Kamis/Jum’at, 18/19-November-2010
Hey sobat, sebelumnya aku akan cerita tentang profil temanku yang bernama Salsabila, dia adalah perempuan yang duduk di satu organisasi denganku, Informatika[1]. Aku dengar dia di sukai beberapa orang di luar, bahkan tiga[2] orang kru informatika juga menyukai dia, kata mereka sih, Salsabila itu cantik, putih, tinggi, hidungnya mancung, tapi menurutku biasa-biasa saja, mungkin selera kita berbeda bro, iya bisa ku maklumi.
Kamis
Kamis pagi aku piket di Hotel Graha, saat berjalan di tangga menuju kamar tamu, aku menanyakan kepada Zulfikar, Direktur Graha, tentang perihal tamu kita, dia bilang tamu kita berasal dari Indonesia, seorang ibu yang menjenguk anaknya di mesir sepulangnya dari menunaikan ibadah haji.
Mendengar pernyataan Zulfikar aku berpikir sejenak di dalam hati, mungkin yang menginap di hotel ibunya Salsabila, karena sejak kemarin berita kedatangannya sudah bersua di telingaku.
Saat ku mulai memasuki hotel, ku lihat suasana lebih kotor dari biasanya, dan sesuatu yang janggal akhirnya kutemukan, Buletin Infirmatika tergelatak di sofa ruang tamu, aku yakin sekali kalau yang menginap Bila[3] dan Ibunya.
Ku bersihkan sampah-sampah makanan yang berserakan di lantai, ku cuci piring-piring kotor yang menumpuk di dapur, dan ku hisap debu-debu menggunakan Vacum Cleaner[4].
Suara bising mulai menggema di ruang hotel itu saat Vacum Cleaner mulai ku nyalakan, terkadang hatiku panas secara tiba-tiba, suara bising yang memekakkan telinga, gagang Vacum Cleaner yang sering copot, kabel yang melilit kakiku, Hhhh….mengurangi rasa ikhlasku dalam membersihkan.
Usai ku bersihkan segalanya, sosok ke-ibu-an muncul di hadapanku, dia memintaku untuk mem-Vacum kamarnya, saat aku mulai memasuki kamarnya, aku sempatkan bertanya kepada sosok ibu itu, “ ibu , ibunya Salsabila ya? “, seketika wajahnya cerah dan menyunggingkan senyum, “ adik, temannya Salsabila ya? “? Aku membalas dengan senyum dan aggukan kepala.
Aku lupa nama ibu itu, karena cara mengejanya sulit bagiku, aku dengar dia seorang Single Parent, ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang silam. Wanita yang hebat aku pikir, membesarkan beberapa anak sendirian. Beliau mempunyai kepribadian bagus, selalu mengucapkan “ Subhanallah “.
Aku keluar dari kamar, ku temukan sosok Salsabila yang duduk membaca bulletin Informatika di sofa, aku tegur dia, “ hey Bil, kamarnya dah ku bersihkan “, dia menutup Bulletin itu dan memandang kearahku “ sudah ya? “, aku berjalan menuju dapur sambil menjawab pertanyaanya dengan bahasa jawa, “wes”, entah dia mengerti atau tidak.
Selepas dzuhur, Salsabila dan ibunya berjalan-jalan dengan mobil jemputan. Aku pulang ke Gami’ dan mulai mengeluarkan ponselku, jari-jemariku menari-nari di keyboard, menyusun kata demi kata, Membentuk suatu kalimat yang segera aku kirim ke Salsabila.
Aku mengatakan kepadanya, aku piket hari ini dan esok, jika ada suatu hal yang di perlukan, tinggal mengobrol saja ke aku, karena ku pikir dia akan lebih leluasa dan terbuka jika meminta bantuanku, karena aku temannya, satu kru dengannya.
Aku ingin tamu-tamuku merasa nyaman tinggal disana, aku tidak ingin hanya karena perasaan segan dan malu, mereka merasa tidak nyaman.
Malamnya, aku ada di sekertariat Gamajatim[5] yang berlokasi di Bawwabah Tsaniah, mengecewakan sekali aku pikir, rencana untuk LPJ gagal, percuma aku menerobos dinginnya malam untuk sampai di
Saat aku mulai Online, datang Jauhar dan Umar yang berencana untuk meminjam fasilitas Internet Gamajatim untuk mencari informasi, mereka berdua berencana untuk mewawancarai ibu Salsabila.
Ponselku berdering, Salsabila menelponku, “ Zai, pintunya terkunci “, aku langsung keluar dari sekertariat, berlari menuju Gami’ untuk mengambil kunci, aku tidak bisa membayangkan wajah lelah mereka usai perjalanan, keinginan untuk istirahat pun tertunda karena pintu terkunci. Aku semakin mempercepat langkahku.
