Menguap Karena Kata.

Seharian ini, rasa frustasi hinggap di diriku, hari-hari sungguh terasa berat saat beban pimpinan redaksi berada di pundakku. Mengedit besar-besaran tulisan kru, mencari tulisan-tulisan kering kesana-kemari. Mencari tokoh untuk diwawancarai…..Allah..

Beban terasa semakin berat saat mantan kru dan senior menolak untuk menulis kembali, tak jarang mereka sudah bersedia tetapi menyatakan permintaan maafnya saat Deadline sudah menyapa. Permintaan maaf karena tidak bisa menulis. Allah…..kenapa mereka tidak bilang jauh-jauh hari? Tetapi aku bisa memaklumi, karena mereka mempunyai jadwal yang padat di luar.

Dulu, saat aku membaca catatan hati Bang Jauhar (mantan pimpinan redaksi tahun kemarin), aku selalu mengejeknya, karena di salah satu catatannya dia berkata, “dikejar mimpi buruk Deadline”. Aku menganggapnya terlalu lebay. Tetapi…kali ini…aku benar-benar merasakan hal itu. Di setiap lelapku, yang ada hanya Informatika, Deadline, Berita, tak lebih. Tidur tidak nyenyak, bangunpun tidak tenang. Sungguh….hal ini sangat menggangguku, mimpi buruk yang selalu menghantui.

Dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku ingin meninggalkan jabatan ini. Tetapi….aku tidak bisa melakukannya. Aku sudah berjanji kepada Kurniawan untuk terus berjuang. Memang sungguh memberatkan, tetapi aku banyak belajar dari sini. Terbiasa menulis dan mengedit. Terbiasa kerja keras dan begadang.

Mungkin karena aku memikirkannya sebagai suatu beban, setiap aku memikirkan Informatika, kesehatanku menurun drastis. Tak jarang di tengah mengerjakan informatika, aku terserang demam, sakit kepala, batuk dan pilek.

Cara berpikirku yang sudah salah, aku harus segera merubahnya. Jika terus-terusan seperti ini, aku kasihan kepada tubuh dan mentalku. Aku mencoba sejenak tidak memikirkan Informatika, mencoba merefresh kembali dengan bercengkrama bersama teman-teman.

Di tengah dilema yang menyelimuti, mbak Ayu tiba-tiba menelponku, memberitahu tentang pemasang iklan tetap di buletin kita. Aku tidak mampu mencerna kata-katanya. Karena masih ada beban yang hinggap di pikiranku. Di akhir telepon, mbak Ayu berkata kepadaku, “semangat ya Zai” seketika beban yang ada di kepalaku lenyap sudah, menguap hampir tak berbekas. Aku bisa menegakkan tubuhku kembali, serasa begitu ringan.

Dan baru aku sadari, ternyata para kru juga menyemangatiku, mereka menyampaikan kata semangat lewat sms dan telepon. Dan….keluargaku juga. Allah….batu yang menghalangiku berangsur-angsur pecah. aku bisa begerak leluasa kembali. Kata-kata yang diucapkan dengan tulus, bisa merubah seseorang. Merubah kekelaman menjadi harapan.


Rabu, 21 September 2011
0 Responses

Posting Komentar

abcs