Kesah Pemuda Berparas Rusia

"Bisakah Kamu menolongku, Orang Indonesia?"

Ucap sesosok pemuda berparas Rusia yang tengah duduk di taman. aku mendekatinya dengan tetap menyeruput susu kotak yang aku genggam.

“Selama saya bisa, Insya Allah.”

Setelah Ramadhan, saya akan terbang ke Malaysia. Melamar kekasihku di Malaysia. Setiap hari kami chatting. Bisakah Kamu datang ke kamarku sekali atau dua kali seminggu untuk membantuku chatting dengannya? Untuk mengecek bahasa Malaysiaku.”

Aku tak tahu aku mempunyai waktu atau tidak. Namun, membantu orang Russia ini untuk melengkapi separuh agamanya sungguh tawaran yang menarik.

Dia melanjutkan, “Biasanya dia online setiap Ashar waktu Kairo, apakah Anda mempunyai waktu? Setiap Ashar kalian memasak yaa?”

Yep, benar sekali. Kami mempunyai jadwal memasak setiap harinya. Dan terkadang tidak setiap hari aku tinggal di asrama. Aku terkadang punya acara di luar.

Aku berkata lirih, “Bagaimana kalau saat dia online, Kamu telepon aku dulu. Memastikan kesenjangan waktuku? “

“Kalau saat itu tidak ada kegiatan, saya akan ke kamarmu.”

Anar namanya. Dia berumur 35 tahun dan kuliah di Al-Azhar. Dia agak terlambat memasuki bangku kuliah. Dia memasuki Al-Azhar di umurnya yang ketiga-puluh.

Bukan pemandangan aneh di sini. Bapak-bapak bahkan kakek-kakek pun masih kuliah S1 di Al-Azhar. Saat itu aku terkaget. Ada seorang yang mungkin seumuran kakekku masih belajar di bangku S1. Kulitnya keriput, badannya ringkih dan giginya sudah ompong. SubhanAllah di usia sesenja itu, semangat belajarnya masih tinggi.

Dan di tahun awal, aku juga menemukan kakek Rusia yang tinggal seatap denganku. Rambutnya memutih dan kulitnya mengkeriput.

Sempat, aku berpikir aku yang paling tua di angkatanku. Dan ternyata Allah Maha Pelipur Lara. Selalu memberikan aku kesempatan kepadaku untuk bersyukur.


*******

Anar bertemu dengan kekasihnya, Naddiya di dunia maya, sebuah situs perjodohan antar muslim. Naddiya tidak bisa berbicara bahasa Arab. Beruntungnya Anar mampu sedikit berbicara bahasa Melayu.

Pemuda Rusia itu sempat cemas, jika tinggal di Malaysia pekerjaan apa yang bisa mencukupi kebutuhannya dan keluarga. Jika Naddiya di bawa ke Azarbeijan (tampangnya memang berparas Rusia namun negara asalnya di Azarbeijan), belum tentu juga dia mendapat pekerjaan yang layak. Karena menurut berita yang aku dapat, kebanyakan penduduk Azarbeijan adalah Syi’ah. Jika tahu kalau ada penduduknya yang kuliah di Al-Azhar, dia pasti dikucilkan.

Saat chatting dengan Naddiya, dia berusaha menguatkan Anar, “Apa Kamu tidak yakin bisa hidup di Malaysia? Insya Allah Kamu bisa!”

Ahaha hebat sekali perempuan ini. Menguatkan pasangannya. Aku turut berbahagia. Dan berdo’a mereka akan langgeng. Jiwa petualang seorang lelaki akan berkobar jika berhadapan dengan perbedaan yang dia temui dalam pernikahan.

Saat mulai bosan, mereka akan selalu menemukan kelebihan yang ada di dalam istrinya, dari sudut manapun. Sebagaimana perkataan Paulo Coelho, perbedaan membuat cinta tetap ada.

Tiba-tiba aku teringat senior Indonesiaku di Asrama. Secara mendadak tanpa ada berita sebelumnya dia menikahi gadis Perancis keturunan Turki. Acara pernikahan dilangsungkan di Mesir. Mereka bertemu di facebook, saling tertarik dan memutuskan untuk menikah.

Dan mereka sudah memili anak sekarang. Kami melihat foto-fotonya saat di Perancis. Ah, mengelilingi dunia bersama si pelengkap separuh agama sungguh menentramkan.
0 Responses

Posting Komentar

abcs