Di tengah perjalanan dua kali aku menelpon balik, manyarankan dia untuk mengetuk pintu kamar, karena di hari itu juga ada sepasang keluarga
Setibanya di Gami’, aku periksa ponselku, ada miscall lagi dari Bila, aku langsung menelponnya balik, “ Zai, Dimana?”, “ iya, sebentar, lagi nyari kunci ”, jawabku.
Aku berangkat dengan Zulfikar yang saat itu tengah membaca Muqorror[6]-nya, saat mulai memasuki gerbang pintu kaca, kami temukan Jauhar dan Umar yang tengah duduk di lantai, mereka bersiap mewawancarai ibunya Bila, menurut kabar, ibunya bekerja di Asuransi Syari’ah Prudential. Awalnya mereka kira beliau sebagai Direktur, setelah wawancara baru di ketahui kalau beliau adalah Agen.
Saat kami menuju lantai dua, ternyata pintunya sudah bisa terbuka, ibu bilang kepada kami kalau awalnya mereka ketuk dan tidak ada jawaban. Dan baru di bukakan saat itu oleh tamu dari
Aku duduk bersama Zulfikar sejenak sebelum berpamitan, ibu memandangku, “ Masya Allah..!! Zainuddin sampai datang kesini, maaf ya Zainuddin, dan terima kasih sudah jauh-jauh datang kesini. ”
Salsabila pun mendekatiku dan berkata, “ makasih ya Zhie “, umar yang duduk tak jauh dari tempatku menoleh, merasa iri dan cemburu, mendengar namaku di sebut kedua pasangan ibu dan anak itu. Salsabila menoleh lagi dan mengatakan terimakasihnya kepadaku, “ Terima kasih Zainuddin “, aku menjawabnya dengan senyum dan tundukkan kepala.
Jum’at
Pagi ini aku tidak lagi piket dengan Zulfikar, kali ini Agus yang menemaniku piket, kami menyiapkan Breakfast[7] dan membersihkan ringan.
Saat kami mulai membuka pintu, pemandangan berbeda dan ganjil tampak di mata kami berdua, tercengang?, tentu. Teman perempuan Bila banyak yang di bawa main ke Hotel yang mengakibatkan kotor dan keruh suasana, sampah berserakan si Ruang Tamu, tumpukan piring dan gelas kotor yang menggunung. Mereka perempuan tapi kurang bisa menjaga kebersihan, ah….aku tidak mau menikah dengan wanita seperti itu Ya Allah…bagaimana nanti kalau sudah mempunyai anak? Allah….
Zulfikar pernah cerita, Rabu lalu dia giliran piket, saat itu ibunya tengah memasak, dari dapur ibunya meminta bantuan Bila untuk memasak air, Bila menjawab dari ruang tamu, “ suruh mas-nya saja bu yang masak air “ , haha mungkin semenjak itu awal kemarahan Zulfikar pada anak dan temannya. Dia menasehatiku, “ Zein, jangan cari istri yang seperti itu “.
Sorenya, aku kembali piket bersama Agus, memang kita piket dua kali, pagi dan siang/sore. Saat kami tiba di tempat tujuan, ruangan yang sudah kami tata dan bersihkan pagi tadi kembali amburadul layaknya di hantam badai.
Kami fokus membersihkan ruangan, aku lihat beberapa temannya Bila sedang izin memasak dapur, aku lupa kalau sampahnya belum aku beri plastik, aku ketuk pintu dapur, aku izin dan melihat sampah, ah…untunglah sudah di beri plastic oleh mereka, tapi benar-benar tidak rapi, aku dekati sampah dan ku rapikan plastic itu, mereka bertanya “ salah ya? “ aku diam tak berkata, mungkin mereka mengira aku angkuh karena aku tidak menjawab pertanyaan, tapi memang seperti itulah aku, aku tidak bisa leluasa mengobrol dengan perempuan, aku ingin menjaga diri.
Di dapur saat kami fokus membersihkan piring dan gelas yang kotor, terdengar suara mereka sedang bersiap-siap. Terdengar suara koper yang berderet, dari balik pintu dapur yang sedikit terbuka, Salsabila berpamitan dan mengucapkan rasa terima kasihnya kepadaku, “ Terima kasih ya Zainudin..! “ aku menjawabnya pelan.
Saat semua sudah berada di bawah untuk bersiap menuju mobil, Agus teringat kalau belum foto perpisahan, ah…momen yang tak sempat di abadikan.
Kamipun turun mengantar kepergian ibu dan Salsabila, sebelum masuk ke Mobil ibunya berpesan kepada kita yang laki-laki, “di jaga yaa akhwat-akhwat ini, jangan sampai Ikhtilat dengan kalian “.
Salsabila masuk mobil duluan di susul ibu dan teman-teman perempuannya, saat gemuruh mesin mobil mulai terdengar, Salsabila melambaikan tangan kepadaku. Mengucapkan kata terima kasih kepadaku untuk yang terakhir kalinya di hari ini, “ Terima Kasih Zainuddin “, aku kembali tersenyum dan membalas lirih, ibunya langsung menegur perbuatan Salsabila kepadaku.
Zhie
Posting Komentar