu tahu, nanti iri.”


dan setelah pertanyaan itu aku termenung. Kenangan terbaik apa yang sudah aku buat bersamanya? Dan aku teringat salah satu kejadian. Saat kita sekeluarga berlibur ke Piramid. Kita semua capek. Aku dan semua sepupu laki-lakinya beristirahat. Namun . . . Mariam tidak.


dia naik turun tangga dengan tubuh seletih itu menyiapkan sprei tempatku tidur dan bantal. Ya, hanya untukku. Sementara semua sepupunya tidur di sofa.


namun . . . aku tidak bisa tertidur saat itu. Hanya menerawang dan berganti posisi selama sejam. Tubuhku letih namun tak bisa tidur dengan pulas. Aku pergi ke dapur, dan melihat Mariam sedang memasak bersama ibunya. Tidakkah dia capek? Kami yang laki-laki saja kecapean, tapi dia merelakan waktu istirahatnya demi kami.


saat aku berencana untuk mandi. Dia rela naik turun tangga lagi demi aku, untuk mengambilkan handuk dan kaos adiknya, Ali. SubhanAllah . . . begitu tabahnya. Dia merelakan rasa capeknya demi melayaniku.


dia selalu menemaniku sampai malam tiba. Saat aku mengobrol bersama ibunya dia ada di sampingku. Saat waktu makan malam, dia duduk tepat di sampingku. Saat aku duduk membaca artikel di internet dia ada di sampingku. Tanpa istirahat, dia selalu ada untukku hari itu.


Allah . . . aku tak melihat garis letih di wajahnya. Saudara-saudarinya sudah istirahat, namun dia sama sekali belum memejamkan mata.

Dan saat aku pulangpun dia mengantarku sampai stasiun. Aku sudah memaksa untuk pulang sendiri namun dia bersi keras untuk mengantarku. Tidakkah dia capek Ya Allah? dia berjalan dari pagi sampai sore ke Padang Piramid yang panas dan gersang. Sore sampai malam dia memasak, naik-turun tangga mempersiapkan kebutuhanku. Tidakkah dia capek Ya Allah? Tidakkah dia mempunyai keinginan untuk memejamkan mata beberapa menit saja. Kenapa dia begitu tabah dan tegar menemaniku?


Ya Allah . . . wanita ini . . . kenapa begitu menenangkan jiwaku?
bukankan Engkau melarangku terlalu dekat dengan wanita yang belum halal bagiku?
apa ini ujian dariMu? Mencoba seberapa tebal kecintaanku kepadaMu?
Mengujiku apakah diri ini mudah terlena dengan cinta semu atau menjaga jarak demi cinta yang hakiki . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Skenario Allah


Rabu, 12 Desember 2012


Awal tahun 2011, aku mempunyai impian untuk menikah di hari ini (12 Desember 2012). Tanggalnya begitu indah bukan?  12-12-12. Untuk itulah aku memilih hari ini. Namun harapan itu pupus sudah saat hari mulai menyapa.

Teman-teman selalu mengingatkan, “Hei Jay, ingat lho . . . tanggal 12 Desember besok ente harus sudah menikah.” Aku tertawa mengingat impian konyolku tahun lalu.


Namun, beberapa bulan yang lalu aku sempat berpikir, jika tanggal 12 Desember esok aku belum juga menikah, kira-kira hal menakjubkan apa yang hendak Allah berikan kepadaku di hari itu?

Dan kemarin, ponselku bergetar. Mengingatkanku catatan yang ku tulis di ponsel. “Membuat Kartu Ulang Tahun Sarah.”


Seketika itu, teringat begitu Indahnya skenario Allah. Allah menghadiahkan aku seorang adik berkebangsaan Amerika bernama Sarah. Yang lahir pada 12 Desember. Dan tepat hari ini ulang tahun ketiga belasnya.


Aku menerima dengan ikhlas keputusan Allah. Karena hari ini bukan hari pernikahanku. Toh Allah menggantinya dengan sesuatu yang lain. Seorang adik yang berulang tahun hari ini. Dan mengenai pernikahanku, Allah pasti menetapkan tanggal yang terindah buat kami. Allah mengetahui hal yang terbaik untuk kita. Dan buatlah aku ridha atas keputusanMu Ya Allah . . .
»»  Baca Selengkapnya...

Setapak yang Berliku


Selasa, 11 Desember 2012

Satu tugas kuliahku sudah selesai. Yeaa! . Hari ini aku berangkat ke kuliah tuk menyerahkan tugasku ke dosen. Namun belum sempat menyerahkan makalah setebal tujuh belas halaman itu, dosen memberi tugas lagi ke kita.


