Kamis, 14 Februari 2013
Siang
hari ini aku menemani mbak Ayu mengambil dua buah selimut, beasiswa dari Bait
al- Zakat. Selimutnya begitu tebal dan halus. Dan mbak Ayu menghadiahkan
satu selimut untukku. Selimut berwarna biru.
Aku
mengangkat selimut-selimut itu ke Muqottom, asrama mbak Ayu. Begitu sunyi dan
dekat dengan pegunungan. Dan yang mengejutkan, di tempat pegunungan dan sepi
itu, nampak penjual bunga. Bunganya begitu segar dan beraneka warna. Warna
bunga itu mengalihkan perhatianku. Dan diriku kembali teringat, hari ini adalah
hari Valentine!.
Jika di
daerah pegunungan ada yang memperingati Valentine, bagaimana dengan
daerah perkotaan megah seperti Zamalek?
Malamnya,
aku bergegas ke Zamalek untuk melihat situasi. Buka maksudku untuk merayakan Valentine.
Namun sekedar ingin tahu, apa yang dilakukan rakyat Mesir malam ini.
Aku
menelusuri jalanan Zamalek. Dan kutemukan anak kecil mungil memegang keranjang
kecil bunga dan menjualnya pada orang yang lewat. Namun hanya satu anak kecil
itu yang lewat. Tidak terlalu megah. Mungkin akibat pengaruh presiden Mursy
yang begitu islami. Presiden kita hafal seluruh al-Qur’an lho. Bayangkan!
Diriku belum bisa menghafal semua kitab suci itu.
Tidak seperti
tahun-tahun sebelumnya. Suasana Valentine begitu kental dan cukup ramai. Karena
presiden sebelum Mursy memang kebarat-baratan.
*******
Aku masih
menelusuri jalanan Zamalek. Meski terlihat sunyi, namun ada segelintir orang
yang merayakannya. Terlihat oleh mata coklatku seorang gadis kecil memegang
tulisan kardus bertuliskan, “Dirimu
bisa berbicara kepadaku tentang apapun, dan saya akan mendengarkanmu.”
Terlihat
olehku sosok pemuda Mesir yang menceritakan keluh kesahnya pada gadis
berkacamata itu. Terlihat juga pemuda-pemudi Rusia yang ingin berbicara
dengannya. Memberi kesan seolah gadis itu mau menjadi pendengar yang baik.
Pendengar bagi siapa saja yang membutuhkan.
Unik ya
. . . menjadi pendengar yang baik itu sulit. Apalagi untuk seseorang yang sama
sekali belum kita kenal. Beruntungnya aku memiliki pendengar yang baik. Yang
mau mendengarkan setiap keluh kesahku. Walaupun terkadang aku merasa diriku
asing bagi diriNya. Karena banyak melakukan dosa. Karena banyak melanggar
perintahNya. Namun . . . dalam keadaan apapun Allah masih mau menerimaku. Dalam
keadaan sekotor dan sehina apapun Allah masih mau menyayangiku. Nikmat mana
lagi yang hendak aku dustakan?
Posting Komentar