Teman Itu Bernama Dzunnun

Rabu. 9 Februari 2011

Hari ini, aku termenung, membayangkan Dzunnun yang mungkin sudah sampai di Indonesia, senin lalu kami bertemu di pasar Husein, dia nampaknya sedang berbelanja bersama temannya, untuk oleh-oleh rumah.

Dzunnun, seorang teman dari Lamongan, yang juga duduk di satu organisasi denganku, Informatika. Aku mulai kenal dan menjadi sahabat dekat saat di Informatika, saat itu kita sedang kerjasama membersihkan kantor ICMI.

Tugas pertamaku sebagai Pers, aku bertugas bersamanya, Saat itu aku masih tinggal di Bawwabah Tsani, Hay ‘Ashir.sementara dia tinggal jauh di Damar Dash, dekat Ramses. Saat bertugas dia terkadang menginap di rumahku.

Pengalaman pertama wawancara yang sungguh unik, kita wawancara dengan hape IMO-ku, yang ternyata tidak Compatible untuk merekam, terpaksa hasil wawancara kita sia-sia, karena tidak ada rekaman, tapi untungnya di samping merekam, kita pun mencatat di buku saku kita.

Dan sebagai penulis Suara Mayoritas, Dzunnun di amanahi menulis dengan menggunakan Laptop Mbak Rini, haha aku buka sedikit file-filenya, ternyata Mbak Rini suka dengan film korea seperti Boys Before flower dan You’re Beautiful. Dan saat itu juga aku tertawa melihat aksi Dzunnun yang belum pernah menyentuh Laptop. hahaha

Dia sahabat baik yang aku dapatkan di Mesir, jika dahulu semasa SMA aku punya seorang sahabat bernama Yogi Galih, kini aku mempunyai Dzunnun di Mesir. Ada beberapa sifat yang mirip di antara keduanya.

Saking akrabnya kita, orang-orang mengira Dzunnun juga tinggal di Bu’uts, padahal kita tinggal di tempat yang amat berjauhan, tiap aku datang sendirian, orang-orang pasti menanyakan perihal Dzunnun kepadaku, mengira kita tinggal satu kamar.

Saat di Husein, dia mengatakan kepulangannya besok, Selasa. Sebelumnya aku menelpon akan mengunjunginya jika sudah sampai di Indonesia. Dia menantikan kedatanganku.

Aku baru menyadarinya beberapa bulan setelah kenal dengannya bahwa dia putra seorang kyai. Benar-benar tidak menyangka, anak berkacamata itu seorang Gus.

Dulu dia menceritakan kepadaku, saat anak pertama dari keluarganya berniat melangkahkan kakinya ke negeri Kinanah, orang tuanya melepaskannya dengan tangis haru, begitu juga anak keduanya, di lepaskan dengan rasa haru, tapi saat gilirannya untuk

menginjakkan kaki ke negeri Kinanah, tidak ada satu orangpun yang menangisi dia, nampaknya kedua orang tuanya sudah kebal, haha dia mengumpat-unpat sambil tertawa di dalam hati.

Saat Ramadhan menghiasi Bumi Sahara ini, Aku pernah satu kali ke rumahnya di Damar Dash, bersama Ilham dari Makassar, seorang kru Informatika juga. Kami sempat mencari Musa’adah[1] di sana, ternyata kita harus menanggung malu karena Musa’adahnya di peruntukkan oleh para ibu-ibu dan anak perempuan, pantas saja tidak ada lelaki satupun yang ikut mengantri.

Saat itu juga, aku juga sempat beradu sama Dzunnun untuk mendapatkan cewek mesir yang kebetulan menjaga tempat ‘Ashob. Perempuan muda mesir yang terbalut kerudung mesir itu terus memandang kearahku, dua kali aku berpapasan pandangan dengannya . aku bilang pada Dzunnun kalau perempuan mesir itu terus memandangiku, Dzunnun tertawa dan berdalih, kalau perempuan itu bukan memandang kearahku tetapi ke arah Dzunnun, haha terkadang pertengkaran membawa suasana keakraban. Sampai sekarang kita masih berjuang untuk berkenalan dengannya, tapi sayangnya perempuan mesir itu sudah lama tidak menjaga toko lagi, aku berkata pada Dzunnun kalau ada yang lebih cantik daripada dia, tapi dia menjelaskan kepadaku, kalau aku belum melihat dia tersenyum, belum melihat dia bersedih dan menitikkan air mata, bagai embun yang membasahi kegersangan hati.

Aku pernah bercerita dan memohon bantuan Dzunnun, Cuma dia satu-satunya sahabat di

mesir yang aku mintai bantuan seperti ini, aku minta dia agar “Keep Spy on me”, jika dia melihat suatu saat aku berpacaran di mesir, aku ingin dia memukulku sekeras-kerasnya, mengingatkan kembali kepadaku bahwa menapaki kaki di mesir ini bukan untuk mencari pasangan tetapi untuk menajamkan skill ku. Yaa…Cuma dia yang aku mintai hal seperti itu…

Suatu malam saat kami berdua meneguk Ashir ‘Ashab [2]di tengah cahaya bulan yang lirih menampakkan sinarnya, dia berkata kepadaku, “Zen, bagaimana kalau aku keluar dari Informatika?” jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat, apa jadinya jika Informatika tanpa dia, aku mempersiapkan hatiku dan bersikap tegar, kupaksakan senyum menghiasi bibirku, “ mengundurkan diri saja nun, jika memang itu yang terbaik bagimu”.

