Pink


Sebulan sudah aku cuma mengisi blogku dengan satu tulisan. Ada banyak cerita yang hadir di kepalaku, namun aku tak sempat menumpahkannya melalui tulisan. Pandanganku teralih.

                Sebulan sudah aku saling berbalas pesan dengan Juvia. Bukan hanya pesan singkat, namun pesan panjang dua sampai tiga halaman Microsoft word. Begitu banyak hal yang kami ceritakan. Karena keakraban itu, dia mengganggapku seperti saudara. Dan aku memulai mempercayainya. Menceritakan berbagai hal yang tak kuceritakan kepada orang lain. Dan begitupun sebaliknya.

               Dibalik sosok indah itu, ternyata banyak menyimpan luka. Bola mata birunya menarik perhatian begitu banyak lelaki. Rata-rata bola mata orang Mesir berwarna hitam atau kecoklatan. Orang Mesir berbola mata biru sangat langka hari ini. 

Dia begitu tersiksa, karena orang-orang hanya melihat tampilan fisiknya, bukan apa yang ada di dalam hatinya. Banyak lelaki mendekatinya, sebagian mencoba meminangnya, bahkan mengirim rangkaian bunga ke rumahnya dengan surat lamaran.

Dengan sangat terpaksa, dia memakai cincin ibunya, tangan ibunya patah dan tak bisa lagi memakai incin itu. Dengan cincin itu, dia mengatakan kepada para lelaki yang memingnya kalau dia sudah bertunangan. Menurutnya itu memang sebuah kebohongan, namun dia tidak ingin menyakiti mereka secara terang-terangan dengan mengatakan dia tidak menyukai mereka. Meskipun mereka lelaki yang baik. Namun dia tak bisa menikahi seseorang yang hanya melihat fisiknya.

Terkadang menjadi berbeda begitu menyakitkan. Banyak orang di dunia ini membayar mahal untuk menjadi berbeda. Karena mereka berpikir berbeda itu unik, dan lebih menarik perhatian banyak orang. Namun, menjadi berbeda tak selamanya memberi kebahagiaan.

*******

Tahun depan, mungkin Juvia akan terbang ke Indonesia. Dia ingin bertemu teman baiknya sekaligus berlibur. Dia bertanya kepadaku harga tiket dan sebagainya. Dan bertanya tempat belajar bahasa Indonesia di Mesir.

Saat mengisi kolom pendaftaran, ada sebuah pertanyaan tertulis, “Dari manakah kamu tahu tentang tempat kursus ini?” dia menjawab, “Dari teman Indonesiaku, Zain.” Aku tertawa, begitu polosnya dia. Ini pertama kalinya namaku ditulis orang lain di kolom pendaftaran kursus.

                Dia berkata kepadaku, kalau bertemu denganku adalah suatu “anugerah”. Hhhh . . . tiba-tiba dadaku sesak mendengarnya. Perasaan bahagia mengalir di setiap aliran darahku. Aku senang jika kehadiranku bermanfaat bagi orang lain. Merasa gembira jika menjadi sandaran dan mampu memberikan cahaya wlaupun hanya secercah. Memberikanku sebuah alasan lagi untuk hidup di dunia yang terlalu fana ini.


0 Responses

Posting Komentar

abcs