Qais

“Zain, kami ingin bertemu kamu sebelum Umrah.” dadaku sesak, aku hampir tak bisa mengendalikan nafasku saat membacanya. Aku ingin, ingin sekali melihat mereka. Namun, aku tidak siap. Karena keberangkatan Umrahku belum jelas. Kedutaan Saudi tak kunjung memberikan visa. Ya Allah kenapa malah lebih sulit melaksanakan ibadah Umrah dan Haji dari Mesir.

Sejak beberapa tahun yang lalu, tidak ada lagi mahasiswa Indonesia (yang di Mesir) melaksanakan ibadah haji. Entah alasan pastinya apa. Dikatakan, pemerintah Saudi melarang kita berangkat haji dari sini. Harus dari Indonesia langsung. Maka alternatif lain, banyak mahasiswa yang beralih melaksanakan ibadah Umrah. Dan itu pun masih menjadi kendala. Sejak tahun kemarin, banyak jama’ah Umrah yang  tak berangkat. Padahal mereka sudah membayar dan melengkapi berkas.

Dan kejadian ini terjadi padaku. Tahun ini. Kita rencana berangkat 5 hari atau 7 hari setelah Ramadhan. Namun, sampai sekarang Visa tak kunjung turun. Jika ini cobaan darimu Ya Allah, hamba berusaha untuk menerima. Karena pasti ada hikmah hebat di balik semua ini.

Melihat pesan Mariam, aku kelu untuk menjawabnya. Aku ceritakan permasalahanku. Dan aku mengatakan aku sedang mengurusi masalah Visa dan tidak bisa bertemu dengannya. Padahal itu bukan alasan sebenarnya. Aku tak tahu harus berbicara apa saat berada di depan mereka. Allah aku ingin bertemu mereka Ya Allah. Aku berbohong kepada diriku sendiri. Batinku tersiksa tidak bisa bertemu mereka.

Di hari menjelang Ramadhan, aku memutuskan Tarawih di masjid Al-Azhar, aku berjalan sendirian. Lunglai. Seperti boneka yang tak berjiwa. Yang ada dipikiranku hanyalah Mariam dan keluarga. Kenapa saat Ramadhan rasa cintaku pada mereka kian membesar? Perasaan ini begitu menyiksaku. Aku ingin bertemu mereka untuk mengobati kehampaanku, namun akulah yang memilih untuk menjaga jarak dari mereka. Kenapa denganku?

Dan aku tersadar cintaku kepada mereka begitu besar. Terkadang aku tak lagi merasakan cinta di dadaku. Namun, perasaan itu kembali muncul saat Ramadhan. Begitu terang dan menyilaukan. Membutakan pandanganku sesaat dan membuatku lunglai.

Aku benci menjadi lelaki sok keren yang seolah bisa mengatasi semua hal sendiri. Namun, pada akhirnya jauh di dalam hatiku, aku membutuhkan mereka. Allah dan Mariam. Allah yang memberikan jalan, Mariam yang selalu hadir menguatkanku, saat aku mulai tersungkur.

Aku begitu tenang berada di sampingnya. Seolah, jika ada banyak masalah di benakku yang menyebabkanku tak bisa tidur. Hanya berada di sampingnya aku bisa tidur dengan nyenyak. Perilakunya, tutur katanya, kejernihan hatinya dan apapun sisi yang dutunjukkan Mariam, dia selalu bisa menenangkanku.


Aku masih saja berjalan lemah. Dengan tatapan hampa. Berusaha menemukan Oase tuk mengisi rasa sepiku. Rasa rindu yang begitu besar menggelapkan pandanganku. Kini aku mengerti, kenapa Qais menjadi gila karena merindu Layla.
0 Responses

Posting Komentar

abcs