Dosaku Sebagai Seorang Lelaki Muslim


Kamis, 12 Juli 2012

Hari ini… aku melakukan perbuatan yang tak layak dilakukan seorang muslim laki-laki. Mengenai hubunganku dengan seorang perempuan. Dosakah aku Ya Allah? Aku yakin Engkau pasti bilang, “iya”.

Saat itu, Rabu menjelang tengah malam (pukul setengah dua belas malam) Kheloud mengirimiku SMS.
“Zein… bisakah kamu hadir di acara presentasi akhirku di kuliah jam 10 pagi?”
Hhhh… aku tak mungkin bisa menolaknya. Aku sudah beberapa kali mengecewakannya. Minimal, aku ingin melakukan sesuatu untuknya. Aku mengatakan iya.

*******

Aku mengunjungi kamar temanku, Sifrul. Berniat meminjam kemeja. Sudah beberapa hari ini air di asrama mati-hidup, aku tak mempunyai kesempatan mencuci bajuku, yang tersisa di lemariku hanya beberapa helai kaos. Mana mungkin aku pergi ke acara formal dengan pakaian kaos?

*******

Pagi menjelang jam sembilan aku sudah sampai di tepat yang kita janjikan. Aku telepon Kheloud dan dia menjemputku dengan membawa kertas karton putih besar. Hari ini dia memakai pakaian yang serba putih.

Bisa dibilang ini pertama kalinya aku memasuki universitas Helwan. Seperti yang aku duga, aku menjadi pusat perhatian. Karena aku satu-satunya orang Indonesia di sana. Namun ada juga yang menganggapku sebagai orang Mesir. Saat aku berjalan berdua dengan Kheloud… beberapa temannya menyapa. “Hey Kheloud? Siapa dia? Saudaranu? Kalian mirip.”

*******
Aku dikenalkan oleh beberapa teman Kheloud, ternyata sebagian dari mereka sudah tahu siapa aku.

Untuk sidang akhir kuliah, universitas Helway mengundang Doktor-doktor dari seluruh penjuru Mesir. Ada Doktor dari Alexandria, Kairo, Aswan dan lain lain. Seingatku ada total dua puluh tiga Doktor yang akan menguji masing-masing mahasiswa.

Kheloud berusaha merapikan jilbab putihnya. Dia bertanya kepadaku apa jilbabnya sudah rapi? Aku berkata bagian depan sudah rapi namun bagian belakang agak terselip kerah baju, jadi terkadang masih terlihat lehernya. Dia memintaku merapikan kerudung bagian belakang, Hhh…pertama kalinya aku merapikan kerudung perempuan. Dan dia bertanya kenapa rambutmu kamu ke ataskan? (model spike). Kemudian tanpa aku sadari tangan-tangan mungil Kheloud menurunkan helai demi helai rambutku, seketika itu juga… aku berdebar.

“Ya Ampun Zein… kenapa rambutmu begitu ringan dan lembut?” aku tertawa dalam hati. Aku rasa, mungkin ini pertama kalinya dia menyentuh rambut orang Asia. Rambut yang awalnya spike, kini terurai menutupi dahi.
“Zein… kamu terlihat sangat imut sekarang”

*******

Aku lihat dari wajah gadis berhidung mancung itu tergambar perasaan gugup. Dan berkali-kali meminta doaku. “Zein… tetaplah di sisiku, dan doakan aku.” Aku mengangguk dan dia kembali bertanya, “Zein… kamu berdo’a apa untukku? Aku ingin tahu…”

Ah… mesra sekali kami berdua. Aku tak lagi menjawab pertanyaan Kheloud. Aku malu dengan orang-orang lain di ruangan itu. Malu percakapan kami didengarkan orang lain. Seolah ruangan itu hanya milik kita berdua. Yang lainnya hanya diam mencoba mendengar perkataan-perkataan kami.
“Zein… kenapa kamu tidak menjawab?”
“Kheloud… nanti aku jawab di luar ruangan. Setelah semuanya selesai.”

*******

Sinar Matahari sudah menampakkan kilaunya. Kilau hangatnya kini berubah menjadi panas dan menyengat. Para Doktor sudah memeriksa hasil kerja keras para mahasiswa, tinggal menunggu hasil. Aku dan Kheloud berencana untuk keluar dan mencari makan. Dia menawarkan aku Pizza. Aku menurut saja, aku tahu dia tidak suka makan berdaging, dia lebih suka memakan buah-buahan dan sayur-sayuran, itu sebabnya dia berbeda dengan perempuan Mesir kebanyakan yang cenderung berisi. Dia mungil jika berada di antara orang-orang Mesir. Namun jika dia berada di antara perempuan Indo dia terlihat setara.

