Dua remaja bermata bening itu…



24- Oktober-2011

Suasana Cairo benar-benar macet hari ini. bayangkan saja, naik bis dengan jarak tempuh hampir sepuluh menit, kini menjadi lebih dari tiga puluh menit. Uhh……

Siang ini, aku bergegas menuju pasar rakyat, Attaba. Aku mengambil stempel yang telah aku pesan satu minggu yang lalu.

Aku menaiki bis yang berhenti di dekat asramaku. Alhamdulillah aku mendapat kursi kosong untuk aku duduki.

Bis melaju dengan lancar saat itu. Di terminal selanjutnya, aku lihat beberapa ibu tengah menaiki bis yang sama. Namun sayang, ibu itu terpaksa berdiri karena tidak mendapat kursi.

Dengan senang hati, aku persilahkan ibu itu menempati tempat dudukku. Aku memandangi terus wanita berwajah kelelahan itu, teringat guru SD-ku. Selama perjalanan, dia selalu memandang keluar candela. Entah apa yang dia pikirkan. Ada masalahkah di dalam keluarganya? Meski raut mukanya sayu dan kosong, aku bisa melihat ketegaran dari parasnya. Memandangnya seperti berada dalam dekapan seorang ibu. Seolah berkata, “tenang nak….ibu ada di sini.”

&&&&&&&

Bis mulai dipenuhi oleh para penumpang. penuh, sempit dan sesak. Dan diperkeruh dengan macetnya jalanan. Aku lihat beberapa sosok ibu tengah kelelahan berdiri. Aku melihat sekitar, para pemuda dan laki-laki dengan nyamannya duduk di kursi, menutup mata dan telinga, tidak peduli dengan sosok-sosok ibu di depannya. Hati mereka sudah mulai mengeras, kelelahan orang lain tak lagi mereka rasakan. Yang mereka pikirkan adalah kenyamanan dirinya sendiri. Ah…seandainya kursi-kursi itu milikku.

Aku turun di stasiun Damardash, lagi-lagi suasana yang tidak biasa terlihat di sana. Loket pembelian tiket metro[1] penuh. Aku ikut berdesakan tuk mendapat tiket berwarna kuning itu. Satu Pound aku berikan kepada penjaga loket.

Aku turuni tangga, terlihat para penumpang berdesakan memasuki metro. lebih baik aku menunggu kereta selanjutnya dari pada kesulitan bernafas di dalam kereta.

Di tengah penantianku, ada sepasang muda-mudi lewat dan berdiri di depanku. Mereka tertawa, tapi tak bersuara. Dengan gerakan tangan yang lincah. Mereka tersenyum satu sama lain.

Allah…baru aku sadari, kedua remaja itu bisu. Meski beberapa orang melihatnya sinis, mereka tidak malu. Mereka seolah berada di dalam dunianya sendiri. Merasa nyaman dengan kekurangan mereka, dan tetap meneruskan komunikasi.

Hatiku tenang melihat mereka berdua. Begitu banyak manusia yang sembunyi dan berhenti menatap matahari karena kecacatan yang mereka alami. Tetapi mereka, sungguh berbeda.

Aku mundur ke belakang. mencoba mengambil gambar mereka berdua. Aku tidak ingin mereka tersinggung karena perbuatanku. Aku mengambil gambar mereka tanpa mereka sadari. Aku ingin menunjukkan gambar ini kepada dunia.

Zhie


[1] Kereta Bawah Tanah
0 Responses

Posting Komentar

abcs