Mesra dalam Sunyi


Aku lupa kapan kejadian itu terjadi. Dan entah saat itu sore hari atau malam hari yang sedang menyelimuti pembicaraan kami. Yang pasti obrolan itu terjadi saat musim dingin. Saat itu, aku tinggal di lantai dua, kamar temanku. Karena terlalu jenuh aku mendiami kamar lantai empat. Ingin mengganti suasana.

Aku terduduk di depan laptopku. Laptop aku letakkan di atas kardus mini, karena tak ada meja banyak meja di kamar itu. Dan aku duduk di atas lantai beralaskan kasur kapuk. Kamar ini tak jauh beda dengan kamarku. Berbentuk kubus dan tidak terlalu lebar. Di samping kanan pintu ada lemari yang terbuat dari tembok. Sepertinya temboknya sengaja dilubangi untuk membuat tembok. Di samping kiri ada lemari es, warisan dari generasi sebelumnya. Makanya tak heran jika lemarinya sudah bobrok.

“Jack, sudah lama kamu tidak pergi ke luar. Memang nggak bertemu Mariam lagi?”

Aku hanya menyunggingkan senyum. Iya, saat itu mungkin sudah tiga minggu aku tak bertemu dengannya. Pernah hampir dua bulan aku tak bertemu dengannya. Aku berpikir, dia masih belum halal bagiku, kenapa aku harus sering-sering bertemu dengannya?

Cinta itu tak bertahan lama tanpa kesunyian. Cinta membutuhkan istirahat. Hewan dan manusia pun butuh istirahat untuk bertahan. Tanpa istirahat, seorang anak tak akan bisa mempelajari kehidupan, seorang seniman tak akan bisa mencipta karya, suatu pekerjaan tak akan bisa tumbuh dan berkembang.

Kesunyian bukan karena tidak adanya cinta di dalam hati. Bukan juga karena hilangnya cinta. Namun sebagai pelengkap. Keheningan memberi kita kesempatan untuk berbicara kepada sanubari kita, apa yang seharusnya kita lakukan dalam kehidupan ini. Jika kita tidak pernah sendiri, kita tak akan mengetahui diri kita. Dan jika kita tidak mengetahui diri kita, kita akan mulai takut pada kesendirian.

0 Responses

Posting Komentar

abcs