Selasa, 6 November 2012
Gezeg ... gezeg ... gezeg...
kereta api seberang melewati kita. aku baru saja tiba di stasiun Hadayek. bisa dibilang ini stasiun kereta yang kurang bagus yang pernah aku lihat. bangunannya seperti gedung ambruk, atau lebih tepatnya bangunan yang baru saja tertubruk senggolan dahsyat om topan.
aku berpikiran positif saja kalau stasiun ini dalam masa pembangunan. meski tak satupun kulihat tukang bangunan yang bekerja di sana.
Gezeg ... gezeg ... gezeg ...
kereta kedua yang berlainan arah telah lewat. beberapa orang mulai gelisah. kulihat bapak-bapak dengan pakaian kemeja putih membungkukkan badannya ke samping, memandang jauh ke dalam rel kereta api.
tidak biasanya kereta terlambat. biasanya cuma jedah beberapa menit dari kereta seberang, kereta jurusan kita akan muncul.
Gezeg ... gezeg ... gezeg ...
kereta ketiga dari seberang mulai muncul, namun kereta kita tak juga menampakkan batang hidungnya. aku mulai gelisah seperti bapak tadi. akupun melihat jauh ke dalam terowongan. namun nihil. aku tak melihat tanda-tanda kereta akan muncul.
malam ini aku pergi ke kedutaan Jepang. karena ada penampilan musik dari pemusik Syiria dan pemusik Jepang. karena itulah aku sekarang berada di sini. di statiun Hadayek.
terkadang aku menyempatkan waktu untuk pergi ke sana. pihak kedutaan Jepang menyelenggarakan acara untuk umum. dan gratis. ini yang aku suka. haha
biasanya kita menonton bersama, dan tak lupa ada makanan ringan yang disediakan panitia usai acara.
*******
aku tak melihat sosok Mariam. mungkin Mariam kecapean karena praktek di Rumah Sakit hari ini. atau memang dia tidak suka acara musik seperti ini. dia memang tidak suka musik apapun. kecuali musik bayati. musik ketimur tengahan.
dan aku sempat terkaget melihat sosok yang kukenal di antara kerumunan gadis Mesir yang mengobrol. sosoknya mirip Kheloud, namun terlihat lebih putih dan lebih muda. dan... bola matanya berwarna biru?!! ah... sudah pasti itu bukan dia.
Gezeg . . .
Gezeg . . .
kereta keempat dan kelima dari seberang sudah datang, namun belum juga kereta kami muncul di hadapan kami. aku sempat berpikir pasti ada kecelakaan kereta, dan koran besok pagi akan memberitakan tentang kecelakaan ini.
stasiun dari sisi kami mulai penuh dengan orang. sesak. berbeda dengan stasiun seberang yang sunyi, karena hampir setiap lima menit kereta baru mengangkut mereka.
Gezeg . . . gezeg . . .
kereta keenam dari seberang lewat. suasana semakin sesak. aku pun mulai terhimpit. umpatan demi umpatan kini kudengar dari mulut ibu-bapak Mesir. suasana pengap membuat orang gampang emosi.
saat keadaan mulai genting, benda persegi panjang itu akhirnya muncul dari terowongan. membawa penumpang yang penuh sesak. orang-orang di belakangku sudah siap beradu badan saat kereta berhenti dan membukakan pintunya.
Jglek . . .
pintu terbuka secara otomatis. keadaan di dalam kereta penuh sesak. dan tidak mungkin semua penumpang diangkut. aku langsung berjalan cepat menuju pintu itu. bapak-bapak berbadan besar dan gemuk menghimpitku. aku tak mau kalah, aku terobos celah kosong dan berusaha melangkahkan kakiku. beberapa orang mendorongku dari belakang. aku sempat lunglai dan kehilangan keseimbangan, namun aku tahan dengan kakiku dan maju kembali. dan akhirnya aku bisa masuk. pintu kemudian tertutup.
suasana di dalam kereta tak jauh berbeda dengan di luar. penuh sesak dan panas. lebih parah malah. menggerakkan lenganpun tidak bisa karena aku terhimpit badan besar orang Mesir. kipas angin yang ada di dalam kereta tak mampu mengobati pengapnya udara di sini.
aku mendengar sayup sayup nenek penjual tisu. dia kesulitan berjalan menawarkan tisu. memang seperti inilah Mesir. aku kira Mesir amat jauh berbeda dengan Indonesia, ternyata tidak. aku yang dulu beranggapan tidak ada penjual keliling di dalam bis dan kereta. ternyata harus terkaget-kaget melihat penjual tisu, permen, alat dapur dan alat elektronik di dalam bis dan kereta.
dan aku tidak menyangka juga ada penjual ubi rebus dan jagung bakar di Mesir. sebenarnya orang Indonesia yang meniru Mesir, atau orang Mesir yang meniru Indonesia?
aku berpikiran buruk kalau saking kreatifnya mahasiswa Indonesia berjualan di bis dan kereta sampai ditiru oleh orang Mesir itu sendiri.
*******
nenek itu masih tersekat dan sulit bergerak. sementara tak satupun penumpang yang mau membeli tisu nenek itu. mereka berwajah dingin dan pura-pura tak mengetahui keberadaan nenek itu. suasana pengap dan terhimpit mengeraskan hati mereka.
dengan sisa tenaga yang ada aku gerakkan tanganku dan mengambil receh yang ada di tasku. dua pound berhasil aku raih. aku letakkan uang receh itu di tangan keriput nenek itu. lantas nenek itu memberiku sebungkus tisu. aku menolak namun nenek itu memaksa. kesekian kalinya aku menolak namun nenek itu terlihat mulai menitikkan air mata. aku tak enak kati dan menerima tisu itu.
mungkin nenek itu merasa malu dan tidak mau mengemis. oleh karena itulah dia menjual tisu. dan tidak mau menerima uang pemberianku secara cuma-cuma. mengemis akan menghilangkan harga dirinya.
nenek itu melangkah untuk menjual tisunya lagi. dan menembus kerumunan orang. namun langkah nenek terhenti seketika saat melihat uang pemberianku melebihi harga tisu. dia langsung mengambil tisu satu lagi dan menyodorkannya ke diriku.
aku berkata, "satu saja sudah cukup, nek. terima kasih."
nenek itu lantas melanjutkan perjalanannya.
betapa bangganya anak dan cucu nenek itu. mempunyai nenek seteguh dan sekuat dia. nenek yang tidak mau mengemis meski umur sudah menggerogoti tubuhnya. nenek yang mau berjualan meski semua kulitnya sudah menua dan keriput. nenek yang tetap mempertahankan harga dirinya meski tangan dan kakinya sudah gemetaran menahan tubuh ringkihnya.
Zhie
Posting Komentar