Seminar di Cairo University

Kamis, 26-Mei-2011


Pagi ini, di tengah pekerjaanku mengedit sedikit tulisan di blog, Ponselku berdering, mengeluarkan suara khas jepang, Ringtone yang baru aku pasang beberapa bulan ini, “Tadaima Chikaku ni Arimasen….!!!”



Aku lihat di layar, dari Luqman, teman S2 Al-Azhar yang aku kenal saat mengikuti diskusi kenegaraan di Language Community. Aku mengangkatnya, terdengar suaranya dengan aksen British. “ hey Zain…..kamu punya waktu pagi ini? Aku ingin mengundangmu mengikuti seminar di Cairo University, berbicara tentang Revolusi negara-negara Arab.”



Ah…pagi..!! aku ada janji dengan Dana untuk memindahkan komputer dari Rab’ah ke Asrama pagi ini, tepatnya jam 10. aku bertanya kapan selesai acaranya, mungkin setelah aku menunaikan janjiku, aku akan segera menyusul dan seminarnya menggunakan bahasa apa?



“ tidak bisa Zain…acara jam sepuluh tepat, dan kita harus berangkat jam sembilan. Kita ada undangan. Jika terlambat kita tidak diizinkan masuk. Dan materinya diucapkan dengan dua bahasa, Arab dan Inggris.”



Seminar yang sangat sayang dilewatkan, aku berbicara kepada Dana, bagaimana jika mengambil komputernya setelah Ashar, dia menyanggupi. Alangkah senangnya hatiku. Aku kemudian menelpon Luqman untuk mengikuti acara di Cairo University. Kita bertemu jam sembilan tepat di depan masjid asrama. Aku langsung bergegas mandi, mengambil peralatan dan segera meluncur…!!



Aku putar keran air di kamar mandi lantai empat, “Aaaargghh…!! Air habis..!!”. aku segera turun ke lantai tiga dan dua, hasilnya pun tetap sama. Kalau begini ceritanya, aku harus mandi di Masjid, tapi sebelumnya aku mengecek kamar mandi lantai satu, “Alhamdulillah..!! menyala..!!”



Aku bergegas keluar menuju masjid setelah merapikan diri. Aku bertemu Luqman dan dia berkomentar tentang sandalku, ah….aku tidak punya sepatu, karena sepatuku jebol, sandalpun tidak ada yang bagus, yang aku pakai sandal kamar mandi. Karena beberapa kali aku beli sandal pasti mudah putus, rusak dan jebol. Dan sandal kamar mandi ini yang masih kuat bertahan hinggaa akhir.



Aku berlari kembali ke lantai empat, meminjam sepatu temanku. Sepatu kulit coklat milik Hariadi.



Kita berangkat menggunakan Metro, kereta api bawah tanah. Cukup ekonomis dan menghemat waktu. Kita hanya membayar satu Pound.



Aku masuk menuruni tangga, kemudian berjalan lurus menaiki tangga, ada yang aneh….kenapa aku kembali ke atas? Ah….penyakit buta arahku belum sembuh. Dari bawah Luqman meneriakiku, “hey….What are you doing there[1]?”. Aku malu sendiri, segera menuruni tangga dan menghampirinya, untuk menghilangkan rasa maluku, aku menjawab, “I just wanna see the sun[2]. Luqman tertawa terpingkal-pingkal sambil berbicara kepadaku, “kamu tahu…..aku seperti nabi Musa sementara kamu nabi Khidir, aku tidak mengerti apa maksud perbuatanmu.”



Kita tiba di Cairo University, saat berniat masuk, tiba-tiba aku dicegah oleh security, memintaku untuk mengeluarkan karu identitas, saat itulah Luqman bergerak, menunjukkan surat undangannya.



Suasana di dalam teramat megah, tidak bisa dibandingkan dengan al-Azhar. Al-Azhar bangunannya kuno dan tua, terlihat seperti tidak pernah diurus, bahkan kalau kamu tahu sobat……kelasku ada di bawah tanah dengan kursi-kursi kayu layaknya kursi Sekolah Dasar di Indonesia. Jauh dari sempurna.



Aku benar-benar terasa di luar negeri saat memasuki Universitas ini, entah kenapa aku masih merasa di tanah air meski telah berbulan-bulan kuliah di al-Azhar. Sepertinya hatiku lebih condong di Cairo University.



