Kepulangan Si Berlian Kecil


Kamis, 6 Desember 2012

Aku mengantar kepulangan salah seorang yang amat berjasa dalam kehidupanku. Seseorang yang menghargai kekuranganku. Seseorang yang menjadikan kekuranganku sebagai daya dan kelebihan. Seseorang yang mampu memapahku saat mulai terhuyung.

Aku . . . tidak menyangka berpisah dengannya secepat ini. Hari-hariku kupenuhi dengan canda tawa dengannya. Melupakan kalau akan ada sebuah perpisahan di setiap pertemuan.  Sepertinya aku belum berbuat sesuatu yang berkesan untuknya.

Tahukah kalian sobat, di negara ini, aku ada masalah dengan almamaterku. Aku memang melepaskan diri dengan mereka. Karena jika aku ada di bawah naungan mereka, aku tak mungkin bisa berkembang sejauh ini. Tidak bisa menulis buku, tidak bisa berorganisasi dengan orang-orang luar negeri, dll. Aku merasa terkekang jika bersama mereka.

Sebenarnya mungkin mereka bisa memaklumi keputusanku, tetapi karena pengaruh satu orang, semua orang jadi ikut terpengaruhi. Aku dikucilkan. Begitu sakit hati ini. Namaku juga tercemar. Beginikah rasanya difitnah?

Namun, karena jasa Bang Jauhar, menjelaskan sana-sini siapa diriku sebenarnya. Beberapa dari mereka mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tetap saja masih banyak yang terpengaruh oleh lidah liar “seseorang”.

Memang yaa . . . hidup tak selamanya menyenangkan. Ada saja kerikil kecil yang membuat kita tersandung, jatuh terselungkup.

*******

Aku tak menyangka banyak yang mengantar kepergian Bang jo. Bis pun tak muat mengantar kepergian sosok mungil itu. Saat kenal dengannya pasti kita tertawa ataupun kesal mendengar kenarsisannya. Namun kenarsisannya tertutupi karena keilmuan dan kemampuannya.

Ternyata begitu sedih berpisah dengan sosok mungil itu. Seolah ada yang hilang jika tak ada ocehan kocaknya. Gambar kenangan di benakku seolah berputar kembali. Memperlihatkan slide yang aku alami bersamanya.

Saat aku tak bisa menulis, dia orang pertama yang mengajariku merangkai kata. Saat diriku menghadapi masalah dalam kuliah, ia yang membantuku memberi solusi .

Dan banyak perempuan yang tak kukenal menangis melepas kepergiannya di Bandara. Mungkin mereka murid-murid Bang Jo. Selepas menjadi Pimpinan Redaksi, dia mendirikan sebuah kajian, dan anggota yang mendaftar lumayan banyak.

Mereka menyesal karena tidak bisa menjadi yang terbaik. “Jikalau kami cepat menyadari kalau ada perpisahan seperti ini . . . kami pasti berusaha lebih baik lagi.” Terdengar seorang perempuan menangis sesenggukan dengan mengucapkan kata-kata itu. Bang Jo lantas mengusap kerudungnya dan memandang ke arah lain mencoba menahan tangis.

Baru kali ini aku melihat sosoknya sebagai orang yang bijak. Padahal di asrama kami selalu saling mengejek dan bertingkah laku seperti anak kecil.

0 Responses

Posting Komentar

abcs