Saat
itu, aku meminta temanku memotong rambutku. Kukenakan kaos putih. Agar potongan
rambut yang berceceran mudah terlihat. agar bisa dibersihkan dengan mudah.
Aku
memasuki kamarku usai merapikan rambut hitam kecoklatanku itu. Aku membuka
lemari berwarna krem yang terletak di tengah. Dan mengambil shampo dan bergegas
mandi.
Belum
selesai diriku melangkah keluar kamar, teman sekamarku teriak, “Zai..!! cepat
keluar kamar. Kalau terlalu lama di kamar potongan rambut di kaos putihmu akan
berjatuhan di kamar.” Aku tersenyum simpul.
Jika
aku memakai kaos hitam. Mungkin temanku tidak akan berkata demikian. Karena
potongan rambut yang menempel di kaos hitam tak akan terlihat.
Dan
seperti itulah Allah menyembunyikan aib kita dihadapan orang-orang. Aib dan
dosa kita ibarat potongan rambut yang bertebaran di kaos. Seandainya Allah
tidak memakaikan kaos hitam kepada kita. Akan Nampak semua aib dan dosa kita.
Dan tentu orang-orang akan menjauhi kita. Tidak akan ada yang mau bergaul dan
bercengkerama lagi dengan kita.
Seperti
temanku sekamarku tadi. Dia selalu bercengkerama bersama. Saling berbagi
kesedihan dan senyuman. Namun karena melihat potongan rambut yang bertebaran di
kaos putihku dia tidak mau mendekat.
Dan aku
trenyuh, bagaimana jika suatu hari Allah menyingkap aib-aibku di hadapan
orang-orang. Akankah mereka mau bergaul lagi denganku? Akankah mereka mau
mendekat kepada diri yang kotor ini?
Begitu
baiknya Allah menutup aib-aibku. Meski diri ini telah banyak berlumuran noda
dosa. Namun Dia masih mau memberikan aku udara untuk bernafas. Masih mau
memberikan aku nyawa untuk hidup. Masih mau memberikan aku kesempatan tuk
memiliki banyak teman dan keluarga.
Allah .
. . terima kasih, karena bersedia menyelimuti diri yang kotor ini.
Posting Komentar