Ketenangan yang Allah Tanamkan



Waktu . . .
lagi- lagi aku melalaikanmu . . .
kenapa aku menjadi orang yang tak pernah belajar . . .
Sudah kesekian kalinya aku kesulitan, dan berjanji di dalam diri tuk lebih bisa mengetatkan waktu . . .
Namun . . . kejadian yang sama terus terulang.

Tepat tanggal 29 ini aku harus mati-matian menghadapi suasana itu kembali, suasana yang membuat sebagian orang tercekam. Suasana yang membuat sebagian orang jatuh sakit. Suasana yang terkadang membuat orang egois dan emosi tanpa alasan. Suasana itu bernama ujian.

Kurang dari sebulan aku harus berhadapan dengannya lagi. Namun , diktat kuliah belum juga aku baca. Dan tugas kuliah yang belum juga aku selesaikan. Terlalu banyak aku membuang nikmat Allah yang bernama waktu.

Aku rasa, hari-hariku tidak terlalu disibukkan dengan hal yang berguna. Jika aku mau, bisa saja aku mencurahkan semua waktuku untuk belajar, mendalami diktat kuliah, dan mengerjakan tugas kuliah. Namun penyakit “malas” itu melekat dengan sangat kuat. Aku sungguh sulit melepasnya.

Namun yang mengherankan, kenapa aku bisa merasa sesantai ini? Ujian begitu dekat, diktat kuliah belum aku baca, tugas juga belum aku selesaikan, kenapa tidak ada rasa was-was atau stress??

Mungkin ini salah satu rahmat Allah yang Dia berikan untukku. Perasaan tenang.

Beberapa mahasiswa Indonesia dipulangkan karena stres berat. Ada yang sempat ingin loncat dari gedung lantai lima, beruntungnya ada orang yang melihat sebelum dia meloncat. Ada yang berjalan dari rumah temannya sampai asrama dengan telanjang. Ada yang berkhayal berbicara dan tertawa sendiri. Dampak ujian sungguh mengerikan jika tak diatasi dengan kepala dingin.

Dan hal itu tak hanya dialami oleh mahasiswa Indonesia saja, namun dialami mahasiswa negara lain juga. Saat itu sekitar dua tahun yang lalu, hening diri ini belajar di masjid. Dan tiba-tiba ada pemuda Afrika berkulit hitam berteriak di dalam masjid secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya dia tenang-tenang saja membaca diktat kuliah. Orang-orang membopongnya keluar masjid dan mencoba menenangkannya. Hampir setiap tahun aku melihat kejadian seperti itu.

Sempat aku merasa ketegangan yang besar menghadapi ujian yang pertama kalinya, menyebabkan aku jatuh sakit. Namun aku sangat bersyukur kepada Allah karena memberiku ketenangan, dan entah sejak kapan ketenangan itu menghinggapi dada dan pikiranku.


Melihat mereka yang tidak bisa mendapatkan ketenangan, aku merasa iba sekaligus bersyukur. Betapa Allah masih menyayangiku. Allah masih meletakkan “ketenangan” itu ke dalam hatiku.

Dan kini, aku berusaha menyelesaikan tugas kuliahku terlebih dahulu sebelum lari ke diktat kuliah. Aku tak ingin pikiranku pecah karena keduanya. Aku ingin memfokuskan kepada satu hal, baru kemudian mengerjakan hal yang lain.


0 Responses

Posting Komentar

abcs