Tetesan Embun di Kesunyian Hati

Jum’at, 11-Februari-2011

Malam ini, di saat mega merah lenyap sudah, menggantikan kelamnya malam yang berkeinginan untuk menampakkan wajahnya, beberapa hati mulai ikut kelam.

Malam lalu , presiden Mubarak berorasi di depan publik, menyatakan dirinya tidak akan turun sampai akhir masa jabatannya, September.

Beberapa dari penghuni Bu’uts[1] yang tersisa menonton hasil orasi di ‘Imarah Thal’at[2] tadi malam, walau dengan cahaya yang remang-remang, karena memang tidak ada lampu yang menyala, entah sengaja tidak di hidupkan atau memang tidak ada fasilitas lampu.

Gemuruh riuh mulai nampak terdengar, mengganggu sebagian orang yang nampak tenang mendengarkan.

“ Yaumul Ghodhob [3]”, itu julukan teman-teman untuk hari ini, entah apa yang terjadi, mungkin masyarakat mesir marah pada hari ini mendengar keputusan sang presiden malam lalu.

Entah apa rakyat mesir benar-benar marah dan melakukan demo besar-besaran hari ini, entah aku tak tahu, aku terpenjara dalam terpurung hari ini, tidak bisa melihat kebenaran cahaya di luar.

malam ini, Mubarrak turun dari pemerintahan, entah apa yang terjadi setelah kekukuhannya tadi malam yang menyatakan tidak ingin mundur. Berita ini menggegerkan semua Masisir yang berkeinginan untuk pulang, termasuk teman sekamarku, Boris.

Berita itu mengagetkannya, bagaimana tidak, dia sudah bersiap-siap sejak jauh-jauh hari, membeli beberapa kitab, papyrus, gantungan kunci, kurma isi Almound dan buah tin sebagai oleh-oleh.

Ratusan pound sudah ia habiskan untuk membeli barang-barang itu, tapi berita yang tak terduga itu meluluh lantakkan asanya, padahal esok adalah kloternya, kloter tujuh.

Beberapa hari lalu, dia mengatakan, apa jadinya jika tak jadi pulang, uangku sudah habis disini tuk membeli oleh-oleh, mau hidup dengan apa aku?

Entah seperti apa hatinya sekarang, usai sholat Isya’ tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya, memang sejak beberpa hari yang lalu dia mengatakan kepadaku tidak ingin berbuat apa-apa, karena di benaknya hanya ada “Rumah”.

Dia mengalihkan kegemuruhan hatinya dengan menyetrika, hening, tanpa suara.

Hhhhh….seperti yang lainnya, aku juga berkeinginan untuk pulang, orang miskin sepertiku mendapat kesempatan gratis untuk melihat keluarga, siapa yang tidak ingin?

Sepertinya rakyat mesir merayakan kegembiraannya di luar sana, terdengar di sampingku, Dana[4] menyalakan ponsel televisinya, rakyat mesir merayakan turunnya Mubarak, mereka bersorak-sorak sambil menyalakan kembang api.

Bahagia rasanya melihat suara gemuruh kebahagiaan mereka di luar, tapi di dalam sini, riuh kesedihan menyelimuti kami, kegelapan tangis mulai melanda hati kami, walau tak nampak dan tak terdengar, kesempatan untuk melihat keluarga tercinta…..pupus sudah….

Allah……tapi kami masih ingin berharap, berharap mendapatkan secercah cahayamu…..

Zhie



[1] Nama asrama yang kita tempati

[2] Salah satu nama gedung di Asrama

[3] Hari kemarahan

[4] Temen sekamarku

0 Responses

Posting Komentar

abcs