Terlihat disini, para mahasiswa dan mahasiswi belajar di lorong lantai yang super bersih, pemandangan seperti ini jarang terlihat di al-Azhar. Luqman pun mengakui, dia malah ingin melanjutkan study di America University in Cairo, setelah membandingkan-bandingkan materi S2 al-Azhar dan America University in Cairo, Luqman mengaku diktat kuliah America University jauh lebih berkualitas.



Dan….disini aku tidak terasa berada di Mesir, aku serasa berada di negeri Eropa, mahasiswa/i yang berwajah ke-eropa-an, ditambah rambut mereka yang rata-rata berwarna pirang. Disini banyak yang tidak memakai jilbab.



Ada fenomena aneh di Mesir, mayoritas warna rambut laki-laki mesir hitam, tetapi kenapa si perempuan warna rambutnya pirang. Aku baru menyadari hal ini beberapa minggu ini.



Kami tidak menemukan sama sekali orang Indonesia disini, hanya kami berdua, ya…hanya kami berdua.



Kami berjalan menuju ruangan seminar, ruangannya tidak begitu besar, dan acara dimulai segera setelah kami memasuki ruangan, aku pergi ke kamar mandi untuk sedikit merapikan diri, karena ini acara formal, aku harus tampil sesempurna mungkin. Aku mengisi data diriku di meja resepsionis dan kemudian memasuki ruangan.



Acara dimulai….dan….lidahku kaku disertai degupan jantung yang semakin melambat saat mendengar perkataan para pembicara. bahasa perancis….!! Aaaargggh..!!! aku tidak paham sama sekali bahasa perancis. Waah…informasi yang diberikan Luqman kurang valid, katanya pake bahasa inggris dan arab.



Aku lihat judul yang tertera di banner belakang pemateri,


“ Revolutions arabes : sommes-nous a l’aube d’um monde nouveau? ”


Kupelototi selama tiga jam tema itu, aku tetap tidak tahu apa artinya T-T, ah…judulnya saja tidak tahu apalagi isi dari seminar.



Kulihat beberapa peserta keluar-masuk membawa sebuah alat yang mereka pasang di telinga. Aku heran…apa itu? Masak di tengah acara dengerin musik? Mumpung sudah ada disini aku ikut meminjam alat itu, mencari tahu alat apa itu sebenarnya. aku keluar dari ruangan, dan mengambil satu, tetapi dicegah oleh penjaga, harus ada ID Card atau Paspor sebagai jaminan, aku masuk lagi mengambil paspor di dalam tas, dan aku ditegur oleh ibu-ibu berambut pirang, “ jangan keluar-masuk sembarangan, jaga ketenangan ”. aku mengiyakan dan segera menyerahkan paspor tuk mengambil alat yang dipakai oleh sebagian peserta.



Aku terheran alat apa ini, aku pasang di telingaku dan menekan tombol yang diintruksikan penjaga. Dan……..terdengar suara berbahasa Arab. Ah……ternyata alat ini sebuah Translator, penerjemah dari materi bahasa perancis yang disampaikan pemateri. Katrok sekali aku yaa…. Baru tahu, kalau benda seperti ini ada di dunia.



Dan…usai Dzuhur, Coffee Break…!!!!. Wew… disediakan aneka roti mini dalam berbagai bentuk yang unik. Aku hampir mencobanya satu setiap jenisnya. Ahahahaha…!!!



Acara selesai saat adzan Ashar berkumandang, aku lihat pengumuman yang ditempel di Cairo University, Talent Show, dan…. Beach Parties?? Ihh….yang bener aja……ada acara kayak ginian di Mesir. Ah…rusak citra Mesir……negeri para ulama yang menjadi idaman para penuntut ilmu agama(khususnya). Ternyata tak jauh beda dengan Indonesia. Para muslimah sudah mengumbar aurot, tidak mempunyai rasa malu, dan hampir tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan.



Kita pulang dengan langkah Gontai, rasa capek menjalar di tubuh kami. Tanpa lepas rasa dahaga yang kian mencapai puncaknya.



Sebelum menuju asrama, kami sempatkan mampir ke pasar rakyat Attabah mencari buku-buku bekas yang murah. Dan terjadi pertengkaran di jalan, pemandangan lumrah yang terjadi hampir setiap hari di negeri ini. Watak orang mesir yang keras dan mudah tersinggung. Di tambah udara yang kian memanas akibat musim, menambah panas ubun-ubun mereka.



Aku tak hiraukan masalah itu, terlalu capek untuk diurus. Kami naik bis, duduk menikmati angin semilir yang berhembus dari sela-sela candela.





Zhie



[1] Kamu lagi ngapain disana.

[2] Hanya pengen lihat matahari.

0 Responses

Posting Komentar

abcs