Sepertinya aku berat untuk melepaskan sahabatku itu, tanpa dia sadari, dia telah mengajariku berbagai hal disana, aku melihat karyanya, teknik wawancara, teknik menulis dan menjualnya sungguh di ancungi jempol oleh para kru lain, pemikirannya juga tanpa terduga, kata-kata yang keluar dari bibir dan tulisannya sungguh mengandung makna yang dalam, terkadang orang lain tidak memahaminya jika tanpa penjelasannya. Si jenius berkacamata.

Dia menceritakan alasan pengunduran dirinya kepadaku, dia tidak mempunyai uang, dia sangat menikmati sekali di Informatika, “wawancara, menulis, benar-benar bisa mengembangkan kemampuanku, aku sangat menikmatinya”, dia bilang, semenjak bergabung dengan Informatika, dia terkaget, saat dia menghitung total hutang-hutangnya, hutangnya mencapai seratus pound, belum pernah dalam sejarah hidupnya dia berhutang sebanyak itu di mesir. Hutang untuk bolak-balik naik bis dan sebagainya.


Semenjak itu, dia mulai memikir masak-masak untuk mengeluarkan uang satu Pund hanya untuk naik bis, dia tertawa di dalam hati, saat awal keberangkatan dia bisa dengan leluasa jajan Thojin[3]untuk sekedar mengenyangkan perutnya, tapi sekarang tidak bisa lagi seperti itu, mengeluarkan uang satu Pound untuk naik bis pun dia harus berpikir masak-masak.

Dia memohon kepadaku untuk tidak memberitahukan kabar ini kepada Bang Joe dan Mbak Rini. Iya aku tidak akan pernah memberitahukannya, biar dia sendiri yang suatu saat memberitahukannya, aku mengerti jika aku memberitahukannya langsung kepada Bang Jo dan Mbak Rini, dia akan merasa malu, aku tidak ingin mempermalukannya, dia pasti sedang mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan hal itu kepada mereka berdua.

Aku membayar minumannya, tapi dia menolak, dia berkata, selama aku masih mampu, aku tidak ingin menggantungkan orang lain, pribadi yang mengagumkan.

Di malam lain, usai sidang redaksi di Hadiqoh Dauliah[4], kami bertemu di sekertariat Gama Jatim Dzunnun mengatakan kepadaku, dia sudah mengatakan kendala yang menimpanya kepada dua pimpinan informatika itu ( Bang Joe & Mbak Rini, red ), mereka senang dengan keterbukaan krunya, hal itu yang seolah memunculkan sifat kekeluargaan di antara kru, mereka menyuruh Dzunnun untuk mencatat seluruh biaya yang di habiskan dalam melakukan wawancara yang nantinya akan di ganti oleh mereka berdua.

Pimpinan yang baik, aku benar-benar mencintai Informatika, karena suasana kekeluargaan yang aku rasakan saat berada disana, di sini orang macam apapun dan dalam organisasi apapun di terima dan bisa bekerjasama. Berbeda dengan kekeluargaan

pada umumnya, yang terkadang masih mendiskriminasikan beberapa organisasi.

Hari ini jam satu ba’da Dzuhur, ponselku bergetar dan berteriak “ Konnichiwaa…!!!”, aku melihat di layar, ada nama Dzunnun, aku terheran, memang dia bisa menelpon dari Indonesia dengan nomor mesir?, aku angkat telpon, terdengar sapaan Dzunnun, “Zen, aku wes nang pesawat”, oh….ternyata keberangkatan Dzunnun di undur hari ini, memang aku mendengar rumor, katanya keberangkatan kemarin sebagian di undur karena pesawat yang di janjikan ada dua buah ternyata cuma satu buah.

Dia melanjutkan pembicaraan, “ tak enteni nang omahku yo Zen”, aku membalasanya iya, aku terharu, dia masih menyempatkan untuk menelpon aku sebelum berangkat. Aku bertanya apa saja oleh-oleh yang dia bawa siapa tahu aku juga tertarik untuk membawanya, dia membawa Karkade, Rokok mesir dan lainnya.

Aku titp doa kepada sahabatku itu, berharap aku pun mempunyai kesempatan juga seperti dia untuk bisa mengunjungi tanah air, karena timbul keraguan dalam diriku untuk bisa menginjakkan kaki ke tempat lahirku mendengar kabar bahwa evakuasi di hentikan. Tapi dia berhasil menguatkan tekadku, dia berkata bahwa evakuasi total akan di lakukan, semua pasti akan bisa pulang…..

Iya…aku juga berharap seperti itu….aku percaya kepada Allah…

Zhie



[1] Bantuan berupa uang atau sembako yang di berikas para dermawan menjelang Ramadhan.

[2] Jus tebu

[3] Makaroni

[4] Taman International

0 Responses

Posting Komentar

abcs