Kamis, 22 Desember 2011
Pagi ini begitu berkabut. Saat kubuka candela kamar, lautan
kabut tergambar indah di kedua kelopak mataku. Begitu indahnya pagi ini. aku
buka pintu kamar mungil itu, dan kulangkahkan kaki ini keluar, menuju tempat
pensucian diri, tempat wudlu.
Beruntungnya aku bisa bangun subuh pagi ini. matahari belum
memperlihatkan sinar syahdunya. Aku masih mempunyai waktu untuk bertatap muka
dengan Tuhanku, malalui sujud panjang yang saat ini kujalani.
Hari ini aku tidak merasakan syahdunya malam. Lelah
menghampiri tubuh dan kedua kelopak mataku sedari sore. Tapi keadaan tak
mengizinkan mereka untuk beristirahat. panggilan hatiku memaksa tubuhku bekerja
keras dari sore hingga lewat tengah malam.mengangkat barang seorang teman yang
berhijrah[1].
Usai sempurna sujud panjangku. Kuraih ponsel mungil yang
saat ini bertengger di sampingku. Hari ini, hari yang bersejarah bagi Kheloud.
Dia akan mempresentasikan desain “Rumah Sehat”nya.
Kulayangkan jari jemariku mengikuti nada kata yang tergambar
di benakku. Seuntai do’a terlukis di pesan itu. Sejenak aku menanti, gemericik
nada terdengar dari ponsel mungilku. Menandai pesan terkirim.
>M<>M<>M<
Rasa kantuk terus memburu urat syarafku, rasa letihku belum
terobati hanya dengan lelap beberapa jam. Dari jam Sembilan pagi sampai esoknya
aku harus belajar bersama temanku di daerah Husein. Aku tak enak hati jika dia
mengetahui rasa kantukku yang kian membuncah.
Ibarat bangkai yang tersembunyi di dalam kolong jembatan,
baunya pasti tercium meski jasad sudah rapi tersembunyi. Begitupun yang terjadi
pada rasa kantukku. Meski aku sudah berusaha keras mencoba menyembunyikannya,
tetapi rasa letih dan lelahku tercium juga oleh temanku. Ashar berkumandang,
temanku menasehatiku untuk beristirahat sejenak sampai Maghrib menampakkan
kilau merahnya.
Kurebahkan tubuh ini, berusaha memanjakan syarafku sejenak.
Dengan terbalut selimut, aku lantunkan do’a di dalam hati, menandai hembusan
lelahku yang kian menipis.
“Zein, sudah maghrib.”
Lantunan lirih itu membuat mataku terjaga. Allah…tak
hentinya aku berucap syukur. Tubuhku kini terasa lebih ringan dari sebelumnya.
Aku rapikan selimut, dan berdiri menatap hampa isi kamar. Dengan langkah yang
sedikit gontai, aku menuju tempat pensucian diri.
Aku lebarkan sajadah kecoklatan itu, aku mulai menghadapNYA
dengan kesyahduan.
Aku kembali melipat sajadah kecoklatan itu, dan ponselku
sedikit bergetar. Ada 5 sms panjang yang terangkai dalam satu kalimat. Dikirim
pada jam lima sore.
“ Salam Zein…
aku baru saja menyelesaikan presentasiku. Aku melakukannya
dengan baik…Alhamdulillah J
terimakasih atas pesan yang telah kamu kirimkan kepadaku.
Aku sungguh sangat senang menerimanya.
Maaf aku tidak bisa membalas pesanmu segera, ponselku rusak
lagi L.
Sekarang aku menulis pesan ini lewat ponsel temanku.
Aku juga berharap untuk kesuksesanmu.
Yakinlah bahwa aku selalu mendoakanmu.
Sampai jumpa (segera)…..
Teman tercintaku….
Teman tercinta ? Allah…..sms bagian akhir itu membuatku
ragu. Membuat sekian persen pikiranku kurang fokus pada pelajaran yang saat ini
aku diskusikan bersama temanku. Tetapi untungnya aku segera bisa
mengendalikannya.
Jauh di dalam hati aku bersyukur, bertambah satu orang lagi
yang mau berdo’a untukku.
Zhie