Ya Allah . . . tugas kuliah di masa-masa ujian? Bisakah kita? Belajar bersamaan membuat karya ilmiah? Beberapa mahasiswa Mesir berperawakan raksasa protes dan menyatakan keberatan. Aku pun diam-diam mendukung si badan besar itu. Namun si dosen berkata, “Aib bagi pelajar Dirasat Islamiyah (jurusan yang aku ambil, Ed) tidak bisa membuat tugas ini dalam waktu seminggu. Bagaimana kalian menghadapi masyarakat nanti?

Beberapa dosen menentukan tugas setiap orang. Memakan waktu yang sangat lama. Tiba-tiba kepalaku pusing. Aku melihat jam di ponselku. Sebentar lagi waktu Ashar tiba. Dan aku belum makan siang.


aku bertanya kepada teman-temanku dimana aku mengumpulkan tugasku. Mereka pun tidak tahu. Dan yang lebih mengejutkan lagi aku adalah orang Indonesia pertama yang menyelesaikan tugas. Teman-teman Indonesia lain belum membuatnya. Bahkan sebagian teman Malaysia dan Thailand pun belum membuatnya. Dalam hati aku berbangga diri.


usai mendapatkan penentuan tugas selanjutnya dari dosen, aku menuju ruang bawah untuk menyerahkan karyaku. Aku melewati beberapa kantor fakultas lain. Terlihat hanya dua-tiga dosen yang masih belum pulang. Dan saat melintasi kantor fakultasku. Alangkah kecewanya aku. Kantor fakultasku sudah ditutup. Semua dosen sudah pulang.


awalnya aku berharap bisa menyerahkan tugas secepatnya, karena aku ingin fokus pada ujian dan tugas selanjutnya. Aku tak ingin pikiranku terbebani dengan hal lain. namun ternyata niatku tak bisa tersampaikan.


Lagi-lagi aku harus berprasangka baik kepada Allah. Karena Allah pasti mempersiapkan kejutan yang indah di balik hal-hal buruk yang menimpa kita.
»»  Baca Selengkapnya...

Di Malam yang Dingin Itu . . .


Hening . . .


suasana kamar saat ini begitu hening. Aku melihat jam bulat yang tergantung di pintu lemari. Menunjukkan ke arah  12. Salah seorang temanku sudah terbang ke alam mimpi. Aku masih saja duduk di depan laptop, mengerjakan tugas kuliah.


perutku tiba-tiba melilit. Aku rehat sejenak, melemaskan syarafku dan melangkah keluar asrama. Membeli sesuatu yang bisa di makan.


angin malam begitu menusuk poriku, meski aku sudah memakai dua lapis baju. Sempat kulihat di internet, suhu udara malam ini mencapai 13 derajat selsius. Begitu dingin, namun ini belum puncaknya.


aku tiba-tiba teringat saat pertama kali datang di negara ini. Aku tak kuat menahan dingin. Aku terkadang mimisan, dan sempat sakit lebih dari seminggu. Namun di tahun berikutnya Allah memberikan kekebalan kepada tubuhku.


Aku pergi ke penjual makanan di depan asrama. Membeli beberapa snack untuk menemani malamku. Dan kulihat beberapa pengemis tidur di pinggir jalan. Miris. Mungkinkah mereka tidak mempunyai rumah? Tidur di pinggir jalan tanpa alas, tanpa pakaian hangat di udara sedingin ini?

Di dalam hati aku bersyukur kepadaNya. Begitu besar kasih sayangNya kepadaku. Memberiku tempat tinggal yang layak dan selimut yang lembut dan hangat. Bagaimana jika suatu hari aku terlempar dan bernasib seperti pengemis tua itu? Bagaimana jika Allah mengambil beberapa titipanNya dariku? Sudah siapkah aku Ya Allah? Allah . . . buatlah aku selalu mendekat kepadaMu.


»»  Baca Selengkapnya...

Kepulangan Si Berlian Kecil


Kamis, 6 Desember 2012

Aku mengantar kepulangan salah seorang yang amat berjasa dalam kehidupanku. Seseorang yang menghargai kekuranganku. Seseorang yang menjadikan kekuranganku sebagai daya dan kelebihan. Seseorang yang mampu memapahku saat mulai terhuyung.

Aku . . . tidak menyangka berpisah dengannya secepat ini. Hari-hariku kupenuhi dengan canda tawa dengannya. Melupakan kalau akan ada sebuah perpisahan di setiap pertemuan.  Sepertinya aku belum berbuat sesuatu yang berkesan untuknya.

