Beberapa hari ini, tak juga ku temukan pengemis yang duduk
menengadahkan tangannya pada orang-orang yang lewat. Baru kali ini aku merasakan
begitu kehilangan para pengemis jalanan.
><><><
Seminggu yang lalu, masih kutangkap sosok dua-tiga nenek berpakaian
lusuh di depan asrama kami. Sepanjang hari duduk bersandar tembok asrama.
Mencoba mengalahkan dinginnya musim dingin. Terkadang….menjelang tengah malam,
aku melihat sosok itu terbaring bertutup selimut di luar tembok asrama.
Allah….aku tidak bisa memikirkan sekeras apa tubuh renta itu menahan dingin.
Tubuh muda yang aku miliki saja masih menggigil kedinginan, walau sudah
berselimut dan berada di dalam kamar asrama yang tertutup.
Ada sesuatu pada diriku yang terasa “hampa” jika satu hari
saja tidak berbagi. Sulitnya mencari tempat untuk berbagi di musim dingin ini.
beberapa hari lalu saat gulita malam menutupi langit, aku terkejut. Tak
kutemukan satupun sosok pengemis di luar asrama kami. Aku berjalan gontai
mengelilingi asrama, berharap menemukan satu pengemis, ”Allah…. Pertemukan
dengan satu orang pengemis saja Ya Allah…aku belum berbagi dengan mereka hari
ini.”
Hampir di setiap sudut asrama aku telusuri, tetapi hasilnya
nihil. Tak kutemukan satupun sosok yang aku cari. Aku mencoba memandang jauh di
persimpangan jalan tempat pengemis tak berkaki duduk, ternyata nihil. Kini dia
tidak ada di sana.
Allah…batinku lelah, di tambah tubuh yang dehidrasi
dan kelaparan menahan dingin. Memang seperti inilah suasana musim dingin. tubuh
bekerja berkali lipat dari musim-musim lainnya, mencoba menciptakan kehangatan.
Dan tentu membutuhkan energi yang banyak. Tidak heran jika di musim dingin ini
kita mudah lapar. Ditambah musim ujian tepat terjatuh pada musim dingin.
Allah…..berkali-kali lipat laparnya. Aku sempatkan sejenak singgah di toko Hamburger
di depan asrama. Bentuknya seperti mobil (atau memang sebenarnya mobil ?) dan
di bagian belakangnya di jual Hamburger, Kibdah[1],
Kufta[2],
dan Sugho[3].
Tahun lalu sempat dijual nasi goreng dan Pizza ala Mesir. Padahal rasanya
lumayan, tetapi kenapa tidak dijual lagi?
Aku memesan dua Hamburger sekaligus. Perutku sudah
mulai berdemo, mengeluarkan suara-suara berdecit.
Kali ini si penjual adalah sosok pemuda. Memang dari hari ke
hari, pelayannya sudah beberapa kali berganti. Terkadang sosok paman-paman,
terkadang kakek-kakaek, dan terkadang anak kecil ingusan yang tidak bisa
menghitung uang. Puiihhh…gila…kami sempat bertengkar dengan anak kecil itu
karena salah hitung.
Saat aku memesan dia bersalaman terlebih dahulu kepadaku,
“Wuiih….culun sekali orang ini! tidak pernah lho penjual sebelum-sebelumnya
bersalaman pada pembelinya. Baru kali ini terjadi!”
Teman-teman menamainya “Mobil Akhir Zaman.” Ada sejarahnya
kenapa kami menamai hal itu. Salah satu
ayah teman kami, pernah belajar di Mesir. Dia tinggal di gedung Sya’rawy[4].
Dan tanpa diduga….anaknya pun tinggal di gedung yang sama. Dan Ayahnya dari
Indonesia menanyakan perihal toko Hamburger yang ada di depan asrama.
Ternyata masaih ada…!!!! Dari peristiwa itulah kita menamainya “Mobil Akhir
Zaman”, karena sampai akhir zaman pun, mungkin mobil itu masih berjualan Humberger
di depan asrama kami.
Aku duduk memperhatikan pemuda itu mempersiapkan Hamburger.
Aku bisa merasakan kecapekan pemuda itu. Mungkin ini peningkatan bagi diriku. Sebelum
aku bekerja di Resto Cina, aku hanya memandang biasa pemuda-pemuda yang bekerja
membanting tulang. Kini…aku pun bisa merasakn rasa capeknya hanya dengan
melihatnya. Aku kini lebih bisa menghargai mereka.
><><><
Allah…beberapa hari ini, aku belum berbagi sama sekali, aku
belum mengisi ruang hampa yang ada di dalam diriku. Kemana aku harus berbagi Ya
Allah? Cukupkah hanya berbagi makanan dengan teman-teman? Cukupkah hanya dengan
membayar uang bis teman-teman saat berangkat kuliah? Apa itu cukup Ya Allah?
Aku ingin berbagi dengan mereka yang benar-benar membutuhkan Ya Allah…..
Agar ruang hampa di dalam diriku tak lagi menyesakkan jiwa..
Zhie
Posting Komentar