Teriakan Sunyi di Dalam Hati

Senin, 7-Feburuari-2011

Hari itu, sabtu , 5-Februari-2011, Ponselku berdering pada jam setengah sebelas malam, Ringtone khas yang sengaja aku settingpun berbunyi, Konnichiwa….!!!, Romal yang saat itu mulai memasuki kamarku yang berniat untuk mengopi film Kamen Rider Double seketika tertawa mendengar Ringtone yang berbunyi di Ponselku, aku coba raih Ponselku yang tergeletak di meja.

Aku lihat ke arah layar, nomor mbak Rini, PinUs Informatika [1]yang tertera disana. Aku angkat telepon itu, dengan suara lemah dia mengatakan bahwa dia besok akan pulang ke Indonesia, dia sudah mendapat giliran kloter, dengan nada lemah dan sedih dia bertanya tentang hutang pulsa, aku bilang santai saja mbak, hutangnya besok di bayar saat sudah kembali ke Mesir saja. Mbak Rini memberi inisiatif saat aku tiba di Indonesia, aku di sarankan untuk memberi nomorku kepadanya agar uangnya bisa di transfer, aku mengiyakan saja, aku tidak ingin menyulitkan pelangganku.

Dengan nada yang agak mulai mencerah yang mungkin di karenakan bebannya berkurang, dia mengucap salam sebagai penutup pembicaraan kami, aku pun membalasnya dan menutup ponsel itu.

Mendengar kata pulang, aku teringat kejadian kemarin Maghrib, usai melaksanakan Sholat Maghrib, aku melakukan sholat sunnah dua rakaat, aku tundukkan kepalaku, berdo’a kepada Allah, berharap kesehatan dan kelapangan Rizki untuk keluarga dan teman-temanku, dan tak lupa aku berdo’a untuk kenajahan[2] kami dalam menempuh ujian Al-Azhar dengan penuh khidmat dan dari hati yang terdalam.

Usai berdo’a, aku balikkan badanku ke belakang, berjalan menuju rak, mengambil salah satu kitab suci Allah, dan lantas mencari tempat untuk bercinta, menenggelamkan diri dengan ayat-ayat yang tersusun rapi dan indah itu, tapi malang nasibku, saat itu tempat bersandar penuh dengan orang-orang yang berniat sama denganku, menyelami ayat-ayat Allah.

Mataku menelusuri seluruh sudut masjid, semuanya penuh, kecuali satu tempat di samping sosok yang ku kenal, ismail. Aku lupa darimana dia berasal, tapi aku senang mengobrol dengan dia apalagi jika menggunakan bahasa inggris.

Aku izin untuk duduk di sampingnya, wajahnya murung, aku Tanya kapan dia akan pulang ke negerinya?, dengan suara serak dia menjawab, aku disini ingin sekali belajar, aku sudah bulatkan tekad datang kesini untuk menuntut ilmu, tapi….dengan suara yang tertahan menahan haru, dia melanjutkan “ Hasbunallah wa ni’mal wakiil “, aku mencintai Al-Azhar, aku tidak ingin pulang, tapi…..aku tidak bisa mengelak, pemerintahku menyuruh kami untuk pulang, Allah……aku yakin Allah pasti memberikan yang terbaik kepada kita.

Aku diam tak berkata, teman-teman Indonesia-ku sangat senang dan berkeinginan pulang, tapi disini, masih ada orang yang sedih meninggalkan Al-Azhar dan Mesir. iya…aku pun sedih jika nantinya tidak bisa menginjakkan kaki disini lagi.

Ismail, aku sama sekali tidak menyangka, dia beberapa kali pernah menjadi imam di masjid Bu’uts, mengimami para penghuni Bu’uts yang berasal dari berbagai Negara, menakjubkan temanku ini.

Aku termenung dan terus diam, Ismail kemudian mempersilakan aku untuk melanjutkan membaca Al-Qur’an, aku masih mendengar suara haru yang muncul dari diri Ismail, dia kemudian berdiri melakukan sholat sunnah, tenggelam dengan alunan murottal yang dia baca, menagis kepada Allah, berusaha mencari ketentraman hati, aku pun juga begitu, tenggelam dengan bait-bait ayat yang aku baca…….

Zhie



[1] Pimpinan Usaha salah satu buletin bergengsi di kalangan Masisir

[2] kesuksesan

0 Responses

Posting Komentar

abcs