Tahukah kalian sobat, di negara ini, aku ada masalah dengan almamaterku. Aku memang melepaskan diri dengan mereka. Karena jika aku ada di bawah naungan mereka, aku tak mungkin bisa berkembang sejauh ini. Tidak bisa menulis buku, tidak bisa berorganisasi dengan orang-orang luar negeri, dll. Aku merasa terkekang jika bersama mereka.

Sebenarnya mungkin mereka bisa memaklumi keputusanku, tetapi karena pengaruh satu orang, semua orang jadi ikut terpengaruhi. Aku dikucilkan. Begitu sakit hati ini. Namaku juga tercemar. Beginikah rasanya difitnah?

Namun, karena jasa Bang Jauhar, menjelaskan sana-sini siapa diriku sebenarnya. Beberapa dari mereka mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tetap saja masih banyak yang terpengaruh oleh lidah liar “seseorang”.

Memang yaa . . . hidup tak selamanya menyenangkan. Ada saja kerikil kecil yang membuat kita tersandung, jatuh terselungkup.

*******

Aku tak menyangka banyak yang mengantar kepergian Bang jo. Bis pun tak muat mengantar kepergian sosok mungil itu. Saat kenal dengannya pasti kita tertawa ataupun kesal mendengar kenarsisannya. Namun kenarsisannya tertutupi karena keilmuan dan kemampuannya.

Ternyata begitu sedih berpisah dengan sosok mungil itu. Seolah ada yang hilang jika tak ada ocehan kocaknya. Gambar kenangan di benakku seolah berputar kembali. Memperlihatkan slide yang aku alami bersamanya.

Saat aku tak bisa menulis, dia orang pertama yang mengajariku merangkai kata. Saat diriku menghadapi masalah dalam kuliah, ia yang membantuku memberi solusi .

Dan banyak perempuan yang tak kukenal menangis melepas kepergiannya di Bandara. Mungkin mereka murid-murid Bang Jo. Selepas menjadi Pimpinan Redaksi, dia mendirikan sebuah kajian, dan anggota yang mendaftar lumayan banyak.

Mereka menyesal karena tidak bisa menjadi yang terbaik. “Jikalau kami cepat menyadari kalau ada perpisahan seperti ini . . . kami pasti berusaha lebih baik lagi.” Terdengar seorang perempuan menangis sesenggukan dengan mengucapkan kata-kata itu. Bang Jo lantas mengusap kerudungnya dan memandang ke arah lain mencoba menahan tangis.

Baru kali ini aku melihat sosoknya sebagai orang yang bijak. Padahal di asrama kami selalu saling mengejek dan bertingkah laku seperti anak kecil.

»»  Baca Selengkapnya...

Tenggang Waktu


Sudah lebih dari sebulan aku tak bertatap muka dengan Mariam.
Aku punya kesibukan, dia juga mempunyai kesibukan . . .
Terkadang aku berpikir mungkin ini kehendak Allah untuk kita, agar tidak terlalu sering bertemu. Dan akupun mencoba melupakannya . . .
karena sungguh tersiksa memiliki perasaan rindu.
selalu teringat kepribadiannya, membuat aku murung, perempuan sebaik itu, apa benar cocok untuk diriku yang kerdil dan kotor ini?

Terkadang aku berpikir, apa yang disebut cinta karena Allah? Beberapa da’i dan pemuda islami mengumbar-ngumbar kata “cinta karena Allah”, namun sepertinya maknanya tak sesuai. Karena aku tak bisa merasakan apapun dari perkataan mereka.  Tidak ada feelnya, tidak ada kekuatan yang menusuk hati. Sampai sekarang pun aku tak tahu apa itu mencintai karena Allah.

Sempat beberapa kali aku teringat sosok Mariam. Bukan teringat wajah, hal-hal fisik ataupun materi. Namun teringat kedekatannya kepada Allah. Aku rindu saat-saat dia mendekat kepadaNya. Apakah itu yang disebut cinta karena Allah? Aku belum tahu.

Minggu-minggu pertama aku berusaha tuk melupakan sosok Mariam sepenuhnya. Aku tak ingin rasa rindu menusuk-nusuk hatiku. Aku tak ingin tersiksa oleh pikiranku sendiri.

Dan aku berhasil melupakannya. Dua minggu pertama tak ada sosok Mariam di benakku. Hari-hari ke depan aku menjalani kehidupan tanpa rasa rindu kepadanya sampai hari itu datang. Hari dimana Mariam muncul ke dalam mimpiku. Padahal sudah sekian hari aku tak memikirkan Mariam, tapi kenapa dia tiba-tiba muncul ke dalam mimpiku Ya Allah? Apa Engkau menyuruhku untuk tidak melupakannya? Atau terjadi sesuatu dengannya saat itu?

