Goresan Luka di Dalam Hati



Selasa, 18-Oktober-2011

Malam ini, kita kembali mengadakan Sidang Redaksi, menentukan berita yang akan kita angkat. Kita janji untuk datang di kantor ICMI pukul 6 sore. Tentu ada sanksi bagi yang terlambat. Denda 5 pound, yang nantinya akan digunakan untuk makan bersama.

aku berangkat jam 5 tepat, jalanan begitu macet hari ini. aku takut terlambat. Takut tidak bisa menjadi Uswatun Hasanah, contoh yang baik. Apa jadinya jika pimpinan terlambat.

Kekhawatiran mulai melanda hatiku saat adzan maghrib berkumandang. Jam setengah enam. Dan aku masih belum juga sampai. Masih terjebak dalam kemacetan.

Di ujung jalan, aku lihat bangunan merah khas, Kentucky Fried Chicken…!!! Aku langsung teriak ke supir untuk berhenti. Ku langkahkan kakiku dengan cepat. Menuju kantor ICMI. Aku buka pintu bercat cream itu. Alhamdulillah aku yang pertama, disusul Wahid dan Ahwazy. Kita lantas melaksanakan  sholat maghrib, di masjid dekat kantor ICMI.

Ponselku berdering, melngeluarkan suara khas Pikachu, telpon dari Sifrul, aku angkat, “Jay, sudah banyak yang kumpul yaa….maaf Jay, tadi sore aku membuka e-mail, ibu masuk rumah sakit, sekarang aku masih telpon ke Indonesia. Saya tidak tahu bisa hadir atau tidak, tetapi saya usahakan datang Jay, tapi mungkin agak terlambat.”

*****

Adzan Isya’ mulai berkumandang, memecahkan malam yang mulai hening. Aku lihat Memei dan Ety tengah sibuk menempel buletin di Mading Wisma Nusantara. Dan saat itu juga, Sifrul datang.

Sidang redaksi dimulai, suasana mulai ramai, aku senang hari ini banyak canda tawa mengiringi. Suasana begitu mencair, keakraban mulai terjalin erat.

Di tengah tawa yang menyemarak, kemurungan nampak di wajah Sifrul. Tidak biasanya dia terdiam tanpa kata. Biasanya, dialah yang membuat kita tertawa karena banyolan cerdasnya.

Aku pancing dia berbicara, tetapi tetap kemurungan menggelayuti wajahnya, senyumpun terkesan dipaksakan. Mungkin berita dari Indonesia masih mengukir di Hati dan kepalanya.

Menjelang akhir sidang redaksi, Sifrul berpamitan. Karena keluarga dari Indonesia tengah menelponnya. Aku mempersilahkan. Serta tak lupa aku meminta do’a kepada para kru, mendo’akan kesembuhan ibunda Sifrul.

*****
Setengah dua belas aku sampai di Asrama, aku cemas jika ada pemeriksaan dari pihak kepolisian. Karena visa pelajarku sudah mati sejak 3 Oktober lalu. Tetapi….Allah masih memberikan rahmatNya, selama perjalanan suasana begitu hening, tak terlihat polisi yang mondar-mandir.

Aku buka pintu kamarku yang terletak di lantai empat, aku lihat Fathi tengah sibuk berbicara dan menelpon. Memberikan berita duka kepada kita. Ibunda Sifrul telah meninggal dunia.

Dadaku sesak, terhimpit kesedihan yang menumpuk. Pikiranku flashback ke sosok Sifrul saat sidang redaksi tadi. Kami mencoba menelpon Sifrul saat itu juga, tetapi selalu dimatikan. Saat ini, hatinya pasti tergores karena luka. Kami membiarkannya sementara. Saat ini, dia butuh waktu sendiri. Waktu untuk melepaskan kesedihan.

Frul….maafkan kami…..
Kami terlambat menyadarinya…
Kami seharusnya tahu alasan kemurunganmu saat sidang redaksi tadi.

Meski himpitan batin tengah melandamu…
Kamu tetap berusaha menepati janjimu…
Tuk hadir dalam sidang redaksi..

Terima kasih Frul….
Semoga ibundamu mendapat cahayaNya, karena kebaikan yang kamu lakukan pada detik-detik terakhirnya, menepati janji.


(Zhie)
0 Responses

Posting Komentar

abcs