Ketegaran Bunda


Selasa, 8 Mei 2012

Aku menyelesaikan ujian lisan hari ini. beberapa temanku memberi SMS yang membuat semangatku terpompa. Nunny dan Ray yang satu hari sebelumnya memberi do’a dan SMS. dan di saat ujian pun (tepat jam sepuluh pagi), Ray kembali mengirimiku SMS.
“Semangaaaaaaaaat! Henshin! :D”
sebuah pesan singkat yang sangat bodoh. Aku tertawa dibuatnya. Dan seketika itu, kegugupanku pun mulai lenyap sedikit demi sedikit. Ah, aku harus berterima kasih kepadanya.

entah, aku ragu dengan ujian lisanku, seperti apa nilanya nanti. Memang beberapa pertanyaan sudah aku jawab. Namun aku tidak tahu jawabanku memuaskan si dosen atau tidak. Dan penyesalan yang teramat dalam adalah. Aku tidak menjawab satu pertanyaan yang seharusnya bisa aku jawab. Lidahku kelu, karena kegugupan yang saat itu menguasaiku. Aku hanya bisa pasrah kepada Allah. Aku berharap Dia memberiku nilai terbaik.

***

Sore hari, aku mengabarkan pada Bunda perihal ujianku. Aku senang ada orang yang setiap saat mendengar keluh kesahku kapanpun, dan dimanapun.

Bunda yang aku maksud bukan ibu kandungku di Indonesia. Dia adalah seseorang yang aku anggap ibu di sini. saat ini dia tinggal di New York City. Dia seorang muallaf, Allah memberinya hidayah setahun yang lalu. Dia selalu ada kapanpun aku butuhkan, kami sering berkomunikasi lewat internet.

Aku anak lelaki pertamanya, karena anak-anak kandungnya semuanya perempuan. Sarah yang berumur 12 tahun, dan Sophia yang berumur 8 tahun.

Aku mengabarkan keadaanku dan ujianku. Dan dia kembali bertanya, “How’s everything else?” pertanyaan yang tidak biasa, mungkin bunda ingin mendengar ceritaku lebih banyak. Aku bercerita panjang lebar tentang suasana ruang ujianku sedetailnya. Aku juga bercerita tentang teman-temanku. Dan mengatakan aku harus belajar lagi untuk menghadapi ujian tulisku. Dan saat itu, pesanku tak terjawab. Ah, mungkin bunda sedang sibuk bekerja.

Rabu, 9 Mei 2012

Esoknya, aku baru mengetahui kalau bunda ada masalah. Aku langsung menghubunginya tanpa berpikir panjang. Dan bertanya langsung kepada bunda. Saudari-saudarinya menyakitinya, bukan hanya dia, Sarah dan Sophia juga.

Allah, aku menyalahkan diriku yang tidak peka. Seharusnya aku menyadari maksud pertanyaan bunda “How’s everything else”. Dia ingin aku juga bertanya hal yang sama, dia ingin bercerita kabarnya, namun tak enak hati. Karena ibu mana yang tega membuat anaknya ikut sedih. Dia tetap merahasiakan penderitaannya sampai si anak tersebut bertanya langsung kepadanya. Bunda yang baik. Aku beruntung mempunyai bunda seperti dia. Rata-rata seorang ibu langsung tanpa malu dan segan menceritakan keluh kesahnya, jelas sekali bukan kalau dia ingin dikasihani. Namun, bunda yang satu ini tidak.

Aku tak tahan lagi mendengar ceritanya, perasaan marah dan kasihan bercampur menjadi satu.
 “Bagaimana kabar adik-adikku perempuanku bunda? Bagaimana kabar Sarah dan Sophia?”
“aku sekarang di sini menemaninya, Nak…”

Allah, Sarah dan Sophia beruntung mempunyai bunda yang tegar seperti dia. Aku juga, beruntung telah mengenalnya dan menjadi anaknya. Aku banyak belajar banyak hal dari dia. Allah, terima kasih telah mempertemukan aku dengan bunda. Begitu tegarnya dia mempertahankan agamaMu Ya Allah. Aku tahu Engkau sangat mencintainya, sehingga memberinya cobaan yang membuatnya kian kukuh.

Allah, jarak sangat memisahkan kita. Aku tak bisa berbuat banyak untuknya saat ini. di bawah naungan langitMu yang teduh ini, aku memohon kepadaMu. Jaga Bundaku dan kedua adikku. Jagalah kemurnian hati mereka, dan berilah mereka ketegaran.

Zhie
0 Responses

Posting Komentar

abcs