Sabtu, 15-Februari-2011
Hari ini ujian ke-empatku, ilmu Arudh wa Qafiah. Tiga jam kami di beri waktu untuk mengerjakan soal, aku menghabiskan waktu dua jamku dengan mencari dan menimbang Bahr[1], tapi tetap tidak menemukan wazan dan jenis Buhur[2] tersebut. Saat penjaga ujian berkata bahwa waktu tinggal satu jam lagi, aku terpojok, aku mulai memeriksa jawaban-jawabanku yang ku tulis di lembar jawaban, dan ternyata lebih dari lima puluh persen soal belum aku jawab, jantungku berdebar, tangan dan seluruh tubuhku mulai bergetar, bulu kudukku berdiri. Ya Allah akankah aku Rosib[3] di pelajaran ini?
Aku berteriak di dalam hati, Ya Allah….aku tidak ingin Rosib Ya Allah, aku tidak ingin Rosib, kata-kata itu terulang di dalam hatiku, berkali-kali. Dalam waktu satu jam ini, aku tidak mungkin mengerjakan semua yang kosong. Tapi aku tidak mau menyerah, Allah masih ada, aku tetap berteriak di dalam hati, aku tidak ingin Rosib, dan tanpa sadar doa-doa pun melantun di dalam bibir dan hatiku, mengiringi aktifitasku menjawab soal.
Aku buka kembali lembar soal dan aku coba mencari wazan dan jenis Bahr, dan ternyata Allah membimbingku, Allah memberi aku petunjuk, soal-soal Bahr yang aku pelototi selama dua jam, akhirnya terpecahkan atas izin Allah, satu persatu soal berhasil aku pecahkan, meskipun aku belum tahu jawabannya bnar atau salah, tapi aku lega, karena aku mengerahkan semua apa yang aku pelajari tiga hari ini.
Satu persatu mahasiswa keluar dari ruang ujian, tinggal aku sendiri yang Mahasiswa
Sebagian besar soal sudah aku jawab, aku sendiri tidak mempercayainya, aku ucapkan rasa syukuruku berkali-kali kepada Allah. Aku angkat pergelangan tanganku, melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, jam tangan yang di berikan bapak kepadaku, di jam itu masih tertera waktu
Aku tidak menjawab asal-asalan soal-soal itu, entah bagaimana cara aku mnjelaskan kepada kalian. Tiba-tiba pikiranku terbuka, dan aku bisa menerapkan Kaidah-kaidah yang awalnya sulit aku terapkan, ini benar-benar kuasamu Ya Allah. Terima kasih Ya Allah, amat besar kuasa yang Engkau berikan kpadaku.
Waktu telah habis, aku kumpulkan naskah ujianku, aku meminta doa ke-najah-an kepada penjaga ujianku, dia menjawab Insya Allah Taufiq, jawaban yang melegakan hatiku. Aku benar-benar senang bukan kepalang, semakin banyak orang yang bersedia mendoakanku. Alhamdilillah…
Aku langkahi anak tangga satu persatu, memang, kelas dan ruang ujian kita terletak di lantai paling dasar, lantai bawah tanah. Saat anak tangga terakhir mulai aku lewati, cahaya matahari yang menyongsong mulai membunarkan mataku. Aku lihat di seberang sana, tepat didepan ruang ujianku, berdiri sesosok mahasiswa mesir yang setia menungguku, aku terharu, masih ada orang yang mau menungguku, sahabat sekaligus saudaraku, Reda Aly dari mesir.
Saat aku tengok sekelilingnya, tidak ada seorangpun, semua mahasiswa sudah pulang, hanya dia yang berdiri menungguku, dia menyapaku, bagaimana ujiannya? Dia mengatakan ujiannya mudah, hanya soal pertama yang tidak pernah dia baca, karena pengalaman beberapa tahun terakhir, soal Ta’rif, pengertian tidak pernah di keluarkan. Ilmu Arudl wa Qafiah itu langsung praktek.
Reda Aly, aku harus berterima kasih kepadanya. Dia yang mengajariku saat aku tidak faham tentang penjelasan dosen, dia yang melindungiku saat teman-teman nakal mengejekku. Teman yang sulit di temukan, dia menganggapku sebagai saudara, dia mengerti kekurangan-kekuranganku, dia berhasil menutupi kekuranganku di depan teman-teman mesir lainnya.
Aku pernah mengotak-atik Ponselnya, disana ada nama yang menghubunginya terakhir kali, namanya Batthah[4], aku bertanya ini nama laki-laki atau perempuan? Dia menjawab itu nama perempuan, dan aku beru menyadarinya kalau itu kekasih Reda Aly, dia bilang akan menikahi Battah setelah menyelesaikan kuliah, aku bertanya tentang maharnya, dia menjawab sepuluh ribu Pound[5], aku berkata itu mahal sekali, dia menjawab kalau itu sudah standar, aku bandingkan dengan dengan mahar di Indonesia, Reda Aly tercengang, kaget karena begitu murahnya mahar di Indonesia.
Besoknya Reda menceritakan tentang aku kepada Battah, Battahpun akhirnya mengenal aku, dia ingin bertemu denganku, orang Indonesia yang menjadi sahabat kekasihnya, dia pun menawarkan agar aku di kenalkan dengan teman mesir perempuannya, dia cantik juga kaya, tapi aku kurang tertarik, karenasaat aku Tanya kepada Reda tentang keshalihannya, dia bilang dia bukan berasal dari Al-Azhar, bukan berarti aku hanya tertarik Azhary[6], tapi keraguanku muncul saat Reda belum memberi kepastian tentang keshalihannya.
Benar-benar teman sejati aku pikir, saat teman terdekatku dari Indonesia meninggalkanku sendirian di ruang ujian, Reda Aly berbeda, dia tetap menungguku, walaupun dia sendirian di tengah dinginnya musim dingin, padahal dia orang Mesir, sama sekali berbeda dari segi adat dan jauh dari segi tempat tinggal, tetapi dia mau mengerti, hal yang sangat sulit di temui di zaman seperti ini, mengerti dan memahami orang lain.
Zhie
Posting Komentar