Aku kemudian mengetik kata demi kata menggunakan laptopku dan mengirimkannya ke Mariam. Bertanya kabar beberapa hari ini. Dan tanpa diduga dia sedang memikirkan aku di hari saat aku bermimpi. Dia sampai curhat kepada adiknya, Salma.

Namun, aku tak bertanya lebih banyak lagi apa yang dia curhatkan. Aku tak ingin mencari-cari tahu rahasia perempuan. Cukuplah mereka yang menyimpannya.

Dan sampai hari ini pun aku belum bertatap muka dengannya. Karena modemku super lemot, akupun jarang memakai internet. Tidak pernah lagi bertegur sapa dengannya lagi di dunia nyata maupun di dunia maya.

Kamis lalu (6 Des 2012) aku menerima sebuah pesan darinya
“Salam Zain . . . bagaimana kabarmu hari-hari ini?
Sudah lupakah dirimu dengan keluarga Mesirmu?
Semoga Allah menjagamu.”


»»  Baca Selengkapnya...

Ketenangan yang Allah Tanamkan



Waktu . . .
lagi- lagi aku melalaikanmu . . .
kenapa aku menjadi orang yang tak pernah belajar . . .
Sudah kesekian kalinya aku kesulitan, dan berjanji di dalam diri tuk lebih bisa mengetatkan waktu . . .
Namun . . . kejadian yang sama terus terulang.

Tepat tanggal 29 ini aku harus mati-matian menghadapi suasana itu kembali, suasana yang membuat sebagian orang tercekam. Suasana yang membuat sebagian orang jatuh sakit. Suasana yang terkadang membuat orang egois dan emosi tanpa alasan. Suasana itu bernama ujian.

Kurang dari sebulan aku harus berhadapan dengannya lagi. Namun , diktat kuliah belum juga aku baca. Dan tugas kuliah yang belum juga aku selesaikan. Terlalu banyak aku membuang nikmat Allah yang bernama waktu.

Aku rasa, hari-hariku tidak terlalu disibukkan dengan hal yang berguna. Jika aku mau, bisa saja aku mencurahkan semua waktuku untuk belajar, mendalami diktat kuliah, dan mengerjakan tugas kuliah. Namun penyakit “malas” itu melekat dengan sangat kuat. Aku sungguh sulit melepasnya.

Namun yang mengherankan, kenapa aku bisa merasa sesantai ini? Ujian begitu dekat, diktat kuliah belum aku baca, tugas juga belum aku selesaikan, kenapa tidak ada rasa was-was atau stress??

Mungkin ini salah satu rahmat Allah yang Dia berikan untukku. Perasaan tenang.

Beberapa mahasiswa Indonesia dipulangkan karena stres berat. Ada yang sempat ingin loncat dari gedung lantai lima, beruntungnya ada orang yang melihat sebelum dia meloncat. Ada yang berjalan dari rumah temannya sampai asrama dengan telanjang. Ada yang berkhayal berbicara dan tertawa sendiri. Dampak ujian sungguh mengerikan jika tak diatasi dengan kepala dingin.

Dan hal itu tak hanya dialami oleh mahasiswa Indonesia saja, namun dialami mahasiswa negara lain juga. Saat itu sekitar dua tahun yang lalu, hening diri ini belajar di masjid. Dan tiba-tiba ada pemuda Afrika berkulit hitam berteriak di dalam masjid secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya dia tenang-tenang saja membaca diktat kuliah. Orang-orang membopongnya keluar masjid dan mencoba menenangkannya. Hampir setiap tahun aku melihat kejadian seperti itu.

Sempat aku merasa ketegangan yang besar menghadapi ujian yang pertama kalinya, menyebabkan aku jatuh sakit. Namun aku sangat bersyukur kepada Allah karena memberiku ketenangan, dan entah sejak kapan ketenangan itu menghinggapi dada dan pikiranku.


Melihat mereka yang tidak bisa mendapatkan ketenangan, aku merasa iba sekaligus bersyukur. Betapa Allah masih menyayangiku. Allah masih meletakkan “ketenangan” itu ke dalam hatiku.

Dan kini, aku berusaha menyelesaikan tugas kuliahku terlebih dahulu sebelum lari ke diktat kuliah. Aku tak ingin pikiranku pecah karena keduanya. Aku ingin memfokuskan kepada satu hal, baru kemudian mengerjakan hal yang lain.


»»  Baca Selengkapnya...

abcs