Dan itulah salah satu alasannya dia memakai sepatu hak tinggi hari ini. Dia berkata beberapa hari yang lalu salah satu Doktornya berkata, “Hey… aku tak bisa melihatmu.” Oleh sebab itu dia memakai sepatu hak tinggi, minimal agar aku bisa terlihat lebih tinggi dan Doktor bisa melihatku.

Terkadang aku heran, apa Kheloud terlihat mungil? Aku kira tidak. Mbak Ayu pun berkata demikian. Pernah suatu hari Mbak Ayu berkata kepadaku. “Zai… siapa nama perempuan Mesir yang kamu bawa dulu ke kantor ICMI? Dia tinggi, putih, cantik dan terlihat begitu berpendidikan.” Tinggi… ya semua orang Indonesia pasti akan bilang kalau Kheloud mempunyai perawakan yang tinggi.

*******

Ruangan Pizza begitu sunyi. Seperti benar-benar disiapkan untuk kami berdua. Hembusan udara yang begitu sejuk dari AC membuat kita betah duduk berlama-lama di sini. Kheloud… bertanya ingin pesan apa, aku berkata aku bisa makan apapun, pesankan makanan yang sama denganmu.

Saat melihat pemuda yang begitu pendiam menyajikan makanan, tiba-tiba perasaan sedih menyelimutiku. Pemuda itu seolah mengingatkan aku kepada diriku sendiri. Di umur semuda itu menikmati betapa kerasnya bekerja. Aku bisamerasakannya, begitu letihnya bekerja. Dan lagi-lagi hati emas perempuan berjilbab putih itu kembali Nampak. Dia menyelipkan uang lima pound pada pemuda itu sebelum pergi.

Suasana hening menyelimuti restoran itu, seolah waktu yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu yang masih terganjal di hati. Dengan suara lirihnya gadis Mesir itu berkata… “Zein… aku berusaha sekuat tenaga untuk melakukan yang terbaik untuk teman-temanku. Namun saat aku membutuhkan mereka, seolah mereka semua adalah  tipuan dan angan-angan. Saat itu aku benar-benar membutuhkanmu, aku telpon berkali-kali namun kamu tidak menjawabnya.

Saat itu, aku hanya bisa terdiam… aku akui itu. Ponselku rusak, dan hampir semua nomor hilang. Aku terpaksa menitipkan sim card-ku kepada ponsel teman yang dual sim. Banyak nomor yang menelponku. Aku tak bisa mengetahui nomor siapakah itu, karena semuanya tak bernama, nomor simpananku lenyap. Aku juga malas harus menelpon satu-satu. Dan saat mereka menelponku ponselnya tentu saja dibawa temanku. Aku merasa kurang nyaman jika itu bukan ponselku. Aku menjadi egois. Aku tiba-tiba ingin ketenangan, tak ingin ditelpon siapapun. Tak ingin menjawab panggilan telepon siapapun.

Aku hanya terdiam saat itu. Dia kembali bertanya kepadaku tentang sikapku yang mengupload foto-fotonya di fb kakak perempuanku. Memang kebanyakan orang Mesir tidak ingin foto-fotonya diupload di fb. Aku melanggar adat mereka. Dan yang aku heran… darimana Kheloud tahu kalau aku mengupload fotonya? Dan kemudian foto itu aku privasi segera.

Dan… lagi-lagi aku terdiam. Percuma menjelaskan alasan-alasannya. Aku tak ingin menambah rumit permasalahan. Yang harus aku lakukan saat itu hanyalah mengakui kesalahanku dan meminta maaf.

“Zein… karena kamu mengupload foto itu, aku jadi berpikiran lain tentang dirimu. Aku mungkin akan memaafkanmu, tapi aku tidak akan pernah lupa. Ingat kata pepatah ‘kamu bisa memaafkan kesalahan orang lain, namun kamu tidak akan pernah melupakannya.’”

“Dan untuk teleponku yang berkali-kali tidak kamu angkat, aku tidak akan memafkanmu. Saat itu aku benar-benar butuh kamu, namun kamu tidak ada untukku. Aku tidak akan memaafkanmu Zein. Aku akan memaafkanmu jika kamu melakukan sesuatu yang bisa membuatku memaafkanmu.

