Lirih


Sabtu, 28 April 2012

Beberapa menit menjelang pukul sepuluh pagi, ponselku kembali bergetar. Saat itu aku masih berada di kamar temanku, Wahid. Kulihat siapa yang menelpon, tertera nama yang tak asing bagiku, teman dekatku, Kheloud.

Ingin aku mengangkatnya langsung, namun aku tak enak hati, karena ada Wahid di sampingku. Namun karena tak ingin mengecewakan Kheloud, aku angkat telepon itu.

“Zein….!!! Izayak…!!”
(Zein..!! apa kabar)
Aku mengatakan diriku baik-baik saja lantas bertanya balik keadaannya.

Aku dengar di ponsel itu terdengar suara yang begitu ramai, sepertinya gadis berhidung mancung itu berada di tengah keramaian.

“Zein, sekarang saya di universitas, menghadapi ujian. Ujian menggambar desain. Kita harus berdiri selama tiga jam untuk menggambar lantas menyempurnakan sampai malam mulai larut.”

Ah, begitu beratnya ujian praktekmu Kheloud, harus menggambar desain selama tiga hari berturut-turut dari pagi sampai malam, dan harus dikerjakan di universitas.

Entah desain apa yang dia kerjakan. Mungkinkah desain sekolah yang tempo hari dia ceritakan? Dia pernah bercerita ingin membuat desain sekolah yang nyaman layaknya hotel, agar orangtua yang mengantarkan anaknya sekolah bisa bersantai dan tidak jenuh.

Di sekolah itu ada tempat bersantai, ada Café dan restaurant, bisa melihat aneka pemandangan indah, dan merasakan sejuknya udara.

Untuk lokasi, dia memilih tempat bernama Taba. Tempat perbatasan antara Mesir dan Israel. Dia mengatakan tempat itu sebenarnya sudah milik Mesir, namun tidak ada yang memanfaatkannya. Sangat disayangkan jika tidak ada yang memanfaatkannya. Apalagi pemandangan gurunnya sangat indah dan ada hewan-hewan langka yang masih hidup di sana. Memanjakan mata mereka yang memandang.

“Sebentar lagi aku masuk dan mengerjakan ujian. Aku ingin mendengar suaramu Zein.”

Diriku melambung, beberapa kali Kheloud menelponku hanya karena ingin mendengar suaraku. Begitu berpengaruhkah suaraku baginya? Jika itu bisa membuatnya tenang, tentu dengan senang hati kan ku perdengarkan suaraku untuknya.

Untaian kata terucap dari bibirku, aku ingin memberi kekuatan padanya, ingin memberi ketenangan padanya, bahwa diri ini berusaha untuk selalu mendoakannya.

“Iya Zein…aku sangat membutuhkan do’amu.”
“kamu sekarang sedang apa Zein, belajar ya?”
“He’em”

Ingin aku banyak berkata, namun aku tak ingin mengganggu kosentrasinya, aku ucapkan kata penutup, berharap aku bisa memberi kekuatan kepadanya, berharap dia tidak menyesal menelponku, dan mendapatkan ketenangan usai mendengar suaraku.

***

Kini aku tengah menerawang di dalam kamar, mengingat paras wajah Kheloud yang tengah berusaha keras melewati kesulitan yang tengah dia hadapi.

Aku beranjak dari tempatku, berdiri dan mengambil sajadah untuk melakukan Sholat Duha. Sebenarnya aku sudah melaksanakan sholat Duha beberapa jam yang lalu. Namun, usai mendengar suara Kheloud, hatiku tidak tenang dan ingin mendoakannya lebih di dalam heningku bersama Allah.

Zhie
0 Responses

Posting Komentar

abcs