Saat itu, meski dalam suasana yang menegangkan, aku kembali bisa membuatnya mencair. Canda tawa kembali menghiasi diri kami berdua. Dan saat itu entah bagaimana, tangan kami tanpa sengaja berpegangan. Hal yang tak mestinya dilakukan oleh lelaki muslim. Aku tiba-tiba gugup, dan debaran jantungku tak terkontrol, aku tarik tanganku dengan segera. Allah… dosaku semakin bertumpuk-tumpuk.

*******

Saat adzan Ashar berkumandang, kami kembali ke Universitas Helwan. Bertemu dengan teman-teman Kheloud di jalan. Lagi-lagi mereka bertanya. “Kheloud… itu saudaramu? Kalian mirip.”

Aku terlihat para mahasiswa sedang membereskan proyeknya, rata-rata mereka dibantu keluarganya. Ada ibu, saudara laki-laki dan lainnya. Cuma Kheloud yang sendirian, tidak ada keluarganya yang datang.

Aku membantunya membeli plastik besar di luar universitas, kita naik-turun tangga lantai lima. Membawa kayu yang berat. Aku kasihan melihat wajah letih Kheloud yang selalu bilang, “Zein… aku tidak bisa… aku tidak bisa lagi menaiki tangga.” Aku sebagai seorang lelaki saja mengakui naik-turun tangga lantai lima berkali-kali sungguh meletihkan. Apalagi Kheloud adalah seorang gadis yang lemah ditambah sepatu hak tingginya yang mengganggu.

Aku berusaha sekuat tenaga membantunya hari ini. Karena mungkin aku tidak bisa lagi menemuinya untuk waktu yang lama. Aku akan banyak kegiatan setelah ini yang akan mencuri waktuku bertemu Kheloud. Aku rasa aku tak bisa lagi memenuhi permintaan Kheloud di restoran Pizza tadi siang. Dia berkata, “Zein… minggu depan aku ingin memakan menu ini (menunjuk makaroni seharga 13 Pound).” (kita sama-sama memutuskan untuk tidak saling membayar makanan satu sama lain. Kalau kita makan, kita bayar sendiri-sendiri)
“tapi… Kheloud…mungkin aku tidak bisa… karena…”
“kamu pasti bisa menemuiku minggu depan, Zein…” tatapan matanya membuatku tak bisa lagi mengelak. Saat itu aku terdiam. Yaa hanya terdiam. Tak ingin mengecewakan tatapan mata itu.

*******


aku berkali-kali lipat lebih keras dalam bekerja. Aku lihat di sisi lain, minimal ada dua-tiga orang Mesir berperawakan kekar membantu satu orang. Sementara aku, hanya sendirian membantu Kheloud. Aku tak tega lagi melihat ekspresi wajahnya yang keletihan.

*******

Sejak pukul empat sore, temanku, Sifrul menelpon. Menanyakan keberadaanku. Hari ini ada acara interview para pendaftar baru. aku berkata untuk menunggunya satu jam lagi, karena kita masih beres-beres.

Satu jam telah berlalu, dan kami baru saja menyelesaikan pekerjaan kami. Kheloud masih terlihat begitu lemah. Dengan sisa-sisa tenaganya, dia berkata lirih kepadaku…
“Zein… keluargaku tidak ada yang mengerti kerja kerasku. Aku berjuang keras untuk proyek akhirku di kuliah. Berangkat pagi dan pulang jam 11 malam untuk menyelesaikan tugas akhir. Seharian aku tidak makan, aku tidak bisa makan jika tugasku belum selesai. Kakak dan ayahku bahkan tidak ada yang menjemputku saat malam hari.”

“Selama dua puluh hari ini selalu seperti itu… pulang malam dan pulang untuk istirahat. Paginya harus berangkat lagi dan

“Saat presentasi tadi, ayah dan kakakku tidak hadir. Ibuku hanya mengunjungi sebentar kemudian pulang.”

Seketika itu, hatiku tersentuh. Kheloud pasti iri, melihat teman-teman lain. Merasa cemburu melihat kebahagiaan sahabat-sahabatnya. Ibu dan keluarga-keluarga temannya menunggu sampai akhir.

Aku sebenarnya tak ingin berkata-kata lebay, tapi aku kira saat ini Kheloud benar-benar membutuhkannya. Dalam desah lirihnya, aku membalas, “Kheloud… di hari penting ini kamu tidak sendirian lagi. Ada aku yang saat ini di sisimu.”

Hhhh… pelajaran buatku jika menjadi seorang ayah nantinya. Sesibuk apapun aku harus bisa meluangkan waktuku untuk menghadiri acara penting anak-anakku. Aku tak ingin membuat anakku bersedih seperti yang dialami Kheloud saat ini. Mau tidak mau aku harus menjadi pengusaha jika ingin impianku tercapai. Seorang pengusaha bisa meninggalkan tokonya kapanpun dia mau. Berbeda dengan karyawan yang terikat peraturan bos.

Masih dengan suara lirihnya… dia melanjutkan kata-kata, “Zein… dua puluh hari ini aku sangat kesepian.” Kemudian kedua tangannya menggenggam erat lenganku. Seolah berkata kalau dia ingin selalu berada di sisiku dan tidak mau membiarkan kau pergi.

Ingin aku melepasnya, karena posisi kita sudah seperti pasangan suami-istri bagi adat Mesir. Berjalan berdua dan si perempuan menggenggam erat lengan si lelaki. Ingin aku melepasnya karena tak ingin orang lain salah paham. Namun… kenapa aku tidak bisa? Kenapa aku tak bisa melepaskan genggaman kedua tangannya? Apa karena aku merasa kasihan karena melihat begitu letih dirinya? Atau… karena aku sudah benar-benar jatuh hati kepadanya?
Dan beberapa kali dia mengulang perkataannya, “Zein… aku merasa sangat kesepian…sangat kesepian…”

Kheloud pergi ke toilet, dan aku ke masjid untuk sholat Ashar. Kami bertemu kembali dan menunggu bis bersama. Hari ini Kheloud datang bulan. Mungkin itu lasannya terlihat begitu lemah. Aku tahu hal itu karena aku bertanya kenapa memakai benang yang diikat di pergelangan tangan? Dia berkata untuk menambah kekuatan bagi wanita yang Haid. Semua gadis melakukan hal itu. “Kamu tahu orang-orang Jepang dan Cina yang terkadang mengenakan gelang giok atau semacamnya? Mereka menggunakan itu untuk kesehatan, hanya saja aku memakai cara tradisional dari nenekku.”

Lama kami menunggu mobil, tiba-tiba Kheloud berlari mencari pohon, dan dia muntah. Allah… aku langsung memijit leher dan pundaknya. Tiga kali dia muntah aku sibakkan kerudung putihnya agar tidak terkena muntahannya. Tiba-tiba dia menangis sesenggukan, matanya basah. Aku langsung berlari mencari pembeli tissue. Aku mencari ibu penjual tissue yang duduk di bawah jembatan pagi tadi, namun aku tak lagi menemukan sosoknya. Aku kembali berlari ke kios terdekat dan beruntungnya ada tissue. Aku memberikannya tissue dan memberikannya susu strawberry.

Aku berusaha mengusap air matanya dan dia berkata. “Zein… aku sebenarnya tidak mau melakukan hal itu.  Aku sudah menahannya beberapa kali, aku tak ingin melakukannya di hadapanmu. Namun tadi aku sudah mencapai batasnya. Aku tak bisa lagi menahannya. Maafkan aku Zein… dan terima kasih… terima kasih banyak…kamu tidak lari… terima kasih kamu ada di sisiku saat itu.”
“Tidak apa-apa Kheloud… tidak apa-apa” saat itu… mata kami dalam bertatapan… kacamata Kheloud terlepas. Aku tak mengira kenapa bola mata Kheloud begitu indah? Kecoklatan.

*******

Kami mendapat bis, meski beberapa rute aku berdiri, namun karena rahmat Allah akhirnya aku bisa duduk di samping Kheloud. Dia begitu letih. Aku membayangkan gadis ini pagi tadi begitu ceria dan enerjik, namun sekarang lemah terkulai.

Aku melihat Kheloud yang begitu letih namun tak ada ruang untuk beristirahat. “Kheloud… tidurlah di pundakku.”
“Zein… tadi aku tertidur di pundak seorang wanita dan dia membangunkan aku dan menyuruhku tidur di bantalan kursi.” Dan seketika itu dia tertidur di pundakku. Begitu imutnya cara dia tertidur, kakinya merapat dan kedua telapak tangannya saling menggenggam, kepalanya dia sandarkan ke pundakku yang ada di sebelah kanannya.

Beberapa orang Mesir melihat kami. Aku tahu mereka tidak setuju dengan perbuatanku, sejujurnya akupun begitu, sebagai seorang lelaki muslim yang menjaga jarak kepada perempuan… tak selayaknya aku berbuat seperti ini. Namun aku tak bisa membiarkan gadis letih dan lemah ada di hadapanku. Allah… dosakah aku Ya Allah. Aku rasa Engkau akan menjawab “Iya.”

Zhie
0 Responses

Posting